webnovel

Berawal dari Satu Malam

Hanya berawal dari satu malam. Terlalu singkat namun mengubah seluruh kehidupan dua orang yang dipenuhi ketidaktahuan. ONS? Benar. Lantas ketidaksengajaan, ketidaktahuan dan kesalahanlah yang terjadi. Bisakah mengalahkan takdir saat semuanya sudah terlambat? Rein, sang perempuan polos mau tak mau harus menerima kenyataan bahwa ia menjadi 'korban.' Lalu Redis Sanjaya langsung meninggalkan Rein begitu saja setelah ia pun juga merasa tak sengaja. Redis yang dipaksa menikah mengorbankan Rein. Sedangkan banyak orang menyukai orang tersebut. Pernikahan berjalan buruk, Rein dan Redis tak cocok. Justru, Redis hanya tahu soal kerja dan kerja sampai Rein pikir orang itu tak normal. Lantas, bagaimana jika ibu Redis minta Rein mengubah anaknya? Rein dihadapkan dengan pilihan keluar namun tak boleh membawa anaknya. Lalu orang tersebut mau tak mau memilih pergi. Sepupu Redis yang bernama Radit menyukai Rein, oleh karena itu ia pun membantu Rein. Radit adalah orang yang membuat orang lain kesal. Ia adalah orang yang menjengkelkan. Bisakah Rein bahagia?

Raein23_Raein · perkotaan
Peringkat tidak cukup
214 Chs

Catatan Masing-masing

Coba pikir, benar atau tidak yang kau perbuat?

Aku bingung, kenapa kau tak bisa mengontrol emosi. Padahal aku adalah orang yang tak ada hubungannya dengan individu penting sepertimu.

Hanya orang asing yang terikat takdir dadakan.

Hidup ini sulit, tapi sebelumnya hidupku normal. Setidaknya sebelum bertemu 'orang gila' yang tak pernah ku pikir walau sebentar.

Kaulah orang gila tersebut.

Note: catatan hati seorang yang tertindas.

Rein Syakila.

***

"Apa yang Anda lakukan?" sungut Rein saat Redis datang-datang langsung meraih tangannya.

Lalu tanpa memikirkan apapun membawa Rein menjauh dari tempat tersebut. Meri yang tak tahu-menahu ditinggalin. Ibarat ia transparan, so gak terlihatlah.

Hah nasib.

Hal itu membuat banyak orang menatap bingung. Namun saat Redis melihat ke orang-orang tersebut, para karyawan pura-pura tak tahu. Fokus ke aktivitas awal.

Perlu ditekankan, masih banyak antara mereka curi-curi pandang. That's right, siapa yang akan melewatkan tontonan menarik?

Terlebih lagi sifat penasaran alias kepo yang secara alamiah dimiliki seseorang.

"Diam, jangan buat aku ngamuk di kantor sendiri. Image dan harga diriku lebih penting daripada hidupmu sekalipun," ujar Redis tajam lagi menusuk.

Lantas tentu saja, hal itu buat Rein tersinggung lahir batin. Apa salahnya hingga ia berakhir dengan orang tak berperasaan seperti Redis?

Dosa masa lalukah?

Banyak?

Sementara itu Meri hanya bisa meringis kemudian menatap prihatin Rein, sahabatnya. Sungguh, orang itu kepengen nolong, namun apalah daya, seorang karyawan biasa tak bisa berkutik. Orang arogan macam Redis Sanjaya limited edition lho.

Bisa ngamuk tanpa kenal tempat.

"Ikut aku."

Setelah mengatakan itu Redis membawa Rein ikut bersamanya. Meninggalkan Meri yang terlihat seperti pemeran pendukung tak terlihat. Orang dungu pemerhati.

Transparan...?

Yup.

"Ya Tuhan tolong lindungi Rein. Dia orang baik-baik, tolong jaga dan sayangi," gumam Meri lirih.

