Selamat Membaca
"I-ini ... dimana?!"
"Ibu? Bapak? Kenapa semuanya gelap?!"
"T-tolong!!!"
Pekikan demi pekikan terlontar nyaring dari Choco. Wajahnya memucat, bibir pasi dengan mata gemetar. Takut, resah, bingung, bercampur aduk menghantui pikiran gadis itu. Sungguh, ia seperti masuk dimensi lain. Saat ini netranya hanya menangkap ruangan gelap gulita tanpa penerangan. Hitam pekat di sekelilingnya serasa tak ada sudut.Bahkan suara Choco di ruangan tanpa ujung itu memantul balik. Seakan berada dalam gua purba tak berpenghuni.
"Choco?"
"L-loh?! Kok, lo di sini?!"
Choco terperanjat, tubuh Cherry tiba-tiba muncul bak teleportasi. Dia sama kagetnya dengan Choco, mereka kompak melotot satu sama lain seolah diculik bersama di ruangan gelap ini.Cherry menunjuk figuran kacamata itu.
"Kamu juga? Tapi kenapa tubuh kamu bersinar?"
"Lah, lo juga." Choco balik menunjuk.
Padahal ruangan pekat yang mereka tempati tersebut benar-benar gelap, tanpa cahaya lampu sedikit pun. Hanya sosok mereka yang tampak terlihat jelas masing-masing. Dengkusan kasar Choco keluarkan. Ia memegang dagu berpikir. "Seinget gue barusan lagi tiduran di kasur. Apa sekarang gue lagi mimpi, ya? Suram amat mimpi gue, mana ketemu cabe-cabean lagi."
"Apa? Cabe-cabean?! Kamu iri karena jadi figuran burik?" hina Cherry berapi-api. "Aku juga heran kenapa kita bisa kebetulan di sini. Padahal barusan aku di dapur ngambil minum."
"Wah, wah, wah. Ternyata kalian belum sadar, huh?"
Baik Choco maupun Cherry, kedua gadis berbanding terbalik itu serempak bungkam. Berbarengan melempar pandangan ke samping kiri yang di mana asal suara berat seorang pria terdengar.Dalam situasi dingin nan sunyi ini, sesosok raga pria menjulang yang terbalut jas hitam datang dari kegelapan. Bahkan lebih bersinar dibanding kedua gadis di depannya yang melongo.Pria maskulin berkacamata hitam tersebut mengukir senyuman. Auranya misterius seperti bukan manusia. Kalau di dunia fantasi, mungkin bisa dibilang mirip penyihir menyamar.
"Lo siapa?" celetuk Choco spontan.
"Kira-kira siapa?" Pria berjas itu malah tersenyum usil.
"Gue nanya, bego. Gak usah ngajak ngelawak, deh. Gue lagi gak mood," gerutu Choco malas.
Sedangkan reaksi pria di hadapannya mengudarakan tawa. Menyugar rambut klimisnya yang mengkilap.
"Ternyata sikap aslimu masih belum hilang, Glenda."
"Dan yang paling berubah drastis menikmati kehidupan novel ini rupanya Gina."
"L-lo kenal gue?! Lo kenal si Gina?! Lo siapa?!!" Choco bertanya bertubi-tubi saking terkaget-kaget.
Cherry cukup menjadi pihak penonton yang ikut tegang.
"Sebut saja aku Mr. Black. Pengontrol sistem universe yang kalian tinggali saat ini. Dunia novel."
Pria pemilik nama Mr. Black itu perlahan-lahan menghilangkan jarak antara dua tokoh fiksi di depannya. Seraya membuka lembaran-lembaran novel bersampul pink dengan judul 'I'm a Queen' di tangan kekarnya.Persis seperti novel milik Cherry.
"Sedari awal, sepertinya Gina yang lebih dahulu menyadari kondisi perpindahan jiwa kalian. Bagus, aku tidak perlu repot-repot menjelaskan. Sekarang poin pentingnya, tentang universe novel ini," terang Mr. Black.
Dia lanjut berbicara. "Kau tahu? Sistem dalam universe ini semakin rusak, sangat parah. Kupikir hanya kesalahan ringan, ternyata alur cerita utama dan para tokoh di sini memburuk. Termasuk kalian."
