webnovel

Tentang masalalu

hari ini begitu melelahkan, aku menikmati secangkir kopi dan duduk di beranda belakang mansion sembari melihat kolam ikan di malam hari. terasa tenang dan nyaman, dari kemarin hatiku terus merasa tidak karuan. pikiran melayang layang karena sikap Leandricho yang semakin dingin membuat jarak kita semakin menjauh. apakah keputusanku itu salah? jika memang benar apakah aku bisa memperbaikinya? jikalaupun kuperbaiki apakah dia bisa kembali bersama denganku lagi? banyak sekali pertanyaan yang ada di kepalaku tapi tak ada satupun jawaban untuk semua pertanyaan itu.

"Gea?" ucap Ayah saat melihatku sendirian dan melamun.

"ayah? kenapa ayah berada di sini?" ucapku penasaran karena setahuku Ayah tidak akan pernah keluar sampai ke beranda belakang mansion di malam hari.

"Ayah dengar dari Bi Anne kalau dari tadi kamu di beranda belakang mansion sendiri sambil melamun. apakah ada sesuatu yang menjadi beban pikiranmu." tanya ayah memastikan.

"ahh.... tidak ayah. hanya saja terasa nyaman dan tenang kalau seperti ini. menikmati udara malam dan juga pemandangan kolam yang terkena sinar rembulan itu sangat menyenangkan ayah." jawabku sembari memandang kolam.

Ayah duduk di dekatku,"bagaimana tadi saat mencoba gaun? apakah gaulnya sesuai dengan apa yang kamu harapkan."ucap ayah memandangku.

"semuanya baik-baik saja Ayah, gaunnya juga sesuai dengan yang aku pikirkan."jawab ku tersenyum puas.

"Ayah tidak menyangka kalau anak Ayah sudah besar dan tumbuh menjadi gadis yang dewasa. dan ayah masih merasa terkejut ketika kamu sebentar lagi akan menikah." ucap Ayah sembari memandang ke kolam dengan senyum tipis.

"Ayah kira aku masih anak kecil terus. lambat laun aku juga akan tumbuh menjadi gadis dewasa menikah mempunyai anak dan menjadi nenek-nenek. bukankah ia juga seperti itu?" jelasku kepada ayah.

"kata-kata yang benar-benar dewasa. jikalau seperti ini ayah teringat tentang ibu kamu. andai ibu masih hidup dia pasti akan senang melihat anaknya tumbuh dengan dewasa dan pintar seperti kamu." raut wajah Ayah berubah, seolah ada beban di dalam hati ayah tentang ibu. tentang ikhlas kan ayah saat kepergian ibu? atau tentang aku yang akan menikah? aku tidak tahu jawabannya yang pasti apapun itu aku akan membuat saya bahagia.

aku memandang wajah Ayah, mengusap pipinya yang mulai tak kencang lagi ya. ya Ayah kini sudah tua,"ibu sudah bahagia di surga ayah,aku yakin sekarang pun ibu pasti melihat kita dari surga sana." pandanganku tak teralihkan dari wajah Ayah.

"benar sekali, ibumu pasti bahagia disana dan melihat kita dari kejauhan." timpal ayah.

"apa kamu bahagia atas pernikahan ini?" tanya ayah menatapku dengan serius.

"apa maksud Ayah?" aku menanyakan balik tanpa memberi jawaban atas pertanyaan Ayah sebelumnya.

"apakah kamu benar-benar bahagia menikah dengan Leandricho?" Ayah memperjelas pertanyaannya.

aku tersenyum,"Ayah sudah tahu dari dulu kalau aku mencintainya. dan sekarang aku dan dia akan menikah. pasti aku merasa senang. mendapatkan seseorang yang benar-benar aku cintai."ucapku meyakinkan ayah.

"baguslah kalau begitu, Ayah harap kamu bisa mengutamakan kebahagiaanmu sendiri. kamu pahamkan? karena dulu ayah belum sempat membahagiakan ibu. dan untuk sekarang Ayah ingin agar kamu benar-benar bahagia." Ayah memberitahuku agar aku bisa memilih jalan yang membuatku bahagia.

"iya Ayah, terima kasih atas nasehat dari ayah." ucapku senang.

"ayah? bagaimana ayah dan ibu dulu bertemu?tanyaku mengungkit masa lalu ayah dan ibu karena penasaran.

"hahaha.... itu kejadian yang sudah lama sekali." Ayah tertawa saat aku menanyakan masa lalu ayah dan ibu.

mataku berbinar-binar dan ingin sekali agar Ayah menceritakan kejadian saat ayah dan ibu bertemu hingga bisa menikah.

