webnovel

Berawal dari Satu Malam

Hanya berawal dari satu malam. Terlalu singkat namun mengubah seluruh kehidupan dua orang yang dipenuhi ketidaktahuan. ONS? Benar. Lantas ketidaksengajaan, ketidaktahuan dan kesalahanlah yang terjadi. Bisakah mengalahkan takdir saat semuanya sudah terlambat? Rein, sang perempuan polos mau tak mau harus menerima kenyataan bahwa ia menjadi 'korban.' Lalu Redis Sanjaya langsung meninggalkan Rein begitu saja setelah ia pun juga merasa tak sengaja. Redis yang dipaksa menikah mengorbankan Rein. Sedangkan banyak orang menyukai orang tersebut. Pernikahan berjalan buruk, Rein dan Redis tak cocok. Justru, Redis hanya tahu soal kerja dan kerja sampai Rein pikir orang itu tak normal. Lantas, bagaimana jika ibu Redis minta Rein mengubah anaknya? Rein dihadapkan dengan pilihan keluar namun tak boleh membawa anaknya. Lalu orang tersebut mau tak mau memilih pergi. Sepupu Redis yang bernama Radit menyukai Rein, oleh karena itu ia pun membantu Rein. Radit adalah orang yang membuat orang lain kesal. Ia adalah orang yang menjengkelkan. Bisakah Rein bahagia?

Raein23_Raein · perkotaan
Peringkat tidak cukup
214 Chs

15 Mulainya Keretakan

"Maaf Paman, Bi, Radit janji gak bakalan bicara ceplas-ceplos," ujar Radit yang tadinya dapat ceramah pencerah hati overdosis.

Tak masuk akal, maksudnya telinga orang itu sakit. Marahnya kok pakai ngegas. Eh, tapi memang gitu sih.

Ah tidak, terlalu berlebihan.

Saat itu Radit, Mr and Mrs Sanjaya di sebuah ruangan untuk rapat eklusif soal masalah keluarga. Orang luar maupun calon orang dalam tak diizinkan bergabung.

Semua sebatas keluarga inti dan pihak yang bersangkutan.

Hal yang dibahas sensitif.

"Selama ini kami berpihak padamu, Nak. Bahkan saat kamu bicara buruk ke Redis yang berumur satu tahun diatasmu. Redis yang anak Paman dan Bibi. Harusnya kamu menghormati Redis," ujar tuan Sanjaya, kelima kali menyinggung tentang rasa hormat ke orang yang lebih tua.

Radit senyum, kalau gak pamannya makin tambah kesal.

"Sekali lagi maafkan Radit. Radit janji gak bersikap begitu."

Mungkinkah yang dibilang Radit tulus...?

Tentu saja tidak!

Yang ada orang tersebut kesal. Bagaimana bisa ia terjebak dalam kondisi yang harusnya untuk orang lain?

Ia suka lihat orang lain kesal, lalu sekarang kena ceramah.

"Kami akan mengawasimu. Ingat, selama ini terus berada di pihakmu, Radit. Dan sekarang kamu sudah kelewat batas. Kalau kamu melanggar, bersiaplah jadi musuh keluarga Sanjaya. Kali ini Paman bicara sebagai kepala keluarga dan status bersaing dalam hal bisnis. Semua kerjasama bisa putus, termasuk hubungan baik. Ingat dan camkan itu, young Mr Samira."

"Pa ini terlalu berlebihan. Kita sedang bicara ke Radit, bukan kepala keluarga Samira. Selain itu kita keluarga Pa," ujar Mrs Sanjaya mengusap pelan lengan sang suami, berusaha menenangkan orang tersebut.

Radit tersinggung lahir batin. Persaingan ketat antara kedua perusahaan sudah lama berlangsung. Perusahaan Sanjaya Corp punya banyak cabang di luar negeri. Sedangkan Samira Corp masih tertinggal di bidang tersebut.

Hanya saja kalau dalam negeri, Samiralah yang lebih unggul. Walau begitu Radit tak bisa diam. Yang pamannya bilang menyentil sudut hati dan pikiran orang tersebut.

Satu hal yang perlu dicatat, Radit adalah seorang CEO, dewasa dan mapan. Hal itu tentu membuat Radit tahu secara pasti peluang dan saat-saat kapan mereka mau tak mau perang saham.

Kepala keluarga Sanjaya sudah menyatakan perang walau masih belum resmi. Namun hal itu tentu akan membawa dampak tersendiri.

Yang jelas Radit tak terima!

Berbagai rencana langsung hilir mudik di pikiran orang tersebut.

Paman, Bibi, kakak sepupu, keluarga...?

Terdengar menjijikkan.

"Tentu Mr Sanjaya. Saya akan mengingat itu."

Sekarang tak ada lagi kata paman, yang ada adalah Mr dan panggilan formal. Radit tak beralih, terus menatap intens.

"Nak..."

Perkataan Mrs Sanjaya terhenti oleh sang suami yang mencengkram kuat, sebuah isyarat telak. Lantas situasi semakin memanas.

"Setelah ini dalam waktu dekat Paman hubungi orangtuamu. Bersiaplah."

Seketika itu juga tangan Radit mengepal kuat. Masih adakah rasa kasih sayang dari seorang Radit Samira untuk keluarga besar mereka?

Ada!

Sayang hal itu tertutup oleh ego tinggi. Keinginan untuk menang. Kedua saudara sepupu tersebut dibesarkan secara 'tak langsung' dalam suasana persaingan ketat yang berlanjut ke perusahaan.

