webnovel

Berawal dari Satu Malam

Hanya berawal dari satu malam. Terlalu singkat namun mengubah seluruh kehidupan dua orang yang dipenuhi ketidaktahuan. ONS? Benar. Lantas ketidaksengajaan, ketidaktahuan dan kesalahanlah yang terjadi. Bisakah mengalahkan takdir saat semuanya sudah terlambat? Rein, sang perempuan polos mau tak mau harus menerima kenyataan bahwa ia menjadi 'korban.' Lalu Redis Sanjaya langsung meninggalkan Rein begitu saja setelah ia pun juga merasa tak sengaja. Redis yang dipaksa menikah mengorbankan Rein. Sedangkan banyak orang menyukai orang tersebut. Pernikahan berjalan buruk, Rein dan Redis tak cocok. Justru, Redis hanya tahu soal kerja dan kerja sampai Rein pikir orang itu tak normal. Lantas, bagaimana jika ibu Redis minta Rein mengubah anaknya? Rein dihadapkan dengan pilihan keluar namun tak boleh membawa anaknya. Lalu orang tersebut mau tak mau memilih pergi. Sepupu Redis yang bernama Radit menyukai Rein, oleh karena itu ia pun membantu Rein. Radit adalah orang yang membuat orang lain kesal. Ia adalah orang yang menjengkelkan. Bisakah Rein bahagia?

Raein23_Raein · perkotaan
Peringkat tidak cukup
214 Chs

Orang Arogan

Katakan sesuatu untuk ini, Anda sangat menyusahkan!

Rein Syakila.

***

"Hiks, aku harus bagaimana, sekarang sudah pagi tapi aku terjebak. Sudah mirip tawanan. Sebal, aku harus bagaimana?"

"Hua..., bunuh saja aku Tuhan!"

"Ah tidak, aku masih muda, tidak ingin mati secepat itu."

"Masa iya aku harus begini!?"

Rein gegana, penampilan kacau dan rambut berantakan. Ya iyalah, ia jambak rambut kuat tanpa takut rontok.

Ceklek.

Saat Rein masih pusing-pusingnya berpikir tentang masalah yang menimpa hidup, terdengar derit pintu yang dibuka.

Semalam ada seorang bibi yang kasih baju ganti untuk Rein. Lantas bibi baik yang semalamkah yang datang?

Atau mungkin malah seseorang yang Rein tak ingin lihat wajahnya?

Si Redis, Redis menyebalkan itu. Aish setiap lihat, Rein kepengen nyubit ginjal orang sok berkuasa tersebut!

Apapun itu Rein pun langsung merapalkan doa. Berharap bukan orang kejam yang datang.

Please, tolong Rein.

Sayangnya, tidak setiap harapan terwujud. Buktinya orang tersebut menatap nanar saat Redis-lah yang datang.

Hidup keras dan kejam, jika tak bisa bertahan pasti terseleksi.

"Berhenti menatapku begitu. Sekarang bersiap, kita akan pergi."

Rein hilang arah, saat ketemu ia pun berucap begini. "tuan, aku belum ganti baju."

Redis berdecak pelan, kemudian setelah itu menatap kesal Rein.

Jangan-jangan belum mandi ini orang menyebalkan. Dasar lambat!

Ngomong-ngomong sudah pagi.

Bahkan sampai sekarang pun Rein masih memanggil Redis dengan sebutan 'tuan.'

"Itulah kenapa kita pergi pukul 06.30. Cepat, aku tidak mau menjelaskan. Kau sudah mandi belum?"

Bibir Rein mengerucut, ia terbiasa mandi cepat. Bahkan jam 03.00 pagi pun pernah kok.

"Dasar tega," gumam Rein pelan.

Hal itu masih bisa didengar Redis. Hanya saja lelaki tersebut tak ingin ambil pusing. Terserah Rein mau mengatakan apapun. Kalau sudah lelah akan berhenti sendiri.

Otoriter, gila, dan tak berperasaan. Masih banyak lagi kata-kata kasar terpatri indah di otak Rein. Saat menyadari tak mampu melakukan apapun, Rein pun beranjak untuk mempersiapkan diri.

Selanjutnya, yang ingin Redis lakukan hanyalah pergi dari tempat tersebut.

"Ya!"

Tanpa menghiraukan apapun, Redis langsung menarik tangan Rein untuk ikut bersamanya.

Tahukah, orang itu tidak keluar-keluar sejak ia tinggal, makanya emosi Redis tak terbendung.

Perempuan menyusahkan saja.

Alhasil orang itu pun menyeret. Salah sendiri kok.

"Tolong pelan-pelan, Tuan."