"K-kami? Maksud Anda apa?" sela Cherry heran.
Mr. Black mengangguk. "Yah, perlu kalian ketahui, seharusnya alur cerita yang kalian jalani sekarang adalah pertunangan Cherry dengan tokoh utama pria, Alter. Tapi alur malah bertele-tele dan anggota figuran sedikit merubahnya."
"Dan juga ... perasaan Alter," sambung Mr. Black, menghela napas sekejap. "Tokoh itu sudah berbeda 180°. Sepertinya dia tidak tertarik pada Cherry, tapi orang lain. Itulah sebabnya universe makin kacau."
"Orang lain?" tanya Cherry ragu. "S-siapa ... ?"
Hening. Tak ada penjelasan apapun lagi. Air muka Mr. Black berganti datar sembari menatap dalam wajah Choco. Yang ditatap pun sontak mematung.
"Coba lihat tangan kalian."
"Tangan?" Choco menunduk, sebuah jam hitam yang menampilkan angka-angka tetiba melingkar di lengannya. Begitu pula dengan Cherry.
Jam tersebut tak dapat dilepas dari pergelangan tangan mereka. Hanya menunjukkan deretan angka mulai dari detik, menit, jam hingga hari.
"Itu alat untuk mengukur batas waktu," cetus Mr. Black santai. "Sekarang, aku ingin kalian menjalani misi. Supaya universe dunia novel ini berjalan sesuai alur utama. Nanti aku akan memberi misi satu-persatu, tugas kalian cukup melakukannya selama tiga hari."
"K-kenapa gue harus ngelakuinnya?" geram Choco jengkel.
"Karena memang seharusnya." Mr. Black mengedikkan bahu tidak acuh. Dia berbalik hendak pergi dalam kegelapan.
"Tunggu!" seloroh Cherry menyengat. "Jika kami tidak berhasil menjalankan misi selama tiga hari, apa ada risiko yang kami tanggung?"
Mr. Black terdiam. Kemudian tersenyum miring.
"Tentu."
"Apa risikonya?"
"Salah satu tokoh harus mati."
***
Menjelang pagi hari, setelah mimpi buruk di ruangan gelap penuh hawa mengerikan itu, kini Choco dapat melewatinya. Meski masih keheranan. Ia merapikan seragamnya serta kacamata sambil bercermin di kamar.Choco terus melirik jam di lengan, tertera hari dan waktu yang tersisa untuk menjalani misi dari Mr. Black. Tiga hari, katanya. Namun sampai sekarang belum ada tanda-tanda misi akan datang.Memangnya Mr. Black siapa? Pengelola dunia novel ini? Atau jangan-jangan dialah dalang di balik perpindahan jiwa Glenda dan Gina?!
Ting!
"Astaga!" Choco refleks kaget, mundur selangkah saat suara dentingan mengalun.
Tepat di permukaan kaca besarnya, terdapat sebuah kalimat-kalimat beruntun warna merah. Muncul begitu saja bak sihir.
"Hai, Choco Valentine. Saya Mr. Black. Sudah siap untuk menjalani misi?"
"Ho Oh."
"Selamat, kamu terpilih sebagai figuran yang akan memperbaiki sistem dunia novel 'I'm a Queen'. Jadi, misi pertamamu sekarang adalah membuat tokoh utama dan tokoh pendamping pria bertunangan."
Choco mengernyit. "Maksudnya Cherry sama Alter?"
"Tepat sekali. Waktumu tersisa tiga hari. Buatlah mereka semakin dekat sesuai alur utama. Jika misimu gagal, maka salah satu figuran yang kamu kenal akan saya lenyapkan dari universe."
"Apa?! Jangan bilang .... "
"Kalau sudah tahu, lebih baik diam saja. Dan lakukan misi sebelum hari ketiga."
"Ck, banyak ngatur lo sistem," decak Choco bersedekap. Ia menggendong tasnya yang barusan menggantung di balik pintu. "Oke, gue jamin nanti si cabe-cabean bakal tunangan sama Alter. Gampang amat misinya."
Tulisan merah dari Mr. Black pun perlahan luntur dari cermin. Lenyap tanpa jejak di detik berikutnya. Choco pastikan, bahwa misi pertama ini akan berjalan mulus. Mendekatkan Cherry dengan Alter agar bertunangan.Sesuai alur cerita 'I'm a Queen'.