Lalu Radit tak sebaik yang orangtuanya pikirkan selama ini.

Radit penuh kebencian yang bisa membakar apapun.

Bagi Radit sikap Redis yang merasa ingin menang dan terus didepan adalah pemicu utama.

Hey ayolah, umur bukanlah acuan untuk seseorang bersikap sok berkuasa.

Yang Radit lakukan tak seburuk kelihatannya kalau Redis tak memulai duluan.

Yang salah Redis bukan Radit. Lihat, bukan Radit yang tumbang lebih dulu, tapi Redis.

Umur tak menjamin. Spesifikasi dan kompetensi yang berperan langsung.

"Tentu, Paman, aku permisi dulu. Terima kasih."

Jijik, saat di ceramah mana ada yang bilang thanks. Dengan sangat terpaksa Radit bilang begitu.

"Wait Radit, hear Auntie. Kita tetap keluarga, kamu jangan bersikap berlebih. Walau bagaimanapun hubungan keluarga itu sangat kuat. Darah lebih kental daripada air."

Puisi atau bahkan serangkai kalimat mutiara. Ah sudahlah, Radit tak ingin terlalu memikirkan hal tersebut. Terserah yang terjadi, yang jelas Radit ingin beranjak dari tempat itu.

Mau Auntie bilang apapun, Radit tak mau ambil pusing.

Malam sudah semakin larut. Lalu tuntutan pekerjaan membuat Radit harus extra hati-hati. Kalau gila kerja tak terkendali, bukan sesuatu yang tak mungkin Radit jatuh sakit.

Itupun juga berlaku pada orang lain.

Saat di perjalanan pulang, tanpa disangka-sangka Radit bertemu seseorang yang masih misterius. Tapi lihatlah, orang tersebut menghalangi jalan pulangnya.

Sialnya tempat yang dipilih kurang baik yaitu area parkir sepi. Radit sengaja pilih tempat jarang terlihat orang lewat untuk memarkir mobilnya.

"Ada apa, calon kakak ipar?" tanya Radit.

Alis terangkat sambil bersmirik. Lumayan juga nyali orang tersebut.

Sementara itu Rein belum berucap, ia masih menatap lurus orang dihadapannya. Rein sudah merencanakan hal ini. Ia bilang ingin pergi keluar sebentar, cara ngomong yang dibuat natural lalu akhirnya Meri pun mengizinkan Rein pergi.

Rein tersenyum miris, tak lama kemudian mendekat ke Radit.

Saat ini jarak kedua orang tersebut hanya satu langkah. Keduanya saling berhadapan.

"Aku tidak tahu yang terjadi antara kau dan keluarga Sanjaya. Pun juga hubungan antara kalian. Hanya saja, ku tekankan untuk tidak gegabah. Dendam dan rasa benci membuat hidup tak tenang. Sebelum orang yang dibenci kalah, maka rasa benci itu akan terus menggerogoti layaknya penyakit kronis. Apa yang terjadi? Tali perselisihan tak pernah selesai. Kalian akan terus begitu bahkan saat mati pun menurun ke anak cucu."

Radit sontak berdecih. Ia memiringkan kepala untuk memperhatikan Rein. Sambil bersmirik orang itu berucap.

"Anda siapa, oh i forget. Korban one night stand."

Plak!

Sekali gerakan Rein pun menampar Radit. Semua itu Rein lakukan 100% sadar. Bukan tindakan salah yang ia ambil secara acak. Siapa yang diam saat orang lain menghina langsung?

Radit memegang bekas tamparan tersebut lantas terkekeh.

"Aku tak akan membalas. Anggap ini kado pernikahan pembukaan dariku. Calon Kakak ipar, sebenarnya aku berusaha bersikap baik. Sebab, kelihatannya kau orang baik. Lalu apa yang ku dapatkan ini, penghinaan telak. Rasa tulus..., hanya harapan semu."

"Apa kau juga tak percaya cinta dan ketulusan?"

Rein menatap nyalang. Orang ini tak jauh beda dengan Redis. Rein muak bertemu orang-orang seperti mereka.

Masih sama, smirik Radit tak bergeser sedikitpun.

"What? Of course. I believe it. But, semua ini terlalu sulit. Repot," imbuh Radit, memasukkan tangan pada saku celana.

Terlihat santai, ibarat tak pernah terjadi apa-apa sebelumnya. Sama sekali tak menunjukkan orang yang habis ditampar.

Rein berdecak. Seolah-olah mendapati keajaiban dunia hilang berganti yang baru. Lalu sebagai gantinya adalah orang yang berada dihadapannya sekarang.

It's so funny.

"Apa kakak ipar ingin menjadi malaikat tak bersayap, yang memperbaiki hubungan gila antar keluarga?"

Hah..., dengar yang orang itu katakan sekarang. Semakin aneh sampai Rein rasanya ingin menenggelamkan diri ke dasar bumi. Atau, lebih baik Radit yang ia kubur?

"Hanya saja Kak, aku lebih suka memanggilmu Rein. Because..., kau kan memang lebih muda dariku."

Seketika itu juga Rein membeku ditempat, Radit membisikkan kalimat tersebut padanya.

Refleks Rein mendorong Radit. Posisi tersebut tidak aman.

Darah perempuan tersebut mendidih dan sepertinya pasti akan meledak!

*****