webnovel

Berawal dari Satu Malam

Hanya berawal dari satu malam. Terlalu singkat namun mengubah seluruh kehidupan dua orang yang dipenuhi ketidaktahuan. ONS? Benar. Lantas ketidaksengajaan, ketidaktahuan dan kesalahanlah yang terjadi. Bisakah mengalahkan takdir saat semuanya sudah terlambat? Rein, sang perempuan polos mau tak mau harus menerima kenyataan bahwa ia menjadi 'korban.' Lalu Redis Sanjaya langsung meninggalkan Rein begitu saja setelah ia pun juga merasa tak sengaja. Redis yang dipaksa menikah mengorbankan Rein. Sedangkan banyak orang menyukai orang tersebut. Pernikahan berjalan buruk, Rein dan Redis tak cocok. Justru, Redis hanya tahu soal kerja dan kerja sampai Rein pikir orang itu tak normal. Lantas, bagaimana jika ibu Redis minta Rein mengubah anaknya? Rein dihadapkan dengan pilihan keluar namun tak boleh membawa anaknya. Lalu orang tersebut mau tak mau memilih pergi. Sepupu Redis yang bernama Radit menyukai Rein, oleh karena itu ia pun membantu Rein. Radit adalah orang yang membuat orang lain kesal. Ia adalah orang yang menjengkelkan. Bisakah Rein bahagia?

Raein23_Raein · perkotaan
Peringkat tidak cukup
214 Chs

19 Licik

"Hahaha, juniormu ditendang terus kepala juga. Oleh karyawan temannya Rein lagi. Oh Rey, itu benar-benar lucu. Aku tidak jadi kasih hukuman."

"Gak nyangka, Rein dan temannya tak jauh beda."

Redis terus tertawa sedangkan Rey merengut. Apa ia harapkan dari seorang Redis?

Dengar, hukuman Rey ditangguhkan hanya karena sang sahabat tertawa lihat ia dapat servis 'sehat.' Memang ya, hidup itu kejam.

Buktinya orang seperti Redis yang tak punya rasa kasihan, senang hati mentertawakan Rey. Junior Rey sakit tahu.

Hentakan kaki Meri tak bisa dianggap main-main. Sungguh, itu benar-benar menyiksa!

Tepat sasaran dan binggo, sakitnya minta ampun!

"Puas tertawa. Ya sudah aku pergi. Toh kamu pasti masih memotong gajiku kan. Saya permisi. Ada banyak hal yang harus saya kerjakan."

Abaikan penggunaan kalimat Rey yang pakai 'aku dan saya' ganti-ganti. Orang itu kesal!

Kalau Redis sih gak bakal biarin Rey pergi.

Oh no, tidak semudah itu Rey. Sambil angkat dagu yang kalau diukur mungkin sampai 5 cm, Redis bersmirk.

"Siapa yang menyuruhmu!?"

"Kita harus bekerja Pak. Tak bisa lihat kondisi dan keadaan?" sungut Rey yang sesekali meringis.

Sial. Setiap kali bicara rasa sakitnya muncul. Kapan penderitaan tersebut berakhir...?

Redis tertawa, terus begitu lantas kemudian berucap. Ingin sekali ia membuat Rey makin tambah sakit.

"Apa kau harus ke dokter?"

Rey memicing. Redis tega. Pas sampai ditanya dokter, bilang sakit pada bagian 'itu,' taruh dimana wajah tampan Rey!?

Dasar, senang sekali lihat sahabat sendiri kesal.

"Tidak perlu, sudah, sana pacaran ke berkas-berkas," balas sekretaris tersebut.

Terlepas sang atasan ingin bilang apapun, yang harus Rey lakukan sekarang adalah bekerja. Berkas-berkas kantor sangat mencekik!

Lantas dengan mudahnya Redis melimpahkan semua pada Rey. Memangnya Rey robot, yang hardisk sebagai otak?

Dasar, Rey jaga butuh tidur. Lalu lihatlah betapa kacaunya orang tersebut. Beruntung alat perawatan cukup hingga lingkaran di matanya sedikit bisa tersamar.