***
Terik sang raja siang menyengat kulit. Seakan tidak memberi kesempatan manusia di bumi bernapas. Sinar UV siang ini, sungguh mematikan luar biasa. Sampai Choco yang mengintip di balik pohon pinggir lapangan, sudah mirip kepiting rebus.Sekolahnya masih jam istirahat. Selama berlangsung, dimanfaatkan untuk diam memantau di tepi lapangan. Celingak-celinguk mencari seseorang. Terlihat, para cowok-cowok anggota geng DARK ZELOX sedang tanding basket di sana.
"Alter mana, sih? Giliran dicari aja ilang nge-ghosting," keluh Choco kesal.
"Nyari gue?"
"Ask Sksj!" latah Choco kambuh, pipinya disengat sesuatu kala kaleng soda dingin menyentuh kulit.
Alter mendadak berada di samping, wajah sangarnya tetap dibalut plester serta perban. Sembari menyeruput sekaleng soda. Satu kaleng lagi yang belum dibuka langsung disodorkan terhadap Choco.
"Ini."
"Apanya?"
"Buat lo, culun," sahut Alter cuek, setia menyodorkan kaleng soda.
"Oh, thanks." Tentu Choco terima, mana mungkin nolak barang gratisan. "Btw, lo kenapa gak ikut main sama anak buah lo yang lain? Mereka heboh, tuh, di lapangan main basket."
"Mager."
"Yaelah, gue kira udah bosen idup," gurau Choco. Membuka penutup kalengnya.
Mendadak ia tidak jadi minum, langsung teringat akan misi yang diberikan Mr. Black. Saking terhanyut pada obrolannya bersama Alter, Choco sampai lalai dan buang-buang waktu.Dengan mantap, segera ia menarik lengan panjang Alter. Membuat cowok batu itu menengok, dahinya mengerut ketika digeret oleh Choco meninggalkan daerah lapangan. Entah akan dibawa kemana.
"Ikut gue."
Alter rasa, dirinya yang saat ini benar-benar bodoh. Sangat bodoh. Diam mengikuti gadis yang memporak-porandakan hidupnya itu. Tanpa perlawanan seperti biasa. Entahlah, dia merasa ... nyaman.
***
"Omg, you look so pretty today." Beby geleng-geleng takjub, memuji penampilan luar Cherry.
Yasmine mengacungkan jempol. "Mantap, Queen. Akhirnya lo dapet hidayah juga. Haha."
Cherry tersenyum canggung, duduk di bangku kelasnya sambil berkumpul ngobrol bareng dua kawan bestie-nya itu. Mumpung lagi istirahat, seluruh warga kelas sibuk mondar-mandir dan ribut khas jam istirahat.Apa perubahan Cherry sangat mencolok hingga Yasmine dan Beby terkagum-kagum begitu? Sejujurnya, ia sadar. Hari ini Cherry memang sedikit 'berubah' dari segi look.
Make up natural tidak menor kayak biasanya, seragam agak longgar disambung rok selutut, juga rambut dicat warna hitam tidak disemir coklat lagi. Anggap saja nurut tata tertib, supaya tunangannya dengan Alter dipercepat.
"Eh, btw, kantin yuk. Cacing perut gue pada demo," ajak Yasmine bangkit dari bangku.
"Kuy, lah. Lo ikut gak, Cher?"
"Ah, nggak dulu, deh. Aku nggak ada niat keluar kelas. Hehe," tolak Cherry sungkan. Terkekeh sambil garuk telinga.
Wajah Yasmine cemberut. "Tumben Ratu cetar semelas ini. Gak dikasih makan, kah?"
"Yakali. Duit si Cherry kan unlimited," komentar Beby. Cewek bibir gincu itu seketika tersenyum, lalu mencolek pinggang Cherry. "Lemas belum lihat ayang Alter, ya. Hahaha."Pipi Cherry bersemu.
"CHERRY! WOI, CHERRY! GASWAT EUY GASWAT!!!"
Suara cempreng Lena menyeruak di area ruang kelas. Gadis berstatus Mak lambe turah yang up to date itu, tergopoh-gopoh menuju meja Cherry paling pojok. Seakan-akan hendak menyampaikan pesan mengguncangkan dunia.