Prihatin terhadap kondisi sang sahabat, akan tetapi tak mampu melakukan apapun.

Hiks. Ironis.

Sementara itu karyawan yang sempat melihat tadi hanya diam. Tak jauh berbeda dengan Meri, mereka juga tengah menghindari masalah.

Kalau sudah bosan kerja, ya udah ikut campur. Paling besok dipecat.

Terserah, yang penting mereka dapat berita hot terbaru. Tinggal gunjing, the and.

"Pak Rey kemana sih, gak datang lagi. Jangan-jangan malah nyangkut nih," gerutu Meri beranjak meninggalkan kantin kantor.

Ia harus melakukan sesuatu–dalam skala terendah. Tak lupa Meri mengambil beberapa sendok nasi goreng campur yang belum sempat Rein habiskan. Sayang mubazir, itulah yang ada dalam pikiran perempuan tersebut.

Saat diperjalanan ke ruangan sang 'sekretaris jenderal,' tak perlu repot-repot, mata awas Meri melihat Rey sedang bersama karyawan yang terkenal cantik di perusahaan mereka.

Sontak Meri geleng kepala melihat itu.

Dasar tidak bertanggung jawab. Kalau saja orang itu bawa Rein tepat waktu kemungkinan besar temannya tak akan ditarik-tarik layaknya..., binatang...?

Pokoknya sadis.

"Aha, aku punya ide. Lihat aja Pak, Anda akan habis di tanganku," batin Meri sambil berjalan kearah dua orang yang tengah bicara tersebut.

Langkah Meri terhenti saat tiba-tiba melihat keduanya berciuman panas tepat dihadapannya.

Drama romantis hot macam apa sekarang!?

Meri tidak siap lihat adegan ciuman panas secara live, eksklusif kantor, lalu..., dengan ia hanya berjarak kurang lebih satu setengah meter.

Iya kalau di film dan drama yang sering Meri tonton, hanya saja kalau secara live, tubuh Meri langsung panas dingin.

Keringat halus muncul di sepanjang pelipisnya.

"Pergi, aku tidak sanggup," gumam Meri hendak melangkah pergi dari tempat tersebut.

Naasnya sebab terlalu terburu-buru, Meri tak sadar ada dinding dihadapannya. Alhasil 'perempuan malang' itu nabrak dinding.

Ringisan terdengar. Hal itu tentu saja membuat aktivitas panas kedua orang yang hendak Meri jahili pun terganggu.

"Aish... sejak kapan ada dinding?" secara tal langsung Meri kesal ke dinding.

Ngoceh gak jelas.

Biasanya orang yang berciuman pasti milih tempat pojokan. Wajarlah ada banyak dinding. Astaga, nona Meri.

Puas ngomel, perempuan tersebut lanjut kabur, namun suara seseorang menghentikan niatnya.

"Hey kau."

"Lari."

Tanpa pikir panjang, otak Meri berpikir ambil langkah seribu. Hanya saja sayang, kaki perempuan tersebut tersandung. Jadi ya, jatuh.

Itu adalah hari tersial Meri!

"Hua..., ada apa dengan hariku yang cerah!?"

Tidak, masih ada waktu menyelamatkan diri. Iya, jangan nyerah gitu aja. Meri harus selamat.

Saat ingin bangkit, sebuah sepatu berada tepat dihadapannya. Hah sialnya gak main-main.

"Ya Tuhan." Meri tak berani melihat siapa pemilik sepatu mengkilap dihadapannya.

Tanpa harus memutar otak sudah pasti pemiliknya adalah pak Rey, sekretaris jenderal Sanjaya Corp.

"Berdiri."

Mau tak mau Meri pun harus terima bad daynya. Berdiri perlahan yang setelah itu berhadapan langsung ke wajah tanpa ekspresi Rey.

"Kamu harus diberi hukuman."

"Lho, kok malah saya sih Pak?"

