webnovel

BERMAIN CINTA

Angelin dan Anggara merupakan musuh sejak kecil keduanya bertekad untuk saling bersaing, Angelin bahkan sudah mengklaim Anggara sebagai musuhnya seumur hidup namun berbeda dengan Anggara yang sudah menyimpan rasa sejak dulu kepada Angelin.

Arsitaaa24 · Sejarah
Peringkat tidak cukup
12 Chs

TELAT

Angelin melihat arjoli di lengannya sekitar 5 menit lagi pintu gerbang akan di tutup dan pastinya Angelin akan mendapat hukuman karena tak dapat datang tepat waktu.

Ini karena dia terlalu bergadang semalam hanya untuk belajar sehingga dia harus bangun kesiangan.

Sial, kenapa harus segala macet. Kapan jalanan jakarta bisa selancar dulu.

Ini sudah 15 menit berlalu tapi jalanan yang macet masih belum juga terlihat baik, hingga akhirnya Angelin memilih berhenti disana setelah membayar biaya taksi dan memilih berlari menuju sekoalhnya yang berjarak tak cukup jauh dari kemacetan.

"Hah.... Hah" Angelin mengatur nafasnya selagi meminta tolong kepada pak satpan untuk membukakan pintu gerbang.

"Non kok bisa telat?" tanya pak Ridwan selaku satpam yang berjaga di depan gerbang.

"Macet." jawab Angelin dengan singkat dan padat, Ia pun segera berlari masuk memasuki sekolah setelah pak Ridwan membukakan pintu gerbang untuknya tentu saja itu dengan sebuah tip yang diberikan kepada pak Ridwan.

"ANGELIN!!"

shit.

Angelin menoleh ke arah kirinya dimana Talitha selaku ketua Osis dan beserta murid terlambat lainnya sedang berdiri di tengah lapangan dengan terik matahari yang cukup menyengat.

"Kesini kamu."

Dengan malas Angelin mendekat.

"Untuk pertama kalinya dalam sejarah anggatan kita, seorang murid terpintar terlambat datang sekolah?" Angelin memutar bola matanya jengah.

"Aku juga manusia." ujarnya, yang hanya di angguki oleh Talitha.

"Kau pastinya sudah tahu hukuman apa yang harus dilakukan bagi murid yang telat." Angelin bergumam sebagai jawaban, membuat senyum penuh kemenangan dari bibir Talitha.

"Baiklah kau dan anak-anak lainnya bisa langsung melaksanakan hukuman selagi aku duduk disana untuk mengawasi kalian." Talitha berjalan menjauh dari tengah lapangan menuju tempat yang lebih teduh untuk bertugas mengawasi mereka.

1 putaran 

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

"Yang kencang larinya dong, bukannya kau juara satu di lomba lari tahun lalu."

Sial.

Angelin lagi-lagi mengumpat mendengar teriakan Talitha yang di tunjukan untuknya, dirinya memang memenangkan juara satu di lomba lari untuk perempuan tahun lalu saat sekolahnya mengadakan perlombaan melawan satu sekolah secara bergantian setiap tahunnya.

Sekolahnya adalah sekolah terbaik bagi Angelin disana sangat tidak membosankan karena sekolahnya selalu mengadakan acara setiap tahunnya yang membuat para muridnya tak pernah bosan untuk sekolah.

Baik itu sebuah perlombaan dari berbagai bidang maupun sebuah pesta kemenangan dari setiap perlombaan yang di menangkan para murid di sekolahnya. Tentu semua itu tak lepas dari pengawasan para guru yang ikut serta memberikan bimbingan untuk melaksankan acara tersebut agar lancar terlaksana.

"Puas kau." Talitha hanya tertawa kecil menanggapi kekesalan Angelin yang sudah berdiri di depannya dengan keringat yang membasahi lehernya.

"Aku kan tak memintamu untuk datang terlambat, tapi aku senang melihatmu menderita."

"Dasar ondel-ondel."

"Apa kau bilang! Angelin! " gadis yang di teriaki namanya itu tak menoleh dan memilih untuk berlari daripada menghadapi amukan nenek lampir tersebut karena dirinya mengejek Talitha.

"Awas kau ya!"

***

"Angelin." gadis yang hendak masuk ke kelas itu menoleh saat pak Dalhan memanggilnya.

"Iya pak?"

"Kamu tumben sekali terlambat? Apa ada masalah?" tanya pria tersebut dengan lembut. Angel menggeleng dengan senyuman.