Lena menggebrak meja Cherry. "Sumpah, lo harus liat!"
"Buset, kalem dikit ngapa," ujar Beby elus dada.
"Liat apaan, sih? NCT mau konser di sekolah kita?" tanya Yasmine.
"Ngaco. Yang ada hatinya si Cherry konser," kata Lena antusias. Dia menatap Cherry berbinar-binar. "Buruan keluar, Cher! Cepetan! Siapin mental sama oksigen biar nggak stroke dadakan."
"M-memangnya ada apa?"
"Udah cepetan keluar! Ikut gue!"
Sorot mata Cherry mengedar, tercengang ketika ia ditarik ke lapangan sekolah yang telah menjadi sarana keriuhan penghuni bangunan tersebut. Siswa-siswi berjajar sana-sini, tempat luas itu semakin sempit dipadati orang.Lena, Yasmine, Beby, mendorong tubuh Cherry untuk berjalan sendiri ke tengah kerumunan. Membuatnya cengo, mereka malah kabur lalu berbaur dengan penonton lain.
"Kenapa mereka heboh?" lirih Cherry, terpaksa maju.
"Loh?"
"Eh?"
Lima detik berselang, timbul reaksi linglung dari Cherry juga seseorang yang menghadapnya. Alter, laki-laki terbalut perban itu mematung di depannya, menggenggam sebuket bunga mawar. Dengan raut heran.Cherry tersenyum kikuk. Ia mendekat pada Alter.
"K-kamu lagi ngapain dikerumuni orang-orang?"
"Lo juga ngapain kesini?" Alter ikut bertanya.
"Bukan aku yang mau ke sini, tapi teman-teman aku yang maksa aku! K-kamu jangan salah paham! Sebenarnya aku masih bingung kenapa kita dikepung begini," cakap Cherry gugup.
Alter memasang mimik datar, termenung sebentar lalu menurunkan buket mawarnya. Membiarkan orang-orang berteriak kesetanan bak menonton sepakbola di stadion. Sementara Cherry, tersenyum malu.Mungkinkah Alter akan ... menembaknya?! Gila!
"Ck, begitu rupanya."
Mendapati Alter berbicara singkat barusan, Cherry merespons kegirangan.
"Kenapa, Alter?"
Laki-laki itu terkekeh samar.
"Dasar penipu."
15 menit sebelum kejadian ....
"Nah, jadi lo diem di sini. Anggap aja mau nembak cewek atau apalah. Bunganya diangkat, terus kudu senyum," tutur Choco serius.
Mau bagaimana lagi, Alter diam menuruti kemauan si gadis cupu itu. Disuruh berdiri tegak di tengah lapangan yang panasnya menyerupai api neraka. Lebih anehnya lagi, tangan besar Alter memegang buket mawar pemberian Choco.
Beruntung sekitar situ tidak ada murid-murid melintas, dikarenakan jam istirahat hampir habis. Tapi Alter disibukkan dengan perintah-perintah aneh dari Choco seperti ini.
"Lo mau buat apa, sih?" geram Alter, tulang kaki pegal-pegal akibat terlalu lama berdiri.
"Shhtt! Nurut sekali aja bisa gak? Gue tau gue lancang nyuruh Tuan sendiri, tapi pokoknya lo harus posisi kayak gini. Soalnya kalo berhasil, masa depan figuran bakal selamat."
Alter mengangkat sebelah alis. "Apa maksud—"
"Aduh! Perut gue mules, anjir! Gue ke WC bentar, ya! Lo jangan ke mana-mana! Diem di sini, oke??" Choco langsung meremas perutnya kesakitan, bergegas pergi sambil melambaikan tangan.
Tanpa menghiraukan panggilan Alter di belakang sana yang meraung-raung meminta penjelasan, Choco lebih memilih kabur. Terbirit-birit menyusuri koridor sampai akhirnya ia menghampiri gadis nyentrik duduk di tangga.
"Woi, lo!" panggil Choco.
Kontan Lena berhenti ghibah dengan temannya, melirik sinis Choco. "Cih, bakteri SKSD banget sama gue."
Tak peduli pada makiannya, dengan sigap Choco menarik Lena agar beranjak.