"Aku serius Rey, aku..."

Kring. Kring. Kring.

Eh siapa yang menelepon?

Redis pun segera mengambil telepon kantor untuk melihat siapa yang menghubungikannya.

"Rey kembali kerja," ujar Redis.

"Huh."

Seketika itu Rey pun mendengus. Memang benar, Redis tetaplah Redis. Tak akan mungkin berubah jadi orang baik berhati malaikat.

Yang ia katakan tadi hanya rasa simpati sementara, setelah tak sreng hilang menguap ibarat angin berhembus.

Sekarang Redis menatap bingung nomor bertuliskan nona Reni. Ada apa gerangan sekretaris dari Samira Corp meneleponnya?

Aneh, tentu. Setelah dipikir-pikir tidak juga sih, mungkin ingin mengatur jadwal rapat lagi. Secara kan orang itu gesit.

[Halo.]

[Halo tuan Sanjaya. Selamat siang, maaf menganggu waktu Anda. Saya hanya ingin menyampaikan pak CEO Radit mengajak bertemu pukul 13.30 siang ini untuk melihat lokasi pembuatan proyek hotel.]

[Aku akan mengirimkan perwakilan ke sana.]

[Maaf Pak, sebaiknya harus Anda yang langsung terjun ke lapangan.]

Sontak kening Redis mengkerut bingung. Why, toh menurut prosedur dan sesuai atasan, siapapun yang datang melihat lokasi. Bukanlah sesuatu yang mutlak. Tak muluk-muluk, yang penting hanya laporan lokasi.

Lantas, kenapa ia yang harus terjun langsung?

Harus lakukan sesuatu. Redis pikir ada yang salah.

[Kenapa harus saya, maaf nona Reni, saya sibuk. Perwakilan adalah orang yang tepat, baik itu dari pihak kalian.]

[Itu benar Pak, hanya saja lokasi ini terdapat banyak kendala. Ada banyak orang yang berbisnis disana. Untuk itu kitalah yang harus melihatnya langsung.]

Eeh, maka dari itu yang menangani orang utusan. Mereka berkompeten.

[Sudah saya bilang mengirim orang kepercayaan, maaf nona Reni. Itu keputusan akhir.]

Terdengar helaan napas lelah. Seolah-olah muak berjuang namun tak ada hasil. C'mon, Redis bukan orang merepotkan. Benar kok. Orang berkompeten kalau tugasnya bukan itu terus buat apalagi, pajangan doang...?

[Kalau begitu sangat terpaksa kami akan membatalkan proyek kerjasama Pak. Kebetulan kami sudah mendapat klien yang menginginkan proyek ini.]

What!

Perusahaan Sanjaya Corp punya misi mengimbangi pembangunan cabang dan koneksi dalam negeri. Untuk melakukan hal itu jelas Sanjaya Corp sangat membutuhkan campur tangan Samira Corp.

Terlebih sebenarnya Sanjaya Corp bergerak dalam bidang inti produksi barang elektronik, bukan hotel ataupun cabang-cabang butik dan yang lain. Hanya saja sekarang, Sanjaya Corp punya keinginan lebih untuk mengambil alih banyak bidang.

Lalu tiba-tiba kesempatan tersebut hilang begitu saja?

Jelas Redis tak akan pernah membiarkan hal tersebut terjadi.

[Tunggu, baiklah saya akan datang. Kita bertemu di Samira Corp.]

Pada akhirnya kalimat tersebutlah yang keluar. Redis harus hati-hati mengambil tindakan. Proyek kerjasamanya tidak boleh gagal.

Itu adalah hal yang sangat berharga.

[Baiklah Pak, terima kasih. Saya tutup teleponnya. Selamat bekerja.]

[Baik.]

Telepon ditutup, Redis menatap datar berkas-berkas dihadapannya. Sial, dia jelas terjebak.

