webnovel

Janji

sudah empat hari aku di desa Irola, dan sudah 4 hari pula Leandricho tidak mengirimkan pesan. sedikitpun dia tidak pernah khawatir kepadaku.

sesuai dengan janji ku kepada Noan kemarin, bahwa sore ini kita akan bertemu. setelah pertemuan beberapa hari yang lalu membuatku semakin akrab dengannya. banyak hal kemarin yang aku perbincangkan dengan dia, namun sedikitpun aku tak menyinggung tentang kematian ibunya serta menceritakan tentang ibuku.

aku melihat jam tanganku, "dimana Noan? kenapa belum sampai sini juga? padahal ini sudah sore." ucapku yang menunggu Noan.

"ah... itu dia orangnya langsung muncul." ucapku melihat ke arah gerbang.

Noan berlari menuju ke depan rumah tempatku berdiri, "maaf aku terlambat, tadi ada sedikit urusan." ucapnya dengan napas yang terengah-engah.

aku memandangnya,"ya sudah tidak apa-apa, ayo kita jalan."jawabku sembari berjalan keluar menuju gerbang.

sore itu kita memutuskan untuk berjalan-jalan, bukan masalah pada jalan-jalannya. tetapi aku merasa nyaman saat di dekat nya, jadi itu membuatku dan dia bertemu sore ini. tapi untuk perasaan pribadi nya aku juga tidak mengerti.

aku melangkahkan kakiku selangkah demi selangkah, lalu melirik Noan, "apa yang membuatmu bisa terlambat seperti ini?" tanyaku karena belum puas dengan jawaban Noan tadi.

Noan menghela napas,"ada perdebatan kancil Antara aku dan ayahku, jadi itu membuatku sedikit terlambat." jawabnya dengan wajah yang lesu.

aku ingin menanyakan masalah apa namun seperti ada keraguan dalam hatiku,"kalau aku boleh tahu masalah apa itu?" keingintahuanku mengalahkan rasa ragu ku.

Noan memandangku dengan lekat-lekat, "tentang ibuku." ekspresi di wajahnya mulai berubah. seperti kesedihan namun juga ada kemarahan..

sebenarnya aku sudah tahu kalau ibu Noan sudah meninggal karena dibunuh, namun aku tidak ingin terlihat seperti mengorek kehidupan pribadinya.

"kenapa dengan ibumu?" tanyaku yang pura-pura tidak tahu.

Noan memandang ke depan, matanya terlihat fokus. "ibuku sudah meninggal. beliau dibunuh oleh seseorang. yang sampai sekarang pun aku belum menemukan siapa pembunuh itu. saat aku bertanya kepada ayah tentang kematian ibu seolah Ayah berusaha menutupinya. dan itu membuatku semakin curiga. namun sedikit pun tidak ada bukti yang tertinggal."di matanya ada sorot kemarahan dan kebencian.

"aku minta maaf jika aku menanyakan yang tidak harus dipertanyakan." ucapku menyesal setelah melihat ekspresi Noan.

"tidak apa-apa,ini pertama kalinya aku menceritakan tentang ibu kepada orang lain.entah kenapa sepertinya aku mempercayaimu untuk hal ini." jawabnya yakin padaku.

"apakah kamu tidak berpikir bahwa kemungkinan pembunuhnya pernah berhubungan dengan ibumu?" aku mencoba membantu Noan dengan dugaan sementara.

Noan menghentikan langkah kakinya,"aku juga sempat berpikir seperti itu. tapi ayah pernah berkata kalau tidak ada seorangpun yang dekat dengