Selamat Membaca
Tiga orang sahabat sedang duduk di kantin sekolah. Suasana di situ amat sunyi. Ketiganya sibuk dengan makanan masing-masing.
BRAK!
Reynand, Gina, dan Abila terlonjak kaget. Mereka mendongak menatap siapa pelaku yang baru saja menggebrak meja mereka.
"Apa-apaan, sih?" ketus Reynand yang langsung bangkit dari duduknya.
"Lo pasti tahulah, apa tujuan gue ke sini. Kayak baru pertama kali aja," jawab Gian Vero Arlando, berandalan nomor satu di SMA Andelanska, sekaligus Ketua Aodra. Bila ditanya tentang kekayaannya, tidak usah diragukan lagi, dia sangat-sangat kaya. Orang tuanya merupakan pengusaha ekspor impor barang yang sangat sukses. Namun, memalak siswa-siswi SMA Andelanska sudah menjadi kebiasaan untuk Gian dan Geng Aodra. Geng Motor yang paling ditakuti oleh seluruh siswa SMA Andelanska dan sekitarnya. Mereka adalah penguasa daerah sekitar.
"Gak untuk hari ini! Gue muak, ya, harus nurutin kemauan lo terus!" ucap Reynand ketus.
"Wah, berani-beraninya lo ngelawan kita. Mau berantem? Ayo!" sahut Teza Moreno, laki-laki bertubuh kekar yang akan selalu siap pasang badan bila ada yang mengusik Aodra. Kemampuan bertarungnya tidak main-main.
"Gue gak takut sama lo, ya, s*al*n!"
"Stop! Bisa gak, sih, sehari... aja kalian gak usah malakin Reynand? Kalian pikir keren kayak gitu, hah? Enggak sama sekali, dude!"
Gian terkekeh pelan. Ia mendekati Abila lalu memegang dagu gadis itu lalu mencengkeramnya sedikit. "Siapa lo berani ngomong sama gue? Anak baru gak usah belagu!"
Abila menghempaskan tangan Gian dari dagunya. "Siapa lo berani megang-megang gue? Berandalan aja belagu!"
Gian mengepalkan tangannya kuat. Ia sudah menaikkan tangannya ke udara, siap untuk menampar Abila. Namun Reynand dengan sigap menahan tangan Gian. "Laki bukan lo? Laki-laki yang berani main tangan sama cewek, gak lebih dari seorang banci!"
Gian melepaskan tangannya dari cekalan Reynand, lalu dengan gerakan cepat memukul rahang laki-laki itu. Pertengkaran di antara mereka pun terjadi. Pukulan bertubi-tubi Gian berikan kepada Reynand. Tidak mau kalah, Reynand pun turut membalas pukulan Gian. Keduanya benar-benar dibuat babak belur dengan pertempuran kali ini.
"Daripada nontonin mereka berantem, mending lo layanin gue. Kalau kata gue, sih, lo cantik, Bil," ujar Diondra Zedarca, salah satu Anggota Inti Aodra. Anggota yang sifat dan kelakuannya paling buruk. Kehidupannya hanya berpusat pada alkohol dan selangkangan.
"Cari cewek di club, Dion! Bukan di sekolah kayak gini," sahut Regan Aksanova, Anggota Aodra yang paling dingin. Dia sangat irit bicara.
"Kalau di sekolah aja ada yang cantik kayak gini, ngapain gue harus nyari ke club."
Abila mengepalkan tangannya kuat. Ia paling tidak suka melihat laki-laki kurang ajar seperti Dion. "Gina, lo diam di sini."
Gina hanya mengangguk takut. Sedari tadi ia hanya diam membeku, tidak tahu harus berbuat apa.
"Sini lo, s*al*n! Cowok br*ngs*k kayak lo gak bisa dikasih tahu baik-baik!" Abila menendang selangkangan Dion. Bermula dari situ, ia akhirnya beradu pukul dengan laki-laki itu.