"Saya hanya bangun terlalu siang tadi." ungkap Angelin.

"Kau pasti bergadang untuk belajar kan?" tebak pak Dahlan. Angelin tersenyum kikuk sebelum mengangguk.

"Jangan siksa dirimu dengan belajar Angelin, belajar memang penting tapi kau harus bisa menjaga kesehatanmu."

"Baik pak."

"Yasudah kalau gitu bapak pergi dulu." Angelin menoleh, pak Dahlan pun beranjak pergi. Angelin masuk kelas dan disambut teriakan nyaring dari sahanatnya,  Tasya.

"Angelinnn!! My hanny bunny sweetteee telah datang."

"Dasar alay."

"Kau dari mana saja? Melewatkan pelajaran pertama dan sekarang kau terlihat berkeringat apa kau habis nge gym...awhh." Gadis yang terus mengoceh itu meringis sambil mengusap-usap kepalanya yang terkena jitakan dari Angelin.

"Jika kau terus berisik aku tak akan memberikan contekan Fisika padamu." ancamnya, Tasya mendudukan diri di samping Angelin lalu memeluk lengan sahabtnya itu dengan manja.

"Kau sangat sexy dengan keringat itu Angelin." Angelin melepaskan tangan Tasya dati lengannya.

"Jangan membuatku semakin kegerahan Tasya,  sebaiknya kau memberikan ku kenyaman."

"Caranya?" Angelin memberikan sebuah buku kepada Tasya yang menatapnya dengan bingung.

"Kipaskan itu untukku." Tasya melongo dengan mulut menganga.

"Jika bukan karena aku ingin melihat tugas Fisika mu aku tak sudi melakukannya, Angelina Victoria." ucapnya dengan geraman, selagi tangannya sibuk digunakan untuk memberikan angin kepada Angelin menggunakan buku tersebut.

"Ada tugas?" Tanya Angelin.

"Ada tentang logaritma."

"Easy."

"Terserah kau putri sok pintar."

"Aku memang pintar."

"Hem." Angelin tertawa kecil melihat kekesalan sahabatnya.

"Btw, kenapa kau bisa telat?"

"Penuh perjuangan untuk menyelesaikan tugas Fisika, sedangkan kau dengan mudah menyalinnya dariku." ungkap Angelin, Tasya hanya menyengir memamerkan deretan gigi putihnya yang rapih.

"Kau sahabat terbaikku Angelin."

"Oh ya, nanti malam kau jangan lupa untuk berdandan cantik dan se-sexy mungkin."

"Memangnya kau mau membawaku kemana?"

"Kesuatu tempat yang pasti kau akan menyukainya."

"Kau seperti mengajakku kencan saja." Tasya tertawa.

"Maybe."

"Kau tak akan membawaku ke tempat aneh-aneh kan?" Angelin menatap Tasya dengan curiga.

"Tidak, aku hanya ingin kau merasakan kebebasan."

***

Degupan musik yang keras sedang di mainkan oleh sang Dj di atas panggung dengan lampu yang berkelap-kelip membuat Angelin merasa pusing melihatnya. Ia menatap ngeri dengan menelan salivanya sendiri melihat orang-orang yang sedang menari baik laki-laki maupun perempuan menari dengan erotisnya seolah mereka sedang berada di surga, surga dunia.

Club, Angelin ingin sekali pergi dari tempat terlaknat ini yang sebagain orang disini beranggapan bahwa tempat ini surga bagi mereka, tapi tidak bagi seorang Angelin yang lebih menyukai ketenangan. Daripada kebisingan apalagi tontonan yang begitu menggelikan baginya melihat orang-orang menari dengan senyum bahagia mereka.

"Tasya kenapa kau membawaku ke tempat seperti ini!" dengan sedikit nada tinggi Angelin berkata,  takut jika Tasya tak mendengar ucapannya mendengar suara musik yang begitu keras di telinganya.

"Aku kan sudah bilang padamu, aku ingin memberimu kebebasan. Jangan terlalu berkutat dengan buku-buku."

"Ya tapi tidak dengan ketempat seperti ini Tasya."

"Nikmati saja, aku dengar banyak dari siswa di sekolah kita yang datang ke club ini."

"Dan kudengar pak Dahlan juga datang kesini." tambahnya.

"Apa kau gila." ucap Angelin,  Tasya menoleh ke arahnya.

"Akan ku beri minuman yang memberimu kesenangan Angelin tapi ingat jangan terlalu banyak meminumnya."