"Berisik, ini juga sudah pelan tahu, kamunya saja yang kayak siput," sungut Redis tak mau kalah.

Kepengen ia becek-becek si Rein.

Pada akhirnya Rein pun diam. Berdasarkan novel-novel yang pernah ia baca dan buat, orang model beginian pasti bikin susah. Tipe yang ingin menang sendiri dan keras kepala.

Semua terbukti dari ucapannya yang tak percaya cinta, ketulusan, dan semuanya. Redis adalah orang keras layaknya batu.

Berhati es.

Tak berperasaan.

Tak peka.

Kejam.

Suka nindas.

Apalagi?

Rein tak pernah menyangka akan bertemu orang model beginian dalam dunia nyata. lebih daripada itu, harus menikah!

Alih-alih tak bisa melawan, yang Rein lakukan adalah mengalah. Ya, walaupun terkesan makan hati.

Ironis banget sih.

Namun..., akan lebih baik diam dan tak melakukan apapun. Itu yang harus.

Hiks sedih.

"Syukurlah, orang aneh ini akhirnya diam," gumam Redis dalam hati.

yYang Redis lakukan sekarang adalah 'melindungi' 'calon istrinya' dari jangkauan Radit yang sok berkuasa.

Bukan rasa peduli yang membuat Redis bersikap begitu. Hanya ingin yang menjadi miliknya tak diganggu oleh siapapun. Kalau sudah memiliki sesuatu, Redis akan menjaganya dengan baik.

Membuat ia bersikap posesif.

Tipe orang yang seolah-olah mengatakan, "This is mine, don't touch my mine!"

Apa yang sudah menjadi miliknya adalah 'barang' yang akan terus menjadi miliknya. Itu sebuah keharusan!

"Diam disini dan jangan melakukan apapun, ikuti yang Nona itu suruh."

"Aku bukan anak kecil."

Untuk kesekian kalinya bibir Rein mengerucut. Membuat Redis jengah. Bukan tergoda, berdesir, tertarik dan terpesona. Yang ada buat kesal.

"Terserah," kata Redis cuek.

Sementara itu sang pramuniaga hanya mengulum senyum. Berusaha senyumannya tak terlihat oleh siapapun. Hey, ayolah. Redis akan membalas dengan cara yang lebih buruk saat mendapati orang lain 'menghinanya.'

"Urus orang ini."

"Baik, Tuan."

Rein hanya menatap nanar. Memang inilah yang harus ia lakukan. Terima saja, asal orang gila tersebut tak berbuat hal buruk ya ikuti. Salah satunya seperti semalam, mencium dan melecehkan Rein.

Hiks, Rein tak terima.

Saat ini orang itu menggerai rambut. Tak mungkin ia mengikat rambut sementara masih ada bekas 'tanda' akibat yang terjadi pada malam kelam tersebut.

Ya walaupun Rein sudah menggunakan bedak untuk menyamarkan tanda itu, akan tetapi ia masih khawatir.

Orang yang katanya tak percaya cinta itu beringas. Baik di ranjang maupun kehidupan nyata.

Cih, pencitraan.

"Eh jangan Nona, tidak apa-apa biar saya yang lakukan," ujar Rein cepat saat nona Pramuniaga tersebut berniat mengancingkan baju yang letak resletingnya di bagian belakang.

Rein sadar saat seseorang tersebut akan menyingkirkan rambutnya.

Saat ini, menurut skenario, sepemahaman Rein, mereka sedang fitting baju. Cukup jelas kok.

Ini kira-kira dia mau dibawa kemana?

"Oh iya, baiklah."

Seketika itu sebuah senyuman pun langsung terbit pada sudut wajah Rein. Baguslah, semua tak jadi lebih buruk. Aman sesuai rencana.

Lantas kemudian, Rein keluar saat selesai berganti pakaian. Sebuah baju terusan yang menutupi bagian lutut.

Rein-lah yang memilih baju itu.

"Terima kasih, Nona," ucap Rein ramah.

Saat Rein keluar Redis sedang memeriksa berkas-berkas yang sudah menjadi makanan sehari-hari baginya. Redis tak terlalu memperhatikan, saat Rein keluar dari ruang ganti pun sama sekali tak sadar.

"Tuan."

Lima detik berlalu sudah, akan tetapi Redis masih belum mengalihkan pandangan. Orang itu terlalu fokus terhadap yang ia kerjakan.

Sibuk sendiri.

Dasar tidak tahu tempat, di butik pakaian pun masih menyempatkan diri bekerja.

"Tuan."

Masih belum ada jawaban, hal itu pun akhirnya membuat Rein memberanikan diri melangkahkan kaki kearah orang tersebut.

