Nanti malam akan diadakan prosesi ijab kabul di rumah mempelai wanita, pagi itu semua disibukkan dengan berbagai persiapan. Di rumah mempelai priapun tak kalah sibuknya, semua keluarga dan tetangga mulai berdatangan mereka bergotong royong bahu membahu, sudah menjadi kebiasaan di desa itu disetiap hajatan tanpa diminta mereka datang membantu mempersiapkan segala keperluan. Ya, di rumah mempelai pria sedang dipersiapkan seserahan yang akan dibawa nanti malam, ditengah kesibukan itu nampak Ramona dengan gaya rambut barunya yang dicat pirang pudar, walau dijepit asal-asalan membuatnya tetap terlihat imut dan cantik. Dengan tas ransel hitam dipundak, kaus oblong kuning bergambar emotion senyum dibalut dengan celana jeans biru langit dan sandal traveling warna senada dengan kaus, menuju parkiran motor dan segera melaju menyusuri jalanan, mungkin karena sibuk sehingga tak ada yang memperhatikannya.
Ternyata pagi itu dia menuju Mesjid Agung, tujuannya hanya satu menenangkan diri. Rupanya seseorang sempat melihat kedatangannya, dia mengawasi setiap gerak gerik Ramona dari mulai dia menunaikan sholat dhuha dua rakaat dengan sujud yang lumayan lama lalu segera keluar menuju menara yang berada di pojok barat daya mesjid, Tak ada aktifitas berarti yang dia lakukan, naik lift dan berdiri disudut menara. Dia berdiri mematung menatap keluar seakan menikmati indahnya kota tapi sepertinya bukan hendak menikmati indahnya kota karena dia tidak menyewa teropong. Ramona tidak menyadari jika ada seseorang yang mengikutinya tentu jaraknya tidak terlalu dekat agar tidak menimbulkan kecurigaan. Kehadirannya sudah jelas menarik perhatian, sudah cantik, imut kulitnyapun putih dan mulus menggoda iman.
"Tak akan ada yang mencariku, toh aku pamit atau tidak tak akan ada yang perduli", Batin Ramona air matanya sebentar lagi akan tumpah, dia segera mengambil kaca mata hitam khusus untuk wajah oval dan memakainya agar tak ada yang melihatnya menangis.
Seseorang menyodorkan tissu padanya.
"Maaf aku rasa kau membutuhkan ini"
Dengan ragu Ramona menerimanya, dipandanginya dengan seksama laki-laki yang menyodorkan tissu padanya. wow, bak pangeran dari negeri dongeng, kulit eksotis, wajah tampan dengan tubuh atletis dengan sorot mata yang tajam tapi teduh.
"Terima kasih !" Ramona salah tingkah.
"Fajar Abbas" Fajar mengulurkan tangan memperkenalkan diri.
"Ramona Hendrinata" Ramona menyambut uluran tangan Fajar, bak terkena sengatan listrik, jantungnya berdetak kencang sepersekian detik.
"Sudah sarapan belum, kita cari cafe terdekat yuk" Ajak Fajar yang disusul dengan anggukan ragu-ragu Ramona dan melepas jabatan tangannya.
Keduanya turun 1 lantai melalui lift menuju kampoeng menara resto yang berada di lantai 18. Mereka sengaja mengambil tempat paling pojok agar bisa sekalian menikmati indahnya kota. Karena masih pagi mereka memesan makanan ringan dan teh hangat. Sebelum pesanan tiba Fajarlah yang memulai percakapan.
"SMP atau SMA ?" Tanya Fajar ragu karena Ramona terlihat imut.
"Kelas 3 SMA" Jawab Ramona sambil menunduk meremas tissu.
"Oh, rencana lanjut dimana ?"
"Lom kepikiran".
"Kita sarapan yuk" Ajak Fajar saat hidangan telah disiapkan.
Keduanya menikmati sarapan dalam diam, hanya pikiran mereka yang berkelana. Ketika selesai mereka masih tetap duduk dan belum beranjak meninggalkan resto, meja telah dibersihkan. Fajar ingin mengenal Ramona lebih jauh, dia benar-benar sangat tertarik dengan gadis imut di depannya ini. Aha...Cinta pada pandangan pertama terpaut usia lebih muda 3 tahun darinya. Dia yang berprofesi sebagai guru Pendidikan Psikologi di Pesantren AlFalah sangat tahu jika gadis imut yang berada dihadapannya ini perlu mendapat perhatian serius. Gadis yang berasal dari desa Sekarwangi kelas 3 SMA Negeri 1, Sangat mencintai ayah dan kakak-kakaknya dan belum setahun ditinggal ibunya. Mungkin inilah penyebabnya, tapi masih sangat tertutup.
"Setelah ini kemana, mau abang antar pulang ? nanti ayahmu kebingungan mencarimu !" Fajar memecah keheningan setelah tadi sempat mengorek keterangan sekilas tentang Ramona.
"Tak akan ada yang mencariku" Ramona tersenyum tipis. Matanya mulai berembun lagi, ni orang terlahir dalam bak mandi kali mudah sekali mengeluarkan air mata. Fajar menatapnya bingung.
"Ntar dari sini kemana ?"
"Mesjid"
"Baiklah, kebetulan abang juga hendak ke mesjid. Besok kami akan mengadakan pesantren kilat di aula lantai 2 mesjid, mau gabung ?"
Tanpa berpikir panjang Ramona menganggukan kepala, dia benar-benar sangat rapuh.
Di rumah Yusran nampak kebingungan mencari keberadaan Ramona, dia baru tersadar setelah Nikita menelpon menanyakan keberadaannya. Dia benar-benar menyesal, kakak kayak apa dirinya ? Nikita saja hanya seorang sahabat bagi Ramona sangat memahami kondisi adiknya mengapa dia sampai lupa ? Yusran sangat frustasi.
"Liat Mona gak ?" Hampir semua orang yang berada di dalam rumah tak ada yang tau keberadaannya.
"Tante liat mona gak ?" Yusran bertanya kepada tante Mala yang sedang menghias dekorasi pengantin di ruang tamu.
"Tante gak yakin sih, tapi tadi tante berpapasan dengan seorang gadis cantik dengan rambut sedikit pirang memakai kaus kuning mengendarai motor keluar dari halaman rumah" Jawab Tante Mala.
"Pirang ? Busyetttt....!" Yusran segera masuk ke kamar ayahnya hendak pamit mencari Ramona.
Pak Hendrinata sedikit terkejut, dia juga baru menyadarinya. Pak Hendrinata menarik tangan Yusran untuk duduk sebentar di ranjang bersamanya.
"Maaf, papa salah, papa sedikit nervous jadi lupa ama anak bungsu papa itu"
"Papa tau Mona mengganti warna rambut ?" Tanya Yusran seakan tidak perduli dengan rasa bersalah ayahnya. Diapun sama bersalahnya, karena baru tiba tadi pagi dari lokasi KKN jadi belum tahu bagaimana perkembangan Ramona.
"Iya, kemarin dia sempat minta maaf karena gak minta izin mengecat rambut" Pak Hendrinata menarik nafas panjang.
"Papa memarahinya ?"
"Tidak, papa bahkan memeluk dan memaafkannya. Papa tau itu bentuk kegundahan hatinya, sepertinya dia sangat terpaksa menerima keadaan ini"
"Terus ?"
"Yusran, apa sebaiknya papa membatalkan saja pernikahan ini ?"
"Itu gak mungkin pa, sudahlah jangan resah aku yang akan mencarinya". Yusran hendak beranjak meninggalkan ayahnya ketika terdengar seseorang mengetuk pintu.
"Sepertinya Ramona sudah kembali" Begitu suara seorang ibu terdengar di balik pintu.
Yusran segera bergegas keluar, dilihatnya seorang anak laki-laki sebaya adiknya memarkir motor Ramona di halaman. Dibelakangnya nampak berjalan canggung Ramona dan seorang laki-laki tampan berpakaian rapi kayak seorang guru. Rupanya Ramona diantar Fajar menggunakan mobil dan motor Ramona dibawa oleh salah seorang santri Al-Falah.
"Dari mana saja ? aku baru saja hendak mencarimu, itu siapa ? Yusran segera mendekap adiknya.
"Rambut hitam bagus kok dicat pirang, jelek tau" Bisik Yusran, namun dia tak bisa marah karena dia tau adiknya sangat labil.
Ramona seakan tersadar ada orang lain lagi berdiri tak jauh dari mereka berdua segera melepas pelukan kakaknya.
"Kenalkan kak, ini ustad Fajar, dan itu Tsabit" Ramona memperkenalkan keduanya yang disambut hangat oleh Yusran.
"Yusran"
Setelah perkenalan itu Yusran mengajak mereka duduk namun Fajar menolak dengan halus karena masih harus mempersiapkan segala keperluan untuk acara besok. Matanya sempat melihat persiapan seserahan kawinan, dugggh !Jantungnya berdetak kencang jangan-jangan gadis yang baru dikenalnya itu akan dinikahkan paksa makanya terlihat frustasi. Pikir Fajar namun dia segera pamit.
"Ayo cerita ketemu pangeran tampan itu dimana hayoo" Tanya Yusran penasaran begitu mereka masuk ke dalam rumah.
"Aku capek kak mau tidur" Ramona mengelak dan segera berlari masuk kamar.
Yusran segera menyusulnya, tujuannya ingin menjahili adiknya dan membuatnya tertawa bahagia seperti sebelum-sebelumnya.
"Gagahnya ustad itu...wow, deg-degan aku." Yusran berhasil menyusul Ramona dan langsung duduk di pinggir Ranjang. Ramona sendiri berbaring memeluk bantal.
"Sadar kak....ingat kisah Nabi Luth woii"Ramona memukul kakaknya dengan bantal.
hahahahahahahahhaha....mereka tertawa bersama.
"Mau tau aja atau mau tau banget"
"Banget"
hahahahahaha....
Yusran bahagia melihat adiknya tertawa lepas