webnovel

Berawal dari Satu Malam

Hanya berawal dari satu malam. Terlalu singkat namun mengubah seluruh kehidupan dua orang yang dipenuhi ketidaktahuan. ONS? Benar. Lantas ketidaksengajaan, ketidaktahuan dan kesalahanlah yang terjadi. Bisakah mengalahkan takdir saat semuanya sudah terlambat? Rein, sang perempuan polos mau tak mau harus menerima kenyataan bahwa ia menjadi 'korban.' Lalu Redis Sanjaya langsung meninggalkan Rein begitu saja setelah ia pun juga merasa tak sengaja. Redis yang dipaksa menikah mengorbankan Rein. Sedangkan banyak orang menyukai orang tersebut. Pernikahan berjalan buruk, Rein dan Redis tak cocok. Justru, Redis hanya tahu soal kerja dan kerja sampai Rein pikir orang itu tak normal. Lantas, bagaimana jika ibu Redis minta Rein mengubah anaknya? Rein dihadapkan dengan pilihan keluar namun tak boleh membawa anaknya. Lalu orang tersebut mau tak mau memilih pergi. Sepupu Redis yang bernama Radit menyukai Rein, oleh karena itu ia pun membantu Rein. Radit adalah orang yang membuat orang lain kesal. Ia adalah orang yang menjengkelkan. Bisakah Rein bahagia?

Raein23_Raein · perkotaan
Peringkat tidak cukup
214 Chs

21 Bicara Penting (special stage)

"Kau harus patuh yang ku katakan."

Know, Rein dan Meri lihat orang yang sama seperti mereka. Kesamaan mutlak, dua orang.

Ada yang berpikir soal doble date?

Kalau iya, begitulah.

Sementara itu 'area dewasa' mungkin akan dimulai tak lama lagi. Tergantung sih, tinggal lihat.

Jikalau tak kesampaian bagaimana?

Santai. Walau bagaimanapun Redis dan Rey tak akan melepas Rein dan Meri. Pokoknya tidak.

No problem, yang jelas soal takdir siapa yang tahu?

Rein mengerjap lamat-lamat khas orang bingung. Lalu tak lama kemudian menatap lurus Redis. Ia ingin meluruskan hal ini.

"Maaf Pak, saya tidak bisa. Itu berlebihan. Saya punya hidup sendiri, tolong jangan kekang saya."

Rein merasa aneh, mana mungkin ia ikut perkataan Redis?

Pokoknya gak mau!

"Ah..., nona Rein, kenapa masih memakai cara bicara formal. Sebenarnya kalian ini akan menikah atau tidak sih. Gak wajar lho."

"Pak Rey, tolong jaga ucapan Anda," kata Meri yang langsung turun tangan.

Gak boleh biarin temannya terpojok.

Membantu, it's right. Rey agak nyusahin, kepengen Meri sumpal biar gak bisa ngomong. Dasar nyebelin!

Redis hanya menatap datar ketiga orang dihadapannya.

Berisik. Tak adakah hal yang lebih buruk daripada terganggu luar dalam?

Ibarat sedang diteror teroris.

Terlalu mendramatisir, tapi Redis suka perumpamaan berlebih untuk orang asing yang tiba-tiba masuk seperti Rein dan 'kurcacinya' Meri.

"Terserah, aku hanya memberi perintah. Kau mau ikut atau tidak, tergantung kamu. Hanya saja ku tekankan, semua yang ku bilang mutlak." Redis yang dari sananya sudah congkak tambah ngeselin dengan junjung nilai tinggi formalitas.

Hah..., Rein hanya menatap datar. Apa-apaan, gak masuk akal. Masa sih Rein nempel-nempel kayak perangko!?

Robot yang disuruh-suruh oleh tuannya.

Kenapa ia terjebak dengan orang model Redis?

Tak ingin terlibat masalah, Rein pun hanya menganggukkan kepala. Gak setuju beneran kok sekedar iya-iya doang.

"Apa kalian ingin makan?" tanya Rein akhirnya.

Apapun yang terjadi, perempuan tersebut tetap bicara begitu.

Tak ingin berlama-lama di kondisi tersebut. Awkward. Selain itu Rein sejatinya orang baik yang memperlakukan tamu penuh hormat.