"Ini jam kerja, dan kamu masih keluyuran?"

"Bapak tidak bertanggung jawab. Sudah menitipkan seseorang pada saya, gak muncul lagi. Lalu ternyata..."

Meri tak menyelesaikan kalimatnya sebab ada hal lain yang sedang perempuan tersebut pikirkan. Selain itu jelas ia tidak mau. Jijik.

Sekarang, hal yang perempuan itu pikirkan adalah tak ada salahnya lanjut ke rencana yang sempat tertunda tadi. Pria nakal tersebut harus dikasih pelajaran.

"Nona Rein sudah ikut pak Redis. Berhati-hatilah Pak, saya bisa membuat Bapak dalam masalah besar kalau berani macam-macam dengan saya."

"Apa! Sial, aku kecolongan."

Sesaat setelah mengatakan itu, tanpa berpikir panjang Rey pun langsung berlari menuju ruangan sang atasan.

Look, walau sudah punya jackpot pun Meri masih tak dianggap.

Berakhir tinggal sendirian.

"Huh..., Rein nasibnya baik juga ya. Jadi 'terkenal' dalam sekejap. Nah kalau aku, ditinggal terus. Nasib jadi 'peran pembantu' sampingan nih."

"Ya ampun, kerja. Aku harus cepat."

Meri spontan berlari menuju ruang kerja. Walau dengan langkah aneh sebab kakinya masih sakit.

Nasib.

***

"Oh halo, manis."

"Kepalamu yang gak beres, Pak, dasar bastard," gerutu nona Reni dalam hati.

Kesal terhadap sikap atasan boleh gak?

Ya..., walaupun itu tidak bisa diekspresikan secara langsung.

Huh..., malangnya.

"Jaga mulutmu tuan Samira. Asal kamu tahu, gadis ini adalah calon istriku, jangan pernah berpikir bisa mengganggunya."

"Oh... jadi ini calon Kakak ipar, wah cantik juga. Selera Kakak bagus."

Bukannya merasa tersanjung dengan perkataan Radit, yang ada Redis semakin naik tingkat kekesalan dan kemarahannya. Cara orang itu berucap kedengaran mengejek.

But, sudah sejak beberapa waktu Redis terasa seperti mempermalukan diri sendiri.

Yup, akhirnya pemuda itu menyadari kesalahan, ia terlalu mudah terbawa.

Emosi tak stabil.

Padahal sekarang ada seorang sekretaris pribadi Radit yang tak kalah seksi.

Siapa yang tahu mereka tak pernah melakukan hal panas, seperti one night stand?

Atau setidaknya skinship?

Lantas, apa hubungan antara pertanyaan tersebut dengan rasa kesal Redis?

Tentu ada. Secara langsung Redis bisa menjatuhkan harga diri rival yang jelas-jelas bisa ia buat sejatuh-jatuhnya.

Betapa bodohnya seorang Redis Sanjaya jika tak menggunakan banyak 'kemungkinan' tersebut untuk memukul balik. Lihatlah, tidak selamanya seseorang berada dalam posisi sulit.

Sebuah perubahan. Berbaliknya situasi.

Seketika itu juga senyuman misterius muncul. Redis bersmirk yang kemudian berucap.

"Aku tahu kau playboy dan selalu ingin menang, adik. Tapi lihatlah orang yang berada disampingmu, tidakkah kamu mempertimbangkan keberadaannya. Jangan sampai menyesal. Ingat, penyesalan selalu berada diakhir."

Apa maksud Redis, hanya Tuhan dan orang itulah yang tahu.

Lantas, bagaimana respon Radit saat sekretaris kepercayaannya dibawa-bawa?

Yang terjadi antara Radit dan nona Reni pun sebatas kedua orang itu yang tahu.

Kenapa Redis sok tahu banyak hal?

Radit tersinggung!

"Bermain api, brother...?"

Lihat yang Radit lakukan.

*****