"Ck, dasar merepotkan. Masalah begini harus aku terjun langsung. Jangan-jangan..., mereka merencanakan sesuatu. Tidak ku biarkan mereka berbuat seenaknya," ujar Redis mengemas kuat salah satu kertas yang berada di dekatnya.

Saking kesal, laki-laki itu tak menyadari bahwa kertas tersebut adalah laporan keuangan. Saat sadar, tahu-tahu kertasnya sudah tak berbentuk.

Alhasil Redis sontak kalang kabut.

"Sial, laporan keuangan. Aish."

Redis menatap nanar kertas yang sudah tak berbentuk tersebut. Tanpa membuang banyak waktu ia meraih telepon kantor kemudian menghubungi seseorang.

Tidak bisa, ia harus mendapatkan laporannya detik ini!

[Halo Rey, ke ruanganku sekarang.]

Sungguh malang nasib Rey. Berjalan susah, sekarang harus terima lahir batin sifat sejenis perawan ketar ketir seperti Redis Sanjaya.

Nasib, nasib.

***

"Hah..., sekarang kita harus bagaimana, Pak?" Rey bertanya. Ia dan sang atasan menunggu di ruang berfasilitas lengkap.

Desain interior percampuran antara artistik dan modern. Unik. Sayang sekali walau ada AC, panas masih terasa. Padahal sudah full lho.

"Diam dan lihat berkas-berkas kantor. Ingat, pekerjaanmu banyak," balas Redis tanpa melihat sedikitpun ke Rey.

Menjadi sekretaris seorang Redis harus siap mental. Baik secara batin, fisik maupun psikis. Kalau tidak, pasti akan stres berat.

Ceritanya sekarang mereka tengah menunggu. Kegiatan paling tak bermutu sepanjang sejarah.

CEO perusahaan Samira dan sekretarisnya masih di perjalanan. Dua orang itu belum terlalu lama menunggu kok, hanya kurang lebih setengah jam.

Makanya Rey kasak kusuk bagai ayam yang ingin bertelur. Terlebih lagi saat ia harus menjadi pekerja keras yang lebih mirip orang kerja rodi.

Satu detik sangat berharga sebab Rey harus menyelesaikan banyak hal. Peran dan pekerjaan ganda sangat menganggu Rey.

Si pemilik perusahaan di mana sih?

Di kantor sendiri tak cepat tanggap.

Tuk. Tuk. Tuk.

Bunyi highhils nona Reni menggema di ruangan. Sekaligus menjadi tanda berakhir sudah penantian Redis dan Rey.

Tersenyum hangat, kemudian Reni melihat presdir Sanjaya Corp. Bersikap biasa. Toh tak terjadi hal buruk.

"Maaf membuat Anda menunggu Pak, mari berangkat."

Langsung pergi?

Oh, oke. Redis dan Rey pun ikut nona Reni melangkah.

Redis harus jaga sikap, mitra kali ini adalah keluarga yang sangat merepotkan. Rival yang tak menyerah begitu saja.

Untuk itu Redis harus pandai-pandai melihat situasi dan kondisi.

Lantas, keempatnya pun akhirnya sampai di tempat tujuan. Rey ingin mengumpat depan orang-orang yang sialnya punya kedudukan tinggi tersebut.

Bisa-bisanya ia yang sedang bekerja mati-matian disuruh ikut. Pegawai lain kan banyak. Mereka berkompeten kok.

Rey itu sibuk. Setidaknya kasih kesempatan untuk ia bernapas.

Tak lama setelahnya, Rey lihat tahu-tahu sang atasan alias teman sendiri berpelukan. Sekretaris dari perusahaan Samira coy.

What the hell.

Apa yang terjadi?

Rey pikir ada yang tidak beres. Orang itu..., terjebak?

***

Halo Kakak-kakak semua. Gak henti-hentinya Raein23 bilang terima kasih sebab sudah berkunjung. Walau sekedar lewat, tapi bersyukur. Terima kasih banyak. Sampai jumpa lagi!

Silahkan follow Ig rinia_raein23 untuk spoiler bab. Hehehe. Thanks!

*****