"dulu saat muda Ayah berteman baik dengan Charles, saat itu Ayah dan Charles menghadiri sebuah pesta. dan tak sengaja bertemu dengan ibumu, ibumu adalah gadis yang sangat cantik. saat pandangan pertama ayah terpesona oleh kecantikan nya, begitu juga dengan Charles dan pria yang berada di pesta itu." ucap Ayah memulai ceritanya.

aku tak merespon menunggu ayah menceritakannya lebih jauh lagi, "di pesta itu ibumu sangat populer, banyak pria yang mencoba mendekatinya. tetapi saat itu ibu mu sangat acuh tak acuh kepada orang yang berusaha mendekatinya. namun Ayah tidak gampang menyerah."jelas Ayah dan berhenti untuk menelan ludah.

beberapa detik setelah itu,"Ayah berusaha mendekatinya dan berkenalan begitu juga dengan Charles. marga ibumu adalah Eltrada. setelah pesta itu ayah mencari-cari keluarga Eltrada, ternyata ibumu dulu anak orang kaya di desa Irola, dengan begitu Ayah membujuk kakek mu untuk membuat perjanjian pernikahan dengan keluarga. pada akhirnya kami pun menikah. saat itu Charles mendukung hubungan Ayah dan ibumu." jelas Ayah sambil tersenyum.

"wah....pasti saat itu kalian sangat bahagia sekali ya ayah." ucap ku tersenyum lebar mendengarkan cerita Ayah yang terlihat begitu membahagiakan.

"saat itu Ayah memang bahagia, tapi yang lebih membuat saya bahagia adalah kelahiranmu. ayah dan ibu senang akan kehadiranmu. walaupun seminggu kemudian ibumu sakit dan meninggal."di saat Ayah mengucapkan bahwa ibu meninggal seolah nafasnya terasa berat raut mukanya yang begitu sedih membuatku tak tega jika membiarkan Ayah menceritakannya lebih jauh.

"ayah." ucap ku menatap Ayah yang mulai berkaca-kaca.

"maafkan aku Ayah, seharusnya Ayah tidak menceritakan ini kepadaku." bocah aku menyesal karena mengingatkan ayat tentang ibu.

"tidak masalah Gea. kamu juga harus tahu kisah yang sebenarnya. villa di desa Irola dulunya adalah tempat tinggal ibumu. Ayah sudah lama tidak ke sana karena tidak mampu menahan luka lama." ucap ayah yang begitu terlihat sedih.

"villa? villa yang ayah ceritakan waktu dulu?"tanya aku untuk memperjelas.

"iya villa yang dulu Ayah pernah katakan kepadamu." jawab ayah.

"ayah? apakah aku boleh berkunjung kesana?" tanyaku kepada ayah berharap agar aku bisa ke sana bertemu dengan masa lalu ibu.

"bukankah 10 hari lagi kamu akan menikah?" tanya ayah yang terkejut saat mendengar pertanyaanku sebelumnya.

"ah... apa kamu ingin menemui makam ibumu dan meminta doa restu?" lanjut Ayah bertanya kepadaku.

mataku mulai berkaca-kaca, nafas yang kian memberat,"iya Ayah, aku ingin pergi kesana dan menemui ibu. aku juga merindukan ibu ayah." dadaku terasa sesak sekalipun aku tidak bisa melihat raut wajah ibu yang sebenarnya. hanya lewat sebuah foto aku bisa memandanginya memeluknya dan berbincang dengannya walau tak ada jawaban sedikitpun. aku sangat merindukan ibu, ingin sekali saja dipeluknya. bohong kalau aku baik-baik saja tanpa ibu. aku benar-benar tersiksa, tersiksa karena rindu akan kasih sayang seorang ibu.

"ibu aku pasti akan menemuimu, aku merindukanmu."gumamku dalam hati.

"sudah... sudah anak ayah tidak boleh menangis. anak Ayah harus kuat. buat ibu bangga di surga sana."ucap Ayah menyeka air mataku.

"terima kasih Ayah, aku tidak akan mengecewakan ayah dan ibu."ucap ku yakin.

"bagus sekali ini baru yang namanya anak ayah." Ayah memelukku dengan erat.

"Ayah mengizinkan kamu untuk pergi ke villa, tapi ayah harap kamu bisa jaga diri kamu di sana."ucap Ayah mengingatkan.

"pastinya ayah, aku pasti akan baik-baik saja di sana." ucapku meyakinkan ayah dan melepaskan pelukannya.

"kembalilah ke kamarmu, sudah hampir larut malam dan angin malam semakin dingin. Ayah takut kamu akan masuk angin kalau tidak segera masuk." ucap Ayah menyuruhku untuk masuk.

aku mengikuti apa yang ayah perintahkan karena hanya Ayah lah satu-satunya orang yang bisa aku percaya walaupun terkadang banyak tuntutan yang harus aku terima dari ayah.