"Bilang sama Cherry, Alter nunggu di lapangan mau nembak."
"Hah?! Serius?! Alter Ketua DARK ZELOX itu?! Boss-nya Aa Regan?" lontar teman Lena, Fania.
"Iya. Buruan bilang ke Cherry, kasian yang mau nembaknya kepanasan. Kalo gak percaya liat aja sendiri." Setelah mengatakan bualan-bualan tersebut, Choco berlari kembali menaiki tangga.
Lena bengong dadakan. Kemudian lompat-lompat kesenengan.
"ANJAY! HOT NEWS, GAMES!!!"
***
Oke, mari kembali ke waktu sebenarnya.
Baru selesai pulang dari WC, sekadar melaksanakan rencana, posisi Choco telah pindah menempati kawasan lapangan ramai. Ia mengamati di tepian, pandangannya lurus menangkap dua insan yang saling berhadapan di tengah sana.Bergeser ke sudut pandang Cherry, gadis anggun itu menatap wajah Alter penuh harap. Kedua telapak tangan menyatu dengan pipi memancarkan rona pink. Alter sendiri jutek tanpa minat.
"TEMBAK! TEMBAK! TEMBAK!"
"TERIMA! TERIMA! TERIMA!"
"BURUAN JADIAN, DONG! GUE KEPANASAN KAMPRET!"
Para siswa berteriak bak supporter. Jantung Cherry nyaris meledak karena berdetak tak karuan. Ia memejamkan mata, tidak sanggup melihat laki-laki sempurna itu.
Choco yang memantau, menghela napas jengkel. "Tinggal tembak apa susahnya, sih?! Waktu gue mepet tau tiga hari doang! Biar misi gue kelar."
"Alter mau nembak Cherry, ya?"
"Hah?!" Cherry tersentak, Farez muncul layaknya hantu sembari bertanya di sisinya.
Laki-laki rambut mangkok itu tersenyum pahit. Memandang fokus ke satu titik di mana sosok Cherry dan Alter sedang digandrungi.
"Ternyata dugaanku benar selama ini, pasti suatu saat Cherry akan mendapat yang lebih baik. Lagi pula, Alter memang kandidat cocok. Beda denganku yang hanya figuran di dalam kisah Cherry."
Choco menatap sendu. Ia merasa bersalah. Padahal sedari awal sudah tahu bahwa rasa cinta Farez terhadap Cherry itu teramat besar. Namun, karena keegoisannya serta desakan misi Mr. Black, ia terpaksa membuat jarak di antara Farez dan Cherry.
"Maaf."
Farez terkejut. "Untuk apa minta maaf?"
"Gue bikin lo kecewa. Maaf."
"Ng-nggak! Aku kecewa karena apa?? Kamu jangan sedih, Choco."
"G-gue salah! Maaf!"
Justru sekarang Farez lah yang merasa bersalah, melihat badan Choco bergetar menahan tangis. Gadis itu menutup wajahnya pakai tangan, berusaha meredam suara isakan. Karena tak kuat diam, tanpa sadar Farez menarik tubuh Choco ke dalam pelukannya. Dia dekat dengan hangat sembari memberikan usapan halus di rambut juga punggung. Barulah Choco sedikit mulai tenang.
"Jangan nangis. Aku nggak suka lihat perempuan menangis."
Di sisi lain, seseorang memantau mereka dari kejauhan dengan mata menusuk hendak memakan bulat-bulat. Alter meremas buket mawarnya, rahang mengeras ketika sadar Choco berada di sana. Dipeluk oleh cowok cupu yang pingsan kemarin.
Dia berdecak.
"Sial."
***
"Widih, ada yang mau nembak tapi gak jadi, nikah."
"Kusut amat tuh muka kayak cucian gue."
"Lemes pren gak jadi dapetin ayang."
"HAHAHA."
Para anggota inti DARK ZELOX yang tengah berkumpul di cafe pribadi sebagai markasnya, kompak meledek sang Ketua terkait kejadian gagal menggemparkan sekolah tadi siang. Bahkan viral masuk medsos.Sedangkan reaksi Alter, helaan nafas berat. Mulai duduk di kursi kosong dekat Regan, sambil melempar kesal buket mawar ke atas meja. Bekas tadi. Cowok itu menyimpan dendam besar pada pelaku kejadian ini.Endingnya, ia sendiri menanggung malu.
