webnovel

Chapter 14 - Kau sudah membuka mata? (2)

Frey tersenyum ramah.

"Hai." Satu orang lagi muncul dari balik dinding. Wistar melambaikan tangannya pada Valias dengan senyum serupa dengan sang kakak putra mahkota.

"Sore, yang mulia."

"Haha.. kau sudah tidak terlalu pucat lagi. Alister mendandanimu dengan baik. Kelihatannya kau juga sudah makan."

"Sudah, yang mulia. Alister sepertinya meminjam dapur untuk membuat sup."

"Ya, ya. Sudah seharusnya begitu. Kau sedang tinggal di istana. Tentu saja kau dan pelayanmu bebas menggunakan fasilitas-fasilitas di sini. Sepertinya aku tertarik untuk mencoba makanan buatan pelayanmu."

Frey melirik dan mendapat senyum palsu dari Alister.

Frey mendengus meski masih dengan mulut tersenyum melihat senyum milik pelayan itu. "Aku pikir selama seminggu, lukamu sudah lebih baik?"

"Saya sudah tidak merasa sakit, yang mulia. Terimakasih untuk perhatian Anda." Valias berkata dengan kepala yang direndahkan.

"Kau sudah melindungi kakakku. Sudah sepantasnya kau mendapatkan itu." ikut bicara Wistar.

"Kau benar, adikku. Sekarang, bagaimana jika kita berbincang, tuan muda Valias?" Frey melihat pada Valias dengan senyum biasanya. Yang tidak tahu tentang apa yang akan putra mahkota itu bicarakan tapi tetap akan melayani perbincangan itu.

"Tentu." Valias membawa kakinya ke lantai. Alister langsung berjalan cepat menghampiri Valias.

"Kau bisa diam di sana. Kau mau kemana?" tanya Frey tidak mengerti.

Valias tertawa dalam hati.

Kau pikir aku bisa duduk santai dengan selimut itu sambil diinterogasi olehmu?

"Saya akan merasa tidak nyaman jika menjadi teman berbincang yang mulia sambil duduk di ranjang seperti itu. Setidaknya saya harus duduk di tempat yang sama dengan Anda, yang mulia."

"Oh.. Kau pria yang sangat sopan, Valias." Wistar menonton Valias yang berjalan ke arah sebuah meja di tengah ruangan dengan bantuan Alister.

"Silahkan, yang mulia Frey. Pangeran Wistar."

"Haha. Baiklah.." Frey duduk di salah satu kursi setelah dipersilahkan oleh Valias. Wistar duduk di kursi lain, dan akhirnya Valias mendudukkan dirinya di bangku di depan Frey Nardeen.

"Silahkan yang mulia."

"Aku akan langsung ke intinya."

Frey membuka mulut setelah kembali dipersilahkan oleh anak misterius Count berambut merah di hadapannya. Wistar yang mendengar kakaknya bicara langsung menahan nafas dengan wajah tersenyum kecut. Peluh muncul di sisi keningnya.

"Aku pikir aku bisa bertanya tentang asal usulmu? Kenapa namamu tidak pernah disebutkan sebagai anak pertama Count Hadden Bardev. Dan kenapa kau akhirnya muncul sekarang?"

Kenapa sekarang? Di acara yang kuadakan. Di hari penyerangan itu.

Frey mengamati Valias. Meneliti ekspresinya.

Wajah itu tampak begitu tenang seolah dia sudah menduga pertanyaan seperti itu akan diberikan padanya. Mata itu juga memandang balik Frey Nardeen dengan begitu tenang dan percaya diri.

Frey menganggap orang di hadapannya itu begitu menarik. Frey ingin mengupas segala hal terkait Valias Bardev. Orang yang sudah mendorongnya di hari penyerangan itu, dan tertembak panah ketika seharusnya dirinyalah yang tertusuk.

"Saya yakin yang mulia sudah melakukan penyelidikan lebih dulu. Mungkin yang mulia juga sudah memiliki beberapa dugaan." kata Valias.

"Ha." Frey tidak bisa tidak tertawa melihat bagaimana Valias Bardev begitu tenang menghadapinya. "Kau benar. Aku sudah menyuruh orangku untuk menyelidikimu. Alasan keluargamu pulang lebih dulu adalah karena aku yang mendorong mereka agar orangku bisa menyelidiki keluargamu."

Frey melirik Alister yang berdiri khusyuk dengan mata tertutup. Senyum palsu itu tidak berubah sama sekali.