"Kau pikir aku tak pernah minum-minuman beralkohol?" Tasya tertawa,Angelin memang bukan gadis yang polos seperti yang orang-orang kenal gadis itu pernah meminum-minuman beralkohol itupun dengan pengawasan Tasya karena Angelin hanya bisa tahan dengan 2 gelas minum. Angelin bukanlah gadis nakal seperti dirinya. Pergaulan Angelin dan Tasya sangat jauh berbeda tetapi mereka selalu berpikir jika sebuah perbedaan menyatukan mereka berdua. Mungkin orang-orang akan berpikir aneh tapi tidak semua persahabatan terhalang oleh sebuah perbedaan kan? Jika kita nyaman kenapa harus di permasalahkan.

Tasya menuntun Angelin menuju bar

"Hei 2." sang pelayan pria mengangguk saat Tasya memesan 2 gelas minuman untuknya dan untuk Angelin.

"Apa kau kesini hanya untuk menggoda pak Dahlan?" Angelin bertanya.

"Kurang lebih seperti itu."

"Kau benar-benar wanita gila, bagaimana jika pak Dahlan menolakmu mentah-mentah."

"Itu tak akan terjadi Angelin, kau bisa liat nanti caraku menggodanya agar masuk kedalam perangkapku." Angelin hanya mampu menggeleng-gelengkan kepalanya dengan sikap sahabatnya yang sedang di mabuk cinta oleh wali kelasnya.

"Minumlah." Angelin mengambil gelas berisikan minuman ber alkohol tersebut lalu meminumnya dalam sekali teguk.

"Itu dia pak Dahlan." Angelin mengedarkan pandangannya mencari pak Dahlan. Benar saja pria yang sudah berkepala 3 itu tengah terduduk di pinggir dengan kedua wanita yang sedang menggodanya, pak Dahlan melihat kedua wanita itu dengan tatapan datar seperti tak tertarik sama sekali dengan apa yang dilakukan kedua wanita itu, menari dan menggoyangkan tubuhnya

Ohh tidak, Angelin ingin sekali muntah kepalanya tiba-tiba pusing melihat pemandangan itu. Sangat menjijikan.

"Aku kesana dulu, kau tunggu disini jangan kemana-mana." Angelin hanya bisa mengangguk setelah kepergian Tasya Angelin memesan segelas lagi minuman lalu kembali meneguknya.

"Dia benar-benar cari mati." melihat Tasya yang mendekati dan menggoda pak Dahlan membuat kepala Angelin semakin pusing, ini mungkin akibat dari minuman yang Ia minum.

Angelin seketika terkejut dari setengah kesadarannya yang sudah terpengaruhi oleh alkohol,  melihat Pak Dahlan yang tak menolak perlakuan Tasya bahkan pak Dahlan terlihat menikmatinya dan membalas segala perlakuan bejat Tasya yang melecehkan gurunya sendiri. 

"sial aku harus segera pergi dari sini." batinnya.

Angelin merasakan perutnya yang bergejolak dan mulutnya ingin memuntahkan sesuatu.

Ada apa denganku biasanya tak pernah begini, apa karena aku sudah lama tak meminum minuman itu.

Angelin melangkahkan kakinya menuju keluar Club, berdesakan dengan orang-orang yang tengah menari membuat Angelin tak dapat lagi menahan rasa pusingnya.

Dia sudah benar-benar dipengaruhi oleh minuman bahkan saat ini Ia ikut menarik meliuk-liukan tubuhnya kesana kemari menikmati alunan musik yang keras. Bahkan tanpa sadar gadis itu melepaskan blezernya sehingga terlihatlah bahu mulus dan putihnya menyisakan gaun putih selututnya dengan lengan gaun yang menyerupai tali bra tersebut. 

Angelin merasakan tubuhnya serasa melayang saat seseorang menariknya meninggalkan keramaian tersebut.

"Hueekk." Anggelin mendudukan diri di lantai toilet setelah puas mengeluarkan isi dari perutnya, rasanya sudah sedikit lega.

"Kau tidak papa?" Angelin hanya mengangguk tak mampu mendongak untuk melihat siapa orang yang menolongnya untuk membawanya ke toilet sehingga Angelin mampu menuntaskan rasa mualnya sedari tadi.

"Mari ku bantu." Angelin meraih tangan seorang pria yang menolongnya lalu pria itu  menuntun tangannya pada pundak pria itu, membawanya keluar toilet sekaligus pergi dari Club tersebut.