"Bacot lo semua," gerutu Alter bad mood. Memijat dahi pusing.
Ethan merangkul pundaknya bersahabat. "Parah lo, men. Udah bagus tadi ada niatan nembak si Cherry, ngapa gak jadi?"
"Biasalah. Agak tolol memang Pak Ketu satu ini," ejek Lucas memainkan drum di panggung kecil.
"Bukan gue yang mau nembak Cherry." Sejenak, Alter mengepalkan tangan erat. "Gue dijebak sama si culun."
"Choco?" terka Zidan, usai menenggak setengah botol tequila.
"Hahaha. Masa anak beasiswa culun begitu ngasih jebakan? Lo beneran tolol apa gimana?" Regan tak habis pikir.
Alter menggeram kasar. "Serah. Pokoknya gue gak akan biarin dia hidup damai."
"Kasih paham si culun. Tapi gimana caranya dia bisa menjebak lo?"
"Jangan bahas itu," tekan Alter bernada rendah. Mengusap wajahnya sekilas. "Sekarang gue mau bikin Choco jera. Kalian bantu gue buat tuh anak culun bertekuk lutut kayak waktu itu."
"Oh, gampang." Regan menjentikkan jari santai.
Seluruh anggota DARK ZELOX sama-sama bertukar pandang, menyiratkan pikiran serupa lewat tatapan. Regan, Ethan, Lucas, Zidane, bahkan Alter sekali pun menyeringai misterius bersama.
"Let's do it."
"Huft Ahh ... beres!"
Choco menguap lebar, otot-otot tubuh direnggangkan setelah lumayan lama berkutat membungkuk untuk menulis. Ia duduk seorang di bangku perpustakaan, kemudian melihat sekitar yang tampak sepi dan damai.
Tentu saja, waktu menunjukkan pukul lima sore. Hampir Maghrib. Semburat jingga menghiasi cakrawala di luar sana, Choco menikmati pemandangan ini lewat kaca perpus dengan menopang dagu pada meja.
Burung-burung berterbangan, melintasi langit senja yang terlukis menawan. Seperti dunia nyata. Terkadang Choco lupa diri bahwa jiwanya yang sekarang bukan berasal dari dunia fiksi ini.
"Kira-kira kapan Alter sama Cherry jadian terus tunangan, ya? Apa gue bisa menyatukan mereka sebelum tiga hari kedepan? Kalo misi gue gagal, apa salah seorang figuran yang gue kenal bakal mati?"
Ia terus bermonolog, beban pikiran sangat banyak. Setiap hari selalu overthinking.
Choco melirik sebentar jam di lengannya.
***
"Lumayan ada waktu, sih."
Kriet ....
Selagi membereskan buku-buku materi yang berserakan, suara decitan pintu perpus terdengar dibuka. Choco terpaku, melongok memastikan siapa yang masuk. Nihil, tidak ada siapa-siapa. Angin sepoi berhembus kencang menerobos lewat pintu terbuka setengah itu. Choco menegak ludah, jangan-jangan genrenya berubah jadi horror.
Cepat-cepat ia mengemasi barang ke dalam tas, lalu terburu-buru lari berniat keluar. Keadaan semakin mencekam, benar-benar tidak enak ditempati lagi. Bulu kuduk saya merinding.
Grep!
"AAAA!!!"
Tas Choco ditarik dari belakang, menyeret sang korban yang menjerit takut nyaris pingsan. Mulut Choco tiba-tiba dibekap menggunakan sapu tangan dicampur bius, kemudian tubuhnya diseret oleh dua badan laki-laki tinggi.Regan menyandarkan badan Choco di rak buku yang tak sadarkan diri sebab pengaruh bius. Sedangkan partner-nya yaitu Zidan, mengibaskan tangan seolah terkena kotoran.
"Ewhh, kuman gembel nempel di tangan suci gue."
"Habis ini gimana?" tanya Regan.
"Mana tau, lah. Coba telpon Pak Ketu. Kan dia tuh yang bikin ide gila ini," usul Zidan.
"Pinter juga lo."