Mereka sudah menduga hal ini? Apakah caraku waktu itu terlalu mudah dibaca?

Tapi Frey sudah sering berbicara dengan banyak orang. Dia sudah biasa mempengaruhi dan menghipnotis lawan bicaranya. Dia juga pandai membaca pikiran dan gerak gerik orang-orang.

Mereka benar-benar sudah menduga ini.

Frey melihat ketenangan dan tidak adanya respon Valias dan pelayannya sebagai bukti bahwa mereka sudah menduga maksud di balik kepulangan awal keluarganya. Dan paksaan agar Valias tetap berada di istana hanya dengan satu pelayan.

Agar aku bisa berbincang empat mata dengannya.

Frey sudah beberapa kali bertemu dengan Count Hadden Bardev dalam beberapa acara yang diselenggarakan ayahnya, yang mulia raja. Hadden bukan orang yang pandai berbohong. Tapi juga bukan orang yang akan membeberkan rahasia dengan mudah.

Frey bisa menginterogasi Hadden langsung, sebagai pihak yang menyembunyikan rahasia keluarga dan keberadaan anak pertama berambut merahnya. Bagaimana dia akhirnya menunjukkaan keberadaan sosok anak pertamanya dan membawanya ke istana dimana orang-orang bisa melihatnya, menunjukkan bahwa Count Hadden berencana mengumumkan anggota baru keluarga Bardev.

Tapi Frey juga tertarik mendengar jawaban dari Valias. Tokoh utama dari rahasia keluarga Count itu. Dan pahlawan yang sudah melindunginya dari kematian, seorang calon raja.

"Adopsi, atau anak di luar nikah. Yang mana menurutmu?" Frey memandang Valias dengan pandangan sarkas.

Valias memejamkan matanya pelan.

Yang mana? Akupun tidak tahu.

Valias belum mencari tahu kelengkapan latar belakang Valias Bardev. Warna rambutnya terlalu berbeda dengan anggota keluarga lainnya. Ruri berambut hitam. Dina, Danial dan Hadden berambut coklat. Valias juga memiliki tebakan yang sama dengan putra mahkota di hadapannya.

Sekarang aku harus menjawab apa?

"Jika saya memberitahu yang mulia, apakah yang mulia akan menjaga rahasia ini?"

Frey tersenyum. Dia mengangkat sebelah alisnya. "Ayahmu membawamu ke acara ulang tahunku. Semua orang pasti sudah membuat dugaan yang sama denganku. Rahasia apa yang ingin kau rahasiakan?"

"Anda benar." Valias tersenyum kecil.

"..Alister, bisa kau jelaskan ceritaku pada yang mulia putra mahkota?"

Alister yang sejak tadi berdiri khusyuk dan diam-diam menyimak menaikkan sebelah alisnya

"Anda tidak ingin mengatakannya sendiri?"

"Kisahku tidak menarik sama sekali. Daripada menceritakan kisahku sendiri, aku lebih memilih mendengarkan bagaimana sudut pandang orang lain tentang kisahku."

Frey mengerdipkan mata. "Ha. Kau benar-benar menarik, Valias Bardev. Baik, mari kita dengarkan penjelasan dari pelayanmu." Sang putra mahkota kerajaan Hayden menyeringai antusias.

"Anda yakin, tuan muda?"

Alister memandangi tuan mudanya yang tengah duduk dengan memejamkan mata. Alis Alister terangkat naik.

Valias mengangguk mantap. "Katakan apapun yang ada di pikiranmu."

"..Saya mengerti."

***

"..Jadi dugaanku benar?"

"Tepat sekali, yang mulia."

"Ha.." Sebuah helaan nafas terdengar. Sang putra mahkota meletakkan telapak tangannya di keningnya.

Frey merasa lelah menghadapi Valias setelah mendengar cerita dari Alister.

"Sepertinya perubahanmu benar-benar mengejutkan orang-orang di kediaman Bardev. Bagaimana seseorang bisa memutuskan untuk berubah tiba-tiba seperti itu?" Wistar menyandarkan dagunya pada tangan kanannya.

"Sekarang, aku akan bertanya satu hal lagi." Frey melihat Valias tajam. "Penyerangan itu, apakah kau tau sesuatu?"

Raja Hayden meninggal akibat racun dari panah itu. Frey juga seharusnya mati, tapi dia tidak tertembak panah itu. Sedangkan Valias, yang tidak mendapatkan tindakan dari tabib, tetap hidup.