"Tentu."

Meri tak habis pikir soal Rein. Malang banget sih nasibnya. Dulu-dulu aman, tentram dan damai kok.

Sekarang bagaimana bisa malah berakhir menikah dengan orang seperti Redis yang gila kerja?

Ya ampun tolong deh.

"Dis, apa alasan kamu ingin menikah ke nona Rein? Dia kan gak masuk tipemu."

Muak dengan kedua orang tersebut, pada akhirnya Meri pun menyusul Rein. Rey..., ingin dunia terbalik pun bakal terus gitu. Nyebelin!Gak bakal akur deh mereka. Lupakan soal andai.

Masih terbayang jelas orang sok besar tersebut mencuri first kiss-nya.

Tidak, lebih tepat merengut secara paksa.

Hukuman?

Kalau Rey masih nyinggung, Meri patahkan aset berharga orang itu, biar gak bisa punya keturunan!

Marah dan kesal...? Tentu!

Sekarang Meri berusaha menahan diri untuk tak menampar plus memukul Rey. Mau dia becek-becek.

Sekedar informasi, orang kalangan atas tak semuanya gitu kok. Cuman Rey memang harus dapat perlakuan beda. Kan secara tak langsung orang itu sendiri yang kepengen.

"Start."

"Good luck," ujar Redis menatap tanpa ekspresi ke Rey.

Pertaruhan dimulai.

Baiklah, untuk stage spesial, kita mulai dari couple Rein dan Redis terlebih dahulu.

Kedua orang tersebut berpencar, gak sabar nunggu siapa yang menang antara mereka.

Cekidot.

Rein kaget saat seseorang memeluknya dari belakang. Siapa, kenapa main peluk?

"Kya!"

Alhasil, kening berharga milik Redis terkena pukulan spesial dari Rein.

Siapa yang salah, tentu saja Redis!

"Ya, kenapa kau memukul kepalaku!?"

Si empu berteriak, rasanya sangat ingin balik nyerang.

"Maaf, Bapak yang salah, kenapa langsung main peluk. Mana dari belakang lagi. Untung aku tidak lagi pegang pisau. Kalau iya, sudah tinggal nama."

Tak ingin repot-repot memikirkan yang Rein bilang, teramat sangat santai Redis mendudukkan dirinya di meja makan.

Ada kursi kok malah duduk di meja?

Ah sudahlah, lupakan tingkah laku Redis yang sengaja biar terlihat keren.

"Kau pernah berpacaran sebelumnya?"

Redis terus memperhatikan wajah si calon istri.

Rein yang sedang mengaduk adonan kue refleks berhenti. Pacaran, itu terdengar menarik, akan tetapi Rein tak punya cukup banyak waktu.

Lebih lanjut, Rein masih belum ingin melakukan hal begituan. Ia bebas dan tak mau dikekang.

"Belum," jawab Rein.

Diam-diam Redis tersenyum, Rein jujur sekali sih.

Perempuan itu berpikir kemanakah gerangan Meri dan Rey. Apa yang mereka lakukan, kenapa tak datang ke tempat dirinya masak.

Biasanya Meri langsung ikut kalau Rein nyiapin makanan.

Rein berharap Meri yang datang, bukan orang penuh aura intimidasi.

Rein rasa ada yang aneh.

"Bagaimana kalau ciuman?"

Risih terhadap yang terjadi saat ini, Rein pun memutuskan berbalik yang sialnya malah membuat ia bertatapan langsung dengan wajah paripurna Redis.

Penglihatan Rein yang salah, atau..., wajah Redis kelihatan seperti sedang menggoda...?

Terlebih lagi cahaya bulan memancarkan cahaya terang tepat mengenai wajah lelaki tersebut. Perfect!

Detik itu juga Rein menggeleng kemudian putar balik lagi, ayolah..., fokus ke aktivitas masak. Anggap Redis gak ada!!!

Rein sejatinya bukan orang yang anggap hal ringan jadi berat, untuk itu ia hanya menyiapkan gorengan.

Hah..., Rein, makan gorengan malam hari itu..., bikin perut gimana gitu.

