webnovel

Berawal dari Satu Malam

Hanya berawal dari satu malam. Terlalu singkat namun mengubah seluruh kehidupan dua orang yang dipenuhi ketidaktahuan. ONS? Benar. Lantas ketidaksengajaan, ketidaktahuan dan kesalahanlah yang terjadi. Bisakah mengalahkan takdir saat semuanya sudah terlambat? Rein, sang perempuan polos mau tak mau harus menerima kenyataan bahwa ia menjadi 'korban.' Lalu Redis Sanjaya langsung meninggalkan Rein begitu saja setelah ia pun juga merasa tak sengaja. Redis yang dipaksa menikah mengorbankan Rein. Sedangkan banyak orang menyukai orang tersebut. Pernikahan berjalan buruk, Rein dan Redis tak cocok. Justru, Redis hanya tahu soal kerja dan kerja sampai Rein pikir orang itu tak normal. Lantas, bagaimana jika ibu Redis minta Rein mengubah anaknya? Rein dihadapkan dengan pilihan keluar namun tak boleh membawa anaknya. Lalu orang tersebut mau tak mau memilih pergi. Sepupu Redis yang bernama Radit menyukai Rein, oleh karena itu ia pun membantu Rein. Radit adalah orang yang membuat orang lain kesal. Ia adalah orang yang menjengkelkan. Bisakah Rein bahagia?

Raein23_Raein · perkotaan
Peringkat tidak cukup
214 Chs

13 Alasan dan Cara Berbeda

Rumah sakit.

Redis berada di sebuah rumah sakit pribadi keluarga Sanjaya. Singkat cerita, Redis mengalami kecelakaan, oleh sebabnya mau tak mau ia harus dilarikan ke rumah sakit.

"Kamu ini bikin susah, luka sedikit harus ke rumah sakit. Sedangkan aku kelihatan seperti orang gila karena ulahmu. Aku pusing tujuh keliling tapi kamunya kelihatan biasa aja. Malang sekali sih nasibku sejak jadi sekretaris."

"Berhenti ceramah atau kamu aku pecat. Ini benar-benar sakit tahu. Kepalaku terluka."

Rey tanpa ekspresi. Bos besar terlihat macam anak kecil ngerengek habis jatuh ke got. Sudahlah baju kotor, luka di lutut, nangis lagi. Bedanya Redis di bagian kepala. Awas..., otak briliant itu berkurang dalam hal berproses.

Tanda-tandanya sekarang udah muncul.

Rey mendesah letih, keringat di tubuh belum kering sebab ia terburu-buru ke TKP. Ia pikir Redis koma, atau tidak sakaratul mautlah. Sekali datang ternyata cuman luka di kepala. Itupun kecil, tidak besar.

"Maaf Pak, saya harus bekerja. Saya sibuk akhir-akhir ini," keluh orang tersebut.

Nasib dapat atasan kejam ya begitu.

"Sudah sana pergi." Redis langsung mengusir Rey sekretarisnya. Apa-apaan berkeluh-kesah ke dia?

Redis ingin ketenangan bukannya dengar hal tak bermutu.

Cuek.

Siapa kira, setelah tabrakan yang terjadi, orang itu masih sehat walafiat. Tak ada luka serius, bagian tubuh yang luka hanya kepala. Itupun tak terlalu besar.

Oleh sebab itu Redis masih bisa menghubungi Rey untuk membantunya ke rumah sakit. Seorang sekretaris harus siap sedia setiap saat. Itulah gunanya sekretaris.

Lebih lanjut, mobil Redis mengalami kerusakan sedang, ia menabrak gerbang pembatas jalan. Tabrakan terjadi cukup kuat. Namun itu tak terlalu berdampak ke Redis.

Safe Redis Sanjaya. Sudah mirip orang punya nyawa banyak. Ajal masih berbaik hati ke orang itu.

"Sebentar lagi orangtua Anda datang, Pak. Bersiap-siaplah."

"Ck, menyusahkan," dengus Redis.

Nasib, padahal ia tak ingin bertemu kedua orang tersebut. Bawaannya pengen ngamuk. Persetan soal keluarga sendiri.

"Ada masalah, Pak?"

"Tidak, kembali bekerja."

"Hah..., tidurku yang berkualitas."

Rey termasuk orang yang susah tidur. Ia akan kesulitan tidur kembali kalau terbangun. Lalu saat Redis, sang atasan menelepon, Rey sebenarnya tengah tidur.