Yang berbeda adalah aksi yang dilaporkan padaku.

Valias Bardev, mencabut panah yang menancap di lengannya sendiri, menghisap lukanya dan meludahkan darah di mulutnya. Lalu memperparah lukanya sendiri hingga berkantung-kantung darah keluar dari lengannya. Kemudian Valias Bardev tidak sadarkan diri karena kehilangan banyak darah selama satu pekan.

Aku tidak yakin. Apakah itulah metode yang benar untuk mengatasi racun?

Para tabib tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan kondisi Chalis Nardeen. Dan akhirnya ayahnya meninggal sehari kemudian. Tapi karena Valias tahu, dia bisa menolong dirinya sendiri.

Tidak akan aneh jika Frey curiga Valias mengetahui sesuatu tentang racun yang bisa digunakan untuk membunuh seseorang. Apalagi aksinya mendorong Frey seolah dia tahu bahwa panah itu akan ditembakkan kearahnya.

Frey menatap Valias tajam.

Jika dia ada kaitannya dengan penyerangan itu...

Valias menyadari kewaspadaan yang tertuju padanya. "Saya tidak tahu, yang mulia. Kabar kematian yang mulia raja mengejutkan saya. Keberhasilan saya menyadari datangnya panah adalah murni keberuntungan."

"Lalu kau pikir bagaimana kau akan menjelaskan tentang yang mulia raja yang tidak selamat sedangkan kau masih bernafas di hadapanku saat ini?"

"Ah.."

Wistar meringis.

Kakaknya adalah pria yang menakutkan.

Menjadi mangsa dari tatapan dan tekanan kakaknya, Wistar tidak bisa membayangkan apa yang dirasakan oleh Valias sekarang

Sekarang, apa jawaban anda, tuan muda Valias?

Sama seperti apa yang ditanyakan Frey pada Valias, Alister juga cukup penasaran dengan hal yang sama. Sebenarnya, Alister tidak akan terkejut jika tuan muda yang tiba-tiba berubah itu ada kaitannya dengan kejadian pekan lalu.

Apapun itu, bagi Alister, semuanya hanyalah hiburan baginya.

Apa jawabanmu, Valias Bardev?

Frey melihat Valias tepat di mata. Dalam hatinya Frey cukup terkejut dengan bagaimana Valias bisa begitu tenang dan tidak menunjukkan perubahan ekspresi bahkan dengan ditatap begitu tajam seperti itu olehnya. Seharusnya, ditatap oleh seseorang di atasmu, diinterogasi seperti sekarang, seseorang akan setidaknya merasa tertekan.

Tapi Frey tidak melihat apapun dari diamnya Valias. Laki-laki ringkih dan pucat bahkan dengan riasan itu tampak begitu tidak tersentuh dengan tekanan dari dirinya.

Valias terlihat hendak membuka mulutnya. "Saya mendapatkan pesan tentang kejadian waktu itu, yang mulia."

"Pesan?"

"Benar."

"Dari siapa?"

Pelaku serangan itu memberi tahu Valias Bardev tentang aksi yang akan dilakukannya? Kenapa? Valias Bardev benar-benar ada hubungannya dengan itu?

Frey, Wistar dan Alister sama-sama menunggu kelanjutan jawaban dari mulut Valias.

Sedangkan Valias, sibuk dengan pikirannya. Dia menimbang-nimbang.

Situasi apa yang mendatangiku saat ini? Bahkan pikiran bahwa aku berada di dalam sebuah cerita saja sudah merupakan omong kosong.

Dia mulai berpikir.

Jika dia dihadapkan pada situasi memojokkan yang memojokkan, maka dia hanya harus menciptakan omong kosongnya sendiri. "Dewa, yang mulia."

"Dewa? Dewa itu.." Wistar terbata-bata.

"..Kau bilang bahwa Dewa memberimu pesan? Pesan bahwa serangan itu akan terjadi?"

"Bisa dibilang begitu, yang mulia."

"..Itu masih belum menjawab pertanyaanku. Kenapa kau bisa tau ada racun di panah itu? Jika kau tidak tau, kau tidak akan melakukan apa yang dilaporkan orangku padaku. Dan kau akan mati seperti ayahku." tuntut Frey.

Semuanya kembali menantikan jawaban Valias.

"..Pesan itu, yang mulia, memberitahuku tentang cairan yang akan membunuh saya." kata Valias.