Dion tidak menerima pukulan begitu saja, persetan dengan Abila yang merupakan seorang perempuan. Laki-laki itu memukul pipi Abila hingga tertoleh ke samping. Bekas biru dapat Dion lihat di sana.
"Gak usah main-main sama gue! Lagian gue cuma bercanda. Siapa, sih, yang mau sama cewek kasar kayak lo!"
Abila memegang pipinya yang dibogem dengan kuat. Lantas, ia melayangkan pukulan ke perut Dion. Gadis itu memberikan pukulan bertubi-tubi kepada laki-laki itu. Hingga akhirnya Dion tumbang, Abila menginjak dada laki-laki berusia delapan belas tahun tersebut.
"Jangan lo pikir karena gue cewek, gue bakal takut sama lo, gitu? Enggak sama sekali, Dion! Cowok modelan lo ini, harusnya dimusnahkan dari muka bumi! Karena apa? Karena cowok kayak lo hanya akan merugikan dan mengancam kehidupan para wanita. Lo sama ratakan cewek baik-baik sama l*nt* yang sering lo pake di club itu! Jijik gue sama lo sumpah. Mati aja lebih bagus!"
Gian dan Reynand yang sudah sama-sama tumbang, seketika membatu di tempat melihat aksi Abila. Alaska, dan semua siswa-siswi di kantin pun turut melihat apa yang dilakukan sang murid baru. Bisakah mereka mengatakan jika Abila adalah gadis pertama yang berani macam-macam dengan Anggota Aodra? Sungguh, rasa beraninya sangat tinggi.
"Itu temen lo, Nand? Berani juga, salut gue," ujar Gian.
"Berisik! Gak usah sok akrab."
"Dih, siapa juga yang mau akrab sama lo? Gue cuma salut aja, sih. Abila itu cewek pertama yang berani giniin Anggota Aodra. Harusnya dia jadi bagian dari kami, bukan bagian dari anak-anak culun kayak lo dan si bisu itu!"
"Jaga mulut lo, Gian! Gina punya nama!"
Gian tertawa terbahak-bahak. "Kalau gue suka manggil dia bisu emangnya kenapa? Kan, itu kenyataan."
Reynand ingin melayangkan pukulannya lagi. Namun ia urungkan karena tidak mau memulai pertengkaran ronde kedua.
"Sekali lagi gue liat lo dan temen-temen berandal lo itu gangguin Reynand dan Alaska, gue gak akan segan-segan laporin kalian ke polisi! Camkan itu, Dion!" Abila meninggalkan Dion lalu menarik tangan Alaska pergi dari kantin. Suasana hatinya berubah menjadi sangat buruk siang ini.
Reynand menyusul dua orang sahabatnya itu.
Dan disinilah mereka sekarang, UKS SMA Tunas Bangsa.
"Astaga, Nand. Itu lo babak belur banget. Sini gue obatin," ujar Abila.
"Lo juga luka, Bil. Lebam di mana-mana. Mending lo obati luka lo aja dulu, gue bisa diobatin sama Alaska, kok."
"I—iya, gue obatin luka gue dulu."
Abila mengobati lukanya sendiri. Rasanya sangat sakit saat Reynand menolak bantuannya tadi. Lagi dan lagi, Gina selalu diutamakan.Sementara itu, Gina dengan telaten mengobati luka di wajah pacarnya.
"Ssst, sakit, Gina," lirih Reynand saat Gina tidak sengaja menekan luka tersebut.
"Maaf, aku gak sengaja."
"Iya, gak papa, kok."
Reynand memandang lekat wajah Alaska. Wajah mereka tidak terlalu jauh, karena Alaska sedang mengobati luka di wajah Reynand.
Reynand tersenyum simpul. "Kamu cantik banget, Sayang."
Mata mereka bertemu. Gina pun tak mampu menyembunyikan senyumannya. Memangnya siapa yang tidak salah tingkah bila ditatap sedalam itu oleh sang terkasih?