Akibat kebiasaan Rey yang sulit tidur, maka ia akan tidur saat ngantuk. Terlebih lagi harus bergelut dengan berbagai jenis berkas yang terasa tak ada habisnya.

Maka dari itu semakin sedikit jatah untuk orang tersebut tidur. Karenanya kalau ingin tidur, entah itu saat jam rawan-rawan, Rey akan sangat bersyukur. Setidaknya ia bisa istirahat.

Sementara itu, Redis terlihat tak peduli. Ia sebenarnya tahu kebiasaan Rey yang sulit tidur. No problem, perintah Redis mutlak, kecuali Rey sudah mati baru gak bisa ia suruh-suruh.

Silahkan berpikir tentang kerja rodi.

Akibat insomnia, saat sedang lelah Rey tak sungkan-sungkan minum obat tidur.

Rey tak ingin ketergantungan. Ia ingin tidur secara alamiah, kecuali pada saat-saat situasi dan keadaan tertentu.

"Hah..."

Hembusan napas berat Redis menguap ke permukaan. Pemuda tersebut sedang berpikir nasib pernikahan yang dilaksanakan tak lama lagi.

Khawatir? Tentu saja. Siapa yang tidak khawatir ke hidup sendiri. Ya..., walaupun rasa tersebut cuman sedikit melekat di otak Redis Sanjaya.

"Redis."

Dalam sekejap tubuh Redis berada di pelukan seseorang yang tak lain dan tak bukan adalah mamanya. Terlalu kuat, Redis tercekik.

Sementara itu, sang papa menatap datar. jauh di lubuk hati paling dalam ingin menempeleng kepala sang anak.

"Aaa..., Pa!"

Redis berteriak saat sang ayah menjewer telinganya. Apa-apaan, bukannya prihatin saat anak sakit, yang ada malah dikasih 'senam tubuh' gratis.

Padahal baru kecelakaan lho.

"Ini akibat ngelawan orangtua, Redis. Puas buat kami khawatir sampai Papa hampir kena serangan jantung?"

Oh, don't forget about..., perkataan Mr Sanjaya soal 'bunuh saja aku kalau terjadi hal buruk ke Redis.'

Pasti akan terjadi sesuatu nanti.

"Pa sudah, anak kita kecelakaan," ujar sang ibu, berusaha melepas jeweran suaminya ke Redis.

Sial sekali sih hidup Redis.

"Thanks Mom. Papa ini kenapa sih, aku habis kecelakaan malah dijewer."

Beginilah ciri-ciri anak kurang ajar.

"Kau."

Baru saja tuan Sanjaya ingin menjewer lagi, tatapan laser nonya Sanjaya buat orang tersebut tak berkutik. Yang ada satu pukulan melayang.

"Kamu harus cepat sembuh Redis. Papa dan Mama gak rela kamu mati duluan. Sebagai orangtua kami-lah yang harus berpulang sebelum kamu."

Nonya Sanjaya menyayangi anak satu-satunya. Namun, cara menunjukkan rasa sayang beda dari orangtua kebanyakan. Yang jelas aspek baik dan buruk saling mengimbangi.

Redis tersenyum tipis, unlimited deh, gak pernah hilang.

"Iya Pa, Ma, aku gak akan mati kalau perusahaan belum berpindah atas namaku. Saat mati pun arwahku masih keluyuran sebab gak rela yang harus jadi milikku jatuh ke tangan orang lain."

Plak!

Sang ibu tak bisa lagi menahan suaminya. Kejadian tersebut terjadi begitu cepat.

Bukan tamparan keras di anggota badan sensitif sih, tapi pada kepala. Doble sick, menambah sakit di luka Redis.

Bagi tuan Sanjaya ia sedang mengajar mana yang baik dan tidak tidak.

Plak!

Tak mau kalah, nonya Sanjaya memukul balik bahu sang suami. Masih ingat dengan kata-kata beliau, kan?

Alamat jadi bulan-bulanan istri nih.

"Kalau Papa mukul Redis lagi, Mama akan membalas dua kali lipat," ujar nonya Sanjaya garang.

Redis tersenyum. Rasain, dipukul istri. Tuh akibat bersikap buruk ke anak tunggal.

Astaga. Maafkan mulut dan otak Redis.

Alih-alih marah, hal ini yang justru dilakukan oleh tuan Sanjaya.

"Bagus, Papa suka sikap kepemilikanmu. Pertahanan milikmu dan kembangkan."