Tenang..., Rein pun juga buat kue coklat sederhana yang tinggal dikukus. Mudah, praktis dan tak ribet.

"Belum pernah juga," cicit Rein pelan.

Aneh, kenapa tiba-tiba Redis bahas soal hal sensitif?

Mereka baru kenal lho. Berawal dari kecelakaan one night stand yang pada akhirnya sampai ke malam ini. Semua seperti di dunia fantasi yang sulit diterima akal.

Tak mungkin, impossible!

Redis bersmirk namun setelahnya bertukar mengela napas panjang, biar gak bikin curiga.

"Terkadang aku berpikir bagaimana caraku bertahan hidup. Aku suka uang dan bekerja, aku bahkan berpikir ingin menikah saat sudah berusia 30 tahun keatas. Papa dan Mama sangat ingin aku menikah cepat. Sedangkan aku ingin bebas. Menurutmu, bisakah seseorang bahagia dari sesuatu yang bernama cinta?"

Rein sempat termenung sebelum akhirnya memutuskan menjawab. Dia bukan dewi Amour lho.

"Em, cinta bisa ubah kesedihan menjadi bahagia. Sakit menjadi sembuh. Tapi..., cinta juga membuat buta sampai tak tahu kalau yang diperbuat salah. Cinta beracun dan membunuh. Cinta rumit kalau tidak bisa menyikapi dengan benar."

Redis sedang berpura-pura, lantas, kenapa sekarang malah tersenyum tipis. Bukan smirik yang seperti ia lakukan selama ini. Mirip senyuman layaknya anak kecil butuh penjelasan lebih saat mereka bingung.

Kepura-puraan berganti natural, lucu sekali.

"Apa kau ikhlas hidup dengan orang sepertiku?" tanya Redis seolah-olah menyinggung diri sendiri.

Mau bagaimana lagi ya, sekarang orang tersebut membutuhkan hal 'unik.' Otak Redis memang terus dikuasai pikiran yang harusnya langsung menerkam. Ia hanya singgah sejenak untuk tahu dan mendapat hal unik sesuai versinya.

Tak ada ketulusan dan kasih sayang. Rasa itu hanya akan buat seseorang menjadi lemah.

"Ini terdengar lucu, tapi aku serius gak ngerti," jawab Rein sudah terlihat lebih tenang.

Seiring berjalannya waktu, Rein lebih rileks bicara empat mata. Santai.

Oke, semua akan baik-baik saja. Interaksi mereka wajar.

"Bagaimana kalau aku bilang menyukaimu, kau percaya?"

"Maaf, ku rasa tidak."

Cepat, gak perlu berlama-lama Rein langsung jawab. Toh memang benar kok.

"Sayangnya aku ingin kamu percaya, aku akan melakukan apapun untuk itu."

"Apa yang..."

Tepat sasaran, Rein hanya bisa mematung ditempat saat ia berbalik. Entah sejak kapan Redis bangkit dari meja dan berada tepat di belakang Rein, saat berbalik bibir keduanya pun bertemu.

Selama ini Rein belum pernah ciuman dengan siapapun. Berpacaran saja tidak pernah, bagaimana mau ciuman!?

Lebih lanjut, kecelakaan one night stand beberapa hari yang lalu adalah hal yang tak pernah Rein duga akan menimpanya. Serius. Mereka sedang dalam keadaan mabuk!

Baik Rein maupun Redis tak tahu soal yang terjadi, bangun-bangun, Rein ditinggal sendirian.

Redis merengkuh tubuh ramping Rein, yang terjadi kemudian bukannya mendorong atau sejenis, justru kedua orang tersebut terasa seperti sedang tidak berpijak di bumi!

Terus dimana, planet mars!?

Setankah yang merasuki, atau memang terbawa perasaan?

Entahlah, yang jelas Rein tak bisa melakukan apapun. Terlebih saat Redis menciumnya lembut. Tak ada kesan terburu-buru, yang ada hanyalah kelembutan.

Hal yang membuat Rein merasa diperlakukan baik dan terhormat.

Lalu... apalagi yang akan terjadi setelahnya?

Redis berhasil?

"I win, Rey!"

Redis bersorak kegirangan!

*****