"Gak usah liatin aku kayak gitu, aku malu."
"Iya-iya, maaf."
"Hmm, gue duluan ke kelas, ya. Kalian nyusul aja nanti," sahut Abila.
"Iya, Bil. Maaf, ya, karena ngebela gue, lo harus babak belur kayak gini."
"Gak papa, kok, Nand. Udah kewajiban gue sebagai sahabat buat selalu ngebela lo."
Reynand tersenyum simpul. Lantas, ia kembali memfokuskan dirinya kepada Gina saat Abila sudah pergi dari UKS.
"Aku pengen, deh, punya geng motor kayak Gian dan temen-temennya. Pasti keren kalau aku kayak gitu. Kamu juga gak akan dirundung lagi," ujar Reynand.
Gina tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Ia tahu, pasti Reynand ingin mempunyai teman laki-laki. Namun, apa boleh buat? Takdirnya sudah seperti ini.
"Kita harus lakuin apa, ya, supaya gak dibenci satu sekolah lagi? Emang kita seburuk itu, Nand?"
Reynand menggeleng lalu merapihkan rambut Gina yang sedikit berantakan. "Kita gak seburuk itu, kok. Kita hanya perlu keberanian untuk bebas dari semua ini. Liat, kan, Abila tadi? Kenapa dia gak dirundung sama anak-anak? Padahal dia temenan sama kita. Itu karena dia berani, Ka. Dia berani melawan, dia berani ngomong, dia berani menegakkan keadilan.Maka dari itu, mulai sekarang aku gak mau biarin anak-anak Aodra malakin aku lagi, Ka. Aku bakal lawan mereka kayak tadi. Gak peduli aku bakal sering babak belur, keluar masuk Ruang BK, yang penting keadilan ini harus ditegakkan."
Tangis Gina pecah. Ia menunduk lalu meremas kuat rok khas SMA Tunas Bangsa yang berwarna navy. Ia kembali mendongak, lalu menggerakkan tangannya tanda mulai berbicara melalui bahasa isyarat. "Aku, kan, udah pernah bilang ke kamu, kalau pacaran sama aku itu hanya akan menambah beban kamu, Nand. Kalau kamu masih ada celah untuk orang lain suka sama kamu, tapi aku? Gak ada sama sekali. Aku bisu, gak cantik, gak bisa bela diri, gak ada yang bisa dibanggakan dari aku. Lebih baik kamu terima Abila, Nand. Dengan pacaran sama dia, kamu gak akan dibenci satu sekolah lagi. Karena kamu pacaran sama anak yang berani dan keren banget kayak dia. Kamu juga akan lebih bahagia sama dia, Nand. Pasangan kamu bisa diajak bicara dengan normal, gak melalui bahasa isyarat kayak aku ini."
Reynand memegang kedua bahu Gina. Pandangannya mengabur karena terbendung oleh air mata. "Selama ini aku gak pernah bahagia, Ka. Prestasiku gak pernah dianggap, aku juga gak ada temen. Menurut kamu apa yang bisa aku banggain dari hidup aku yang kayak gini?"
"Cuma sama kamu, Gina. Cuma sama kamu aku merasakan yang namanya bahagia. Sisanya, gak ada yang bikin bahagia. Kamu paham sampai sini?" Reynand mengambil tubuh Gina masuk ke dalam dekapannya.
"Setelah ini, kita mulai semuanya dari awal. Menjadi Reynand dan Gina yang berani. Berani bertindak, berani melawan, dan gak akan dibenci satu sekolah lagi. Kamu mau, kan, ubah semua ini?"
"Iya, aku mau. Makasih, Nand. Kamu banyak kasih aku motivasi dan semangat buat menjalani kehidupan yang kejam ini."
"Kamu lebih memotivasi aku, Sayang. Thank you so much."
Bersambung