Harus ada perlakuan khusus, itulah yang Rein pikirkan. Ya... walaupun harus dengan cara yang tak pernah Rein pikirkan sebelumnya.

"Maaf Tuan, aku lapar. Aku tidak minta Anda membelikan makanan untukku. Yang ku ingin tolong antar aku pulang ke rumah," kata Rein sambil menarik dasi yang dikenakan oleh Redis. Membuat orang itu melihat padanya.

Sudah dijelaskan kalau itu terlalu ekstrem. Tapi ya, daripada jadi orang bodoh yang tak melakukan apapun, diam dikacangin, lebih baik Rein bertindak.

Hal itu tentu saja membuat pandangan keduanya bertemu. Seketika itu juga manik kelam Rein seakan mengunci pandangan Redis.

Tatapan yang mengisyaratkan keteguhan tekad, menenangkan sekaligus tajam. Benar, Rein punya mata yang tajam seperti elang.

Plus tambahan bulu mata lentik dan alis tebal, semakin menambah tingkat kecantikannya.

Sungguh mahakarya Tuhan yang mendekati sempurna.

"Lancang, lepas."

Dengan tenang Rein pun menjauhkan diri sebelum Redis sempat melakukan penganiayaan lagi. Gadis itu harus ekstra hati-hati kalau tak mau ditindas.

"Anda juga ingin bekerja kan, ya sudah. Bisa tolong pinjami saya uang. Saya bisa pulang sendiri."

"Tidak, kamu ikut denganku. Kita akan pergi ke kantor."

Sambil mengatakan itu, mata Redis melihat penampilan Rein yang kelihatan tambah menarik. Benar dugaan Redis, setelah dipoles, kadar kecantikan Rein semakin bertambah.

Muka polos tanpa makeup pun sudah cantik apalagi dipermak.

Sementara itu Rein hanya bisa menanganggakan mulut cukup lebar. Pergi ke kantor, memangnya dia akan diangkat menjadi sekretaris dadakan sampai harus pergi kesana?

Apa hajad ia ikut ke kantor!?

"Untuk apa?" tanya Rein cepat.

"Lumayan, baiklah ayo pergi."

Bukannya menjawab pertanyaan, hal yang justru Redis lakukan adalah mengatakan sesuatu yang lain.

"Ya, ya, ya Tuan. Saya lapar bukannya mau bekerja. Lagipula saya itu bukan anak kantoran."

"Diam!"

Keduanya pun pergi menyisakan pramuniaga butik yang menatap bingung. Tak ada yang berniat buka mulut untuk apa yang mereka lihat. Sebab..., butik tersebut adalah salah satu cabang perusahaan Sanjaya Corp.

Siapa yang berani buat gosip atau bahkan berpendapat sembarangan...?

***

Perusahaan.

Saat ini Rey hanya bisa menatap bingung sekaligus takjub pada seseorang yang dibawa oleh atasannya. Cantik, itulah yang langsung otak Rey proses.

Redis, walaupun sedang mabuk saat itu ternyata mendapat partner ranjang yang sangat cantik. Sungguh beruntung!

Hoky orang itu mujarab.

Mantap jiwa!

Tapi..., masih tersegel tidak?

Oh, masih. Mereka sudah membicarakan hal tersebut. Sekali lagi Redis beruntung.

"Wuieh..., ternyata orangnya cantik."

"Perhatikan pergerakan dan ucapanmu atau kau menyesal, Rey," kata Redis tajam.

Sementara itu Rein merasa tak nyaman. Bisa-bisanya dia berada di tempat seperti ini. Kalau kantor tempat ia menulis sih sudah biasa, tapi ini, sebuah kantor asing milik orang yang sebenarnya lebih asing.

Sangat asing!

Makhluk asing!

Alien...?

"Kenapa kamu membawanya kemari."

"Aku akan ingin buat kejutan. Terutama untuk orang sok berkuasa itu."

"Ah..."

Hari ini memang ada pertemuan antara perusahaan Sanjaya dan Samira.

Lantas, sang atasan akan 'pamer'...?

Ah tidak tahu. Lihat yang terjadi. Yang jelas pasti akan sangat menyenangkan!

Membungkam dan menginjak, itulah yang Redis pikirkan saat itu.

***

Halo Kakak-kakak semua, terima kasih berkunjung ke Berawal dari Satu Malam dari Raein23. Biar bangun relasi, follow Ig rinia_raein23. Nanti di follow back. Terima kasih. Nanti dikasih tahu cerita bikinan Raein23 deh. Mau fokus nulis sambil belajar. Panggil Iyin aja. Terima kasih. I love you more!!!!

*****