Walau apapun yang terjadi, tuan Sanjaya malah bicara begitu. Hak harus dipertahankan bagaimanapun caranya.

Redis, pemuda itu sempat menyeryit bingung. Kepemilikan yang harus dipertahankan?

"Akh."

Redis meringis saat sakit tiba-tiba menyerang. Holy shit!

"Pa, tolong panggil dokter."

Redis tak melakukan apapun, sebatas pegang kepala yang terasa berdenyut nyeri. Walau bagaimanapun tabrakan yang ia alami pasti berpengaruh ke otaknya.

Ya..., meski sebatas nyut-nyutan tetap aja namanya sakit.

Seorang dokter datang menangani Redis setelah papanya menekan tombol khusus dekat ranjang tempat Redis berbaring.

Berbagai pemeriksaan dilakukan sesuai prosedur.

"Tidak apa-apa Tuan, Nonya. Tuan muda hanya mengalami denyutan sebab lukanya terletak di kepala. Tenang saja, luka tersebut tidak parah."

"Anda serius, Dok."

"Iya Nonya."

Redis tanpa ekspresi melihat raut wajah panik mamanya. Terlalu berlebihan. Kalau kata dokter gak apa-apa ya udah tinggal iyain. Petugas rumah sakit tak mungkin berbohong.

"Besok kamu tidak boleh masuk kerja," ujar tuan Sanjaya.

Otak, hati dan akal sehat Redis tentu tak menyetujui usul tersebut. Pokoknya tetap ingin beraktivitas, toh lukanya gak parah.

"Tidak, aku sibuk. Pas nikah nanti semua jadwal harus kosong. Aku harus kerja mempersiapkan itu."

Bukan Redis namanya kalau tak melawan. Kebiasaan orang tersebut adalah harus, gak boleh dibantah.

"Pak Sam yang akan mengurus semuanya. Sekali-kali kamu harus cuti."

Dengusaan Redis terdengar, jelas ia tidak ingin diperintah. Walau itu untuk kebaikannya sendiri.

Oke, bujuk agar keinginannya terkabul.

"Ayolah Pa, Ma. Sifat suka bekerjaku menurun dari kalian. Rasanya sehari libur tanpa jadwal sangat menyiksa," ujar Redis.

Lebih tepat disebut merengek ketimbang membujuk.

Dirinya masih kukuh gak mau cuti. Selama bisa jalan, otak berproses dan ia ingin, tak ada yang bisa menghalanginya.

"Mama sudah menghubungi Rein. Dia akan datang sebentar lagi."

What, gadis merepotkan itu datang malam-malam. Bukannya bersyukur, yang ada Redis tambah sakit.

"Apa, malam-malam. Mama gak kasihan?"

Entah sadar atau tidak, kalimat tersebut keluar begitu saja dari mulut Redis. Sebuah spontanitas. Ketika sadar, ia terkekeh pelan merutuki pikiran sendiri.

Jadi, ia khawatir ke Rein?

"Dia dijemput sopir, Redis."

Sudahlah, Redis gak mau respon apapun. Terserah yang orangtuanya bilang, yang penting ia ingin istirahat.

Sejatinya orang itu kan tak peduli.

"Besok aku akan tetap bekerja. Titik dan itu keputusan final. Sekarang tolong keluar, aku ingin istirahat," ujar Redis yang sudah bersiap tidur.

Sebelum hal itu terjadi seseorang lebih dulu datang. Jadilah Redis mendengus kasar. Ia ingin istirahat!

Disana terlihat dua perempuan yang tengah menatap bingung. Cara pandang yang sulit diartikan. Entah itu kaget, marah, kesal atau sesuatu yang lain. Campur aduk.

"Sayang kamu sudah datang, tolong jaga Redis ya. Maaf jadi merepotkanmu. Eh, teman disampingmu siapa?" Nonya Sanjaya menatap teman Rein intens.

Meri yang merasa dirinya disebut langsung memperkenalkan diri.

Yang tersisa sekarang adalah Rein, Redis dan Meri. Secepat kilat Rein menghampiri tempat pembaringan Redis.

Coba pikir baik-baik, bukannya berterima kasih Rein datang malam-malam sampai terlihat seperti orang dikejar iblis, Redis malah natap datar.

Mana berdecih pula.

Harus diberi pelajaran hidup biar sadar.

Plak!

"Dasar gila!"

Redis ingin ngamuk!

Rein datang-datang memukul ia.

*****