"Bujang Bandung gitu, lho." Zidan bergaya eksis dengan senyum bangga.
Regan memutar mata malas. "Sok iye lu, Mamat."
"Bapak gue, asw."
Mengabaikan segala ocehan-ocehan tak berguna Zidan, Regan kembali melanjutkan rencana. Dia menyalakan ponsel, menghubungi satu nomor yang berperan penting dalam aksi ini.Beberapa menit menunggu, sambungan Regan untuk Alter terhubung.
"Woi, si culun udah gue beresin. Selanjutnya gimana?"
" .... "
"Oh, sekarang?"
" .... "
"B-bentar ... lo serius? Apa gak terlalu—"
" .... "
"O-oke, gue lakuin sama Zidan. Habis ini gue lepas tangan, ye. Lo aja yang tanggung jawab kalo ada masalah."
Alter memutuskan sambungan sepihak dari seberang sana. Regan lekas memasukkan ponsel ke saku celana, lalu menepuk bahu Zidan.
"Gimana katanya?" tanya Zidan kepo.
"Kita lakuin dulu. Sebelum terjadi masalah lain."
Kerutan bingung tercetak jelas pada dahi Zidan. "Emangnya si Alter ngomong apa?"
Regan menatap bimbang.
"Itu .... "
***
Puas, pastinya. Seulas senyum singgung Alter tampilkan, berleha-leha di kursi ruangan CCTV bersama dua anggota bawahannya. Titik fokus tetap lurus ke layar, memperhatikan seksama CCTV bagian perpustakaan.Dalam tampilan tersebut, Zidan serta Regan melakukan apa yang disampaikan. Membekap Choco, mengerjai gadis itu, sampai kapok. Berhubung dianya pingsan, ini kesempatan emas bagi Alter agar dapat membalas perlakuan Choco yang sempat membuatnya malu seantero sekolah.
"Wah, gila," tanggap Ethan, ikut mengamati layar CCTV. "Serius ini ide lo?"
"Sadis juga Pak Ketu. Tuh si culun sampe pasrah diapa-apain sama duo bangke," pungkas Lucas menyeruput kaleng soda dingin.
"Bagus, biar dia tau rasanya malu."
"Tapi cok, kalo sampe kesebar gimana?" tanya Ethan ragu.
"Hooh. Jangan sampe pihak sekolah tau."
Alter bersandar pada sandaran kursi, kedua kaki saling bertumpu dengan tangan terlipat di dada. Ia menyeringai kecil.
"Justru makin bagus. Lo tau posisi Choco di sekolah apa? Kalo mungkin ini disebar, orang bakal memihak kita," ujar Alter enteng. "Ini peluang besar buat kita ngusir tuh culun dari sekolah."
"Mantep. Otak lo kadang-kadang berguna juga." Ethan tertawa menggelegar.
Lucas turut angkat suara. "Bukannya kemaren-kemaren lo kekeh banget nguber-nguber si Choco? Kenapa sekarang malah pengen dia dikeluarin?"
"Salah?" Alter bertanya singkat.
"Kagak, sih. Galak amat buset."
***
"Udah?" Regan berseru, nafasnya terengah-engah saat berlari keluar meninggalkan perpustakaan.
Zidan yang sama lelahnya di sebelah, mengangguk-angguk.
"Sip, tinggal lo setorin ke si Alter."
"Tapi cok, gue rasa ini keterlaluan," ungkap Zidan, menyalakan ponselnya lalu memutar ulang video berdurasi lama yang baru diambil. "Serius si Alter bakal nyebar video ini?"
"Ya Iyalah, kalo kagak mana mungkin dia nyuruh kita ngelakuin 'itu' ke si Choco," decak Regan. Meninggikan badan hendak melanjutkan perjalanan. "Dahlah, mending kita go home. Biar nanti Pak Ketu sendiri yang nanggung."
Raut tak tenang membaluti permukaan wajah Zidan, cowok berikat kepala merah itu sedikit cemas. Dia menatap layar ponsel, menonton video yang di mana Choco dibuat semena-mena olehnya dan Regan barusan di perpustakaan.Zidan menoleh ke belakang, memandang dua detik perpustakaan sebelum akhirnya ikut pergi menyusul Regan.
"Maafin gue, Choco.! "
Bersambung