"..Cairan?"

"Benar. Sejak saat itu saya selalu waspada dengan apa yang saya makan. Ketika saya tertusuk panah waktu itu pun, saya hanya ingin apapun yang masuk ke tubuh saya segera keluar. Saya tidak tahu apakah itu racun. Saya hanya melakukan apa yang saya pikir tepat. Kematian yang mulia raja akibat racun adalah hal yang mengejutkan bagi saya."

Valias membuat omong kosong.

Frey tidak bisa tidak memasang wajah tidak percaya mendengar penjelasan Valias. "....Baiklah.. kalau begitu aku akan jujur padamu. Aku menyuruh orang untuk mengawasi gerak gerikmu. Orangku melihat bagaimana kau menerima makanan dari pelayanmu dengan begitu mudah. Sepertinya kau tidak sewaspada seperti yang kau bilang?"

"Anda memasang penyadap di ruangan ini, yang mulia?" tanya Valias.

"Kau ingin protes?" Sang penginterogasi memasang seringai mengejek.

"Tidak.."

Valias hanya terkejut dengan bagaimana Alister tahu lebih dulu. Dia bahkan tidak menyadarinya.

Tapi bagaimana?

Valias agak penasaran tentang itu. Kamera? Perekam? Valias belum bisa yakin.

"Kau akan menjawab pertanyaanku?"

"....Alister."

"Ya, tuan muda."

"Apakah kau memiliki pikiran untuk meracuniku?"

Sang tuan bertanya pada sang pelayan. Dengan adanya penggunaan racun untuk membunuh Chalis Nardeen, tidak aneh jika kedepannya orang-orang terpikirkan untuk membunuh orang dengan racun.

"Tentu tidak, tuan muda."

"Saya pikir saya cukup percaya pada Alister, yang mulia. Tapi.. bahkan jika suatu saat Alister memutuskan untuk mencelakai saya, saya pikir saya tidak akan bisa mencegahnya."

"Ha. Bisa bisanya kau begitu tenang mengatakan itu." Wistar hampir tidak bisa berkata-kata.

Alister melirik tuan mudanya dari belakang. Tuan mudanya tidak sama sekali menoleh padanya bahkan setelah mengatakan kata-kata tadi.

Alister rasanya ingin tertawa.

Anda benar, tuan muda.

Dibandingkan dengan Valias, Alister jauhlah lebih unggul dalam berbagai bidang. Jika Alister memutuskan untuk mengiris leher Valias Bardev,

laki-laki itu tidak akan bisa mencegahnya.

Tuan muda yang kulayani sudah berubah.

Menjadi sangat menarik.

Alister hampir bersyukur karena dia tidak salah ketika memutuskan untuk mengajukan diri untuk melayani keluarga Bardev. Karena itu, dia bertemu dengan tuan muda pendiam di sana. Dan akhirnya diberi kesempatan untuk merasakan hiburan yang menarik.

"..Kau pandai memilih kata-kata, Valias Bardev."

Frey mencari jejak kebohongan dari Valias dan ucapannya. Tapi, bahkan setelah 22 tahun hidup mengamati orang-orang, Frey tidak bisa membongkar keaslian orang di hadapannya.

Jika yang dikatakannya benar, maka Valias adalah manusia beruntung yang diberkati dewa. Tapi jika dia berbohong..

Berarti dia sungguh-sungguh manusia menarik yang perlu aku miliki.

Orang yang pandai berbohong, bersandiwara, dan mempengaruhi orang-orang di sekitarnya. Mereka adalah sosok-sosok yang akan memperoleh keuntungan terbesar.

Frey Nardeen, sebagai seorang putra mahkota dan akan ditunjuk menjadi seorang raja menggantikan posisi ayahnya yang sudah meninggal, menyadari hal itu dengan sangat baik.

Aku harus membawa Valias Bardev ke bawah sayapku. Dan memanfaatkan keahliannya sebaik mungkin.

Terus terang, Frey Nardeen tidak sedih atas kematian ayahnya. Chalis Nardeen sudah tua dan akan melepas jabatannya cepat atau lambat. Kematiannya hanya mempercepat lepasnya jabatan itu.

Kalaupun Valias ada di belakang aksi penyerangan itu, maka Frey hanya perlu mengawasinya dan membalas perbuatannya dengan memanfaatkan laki-laki itu sampai ke tetes darah terakhirnya.

04/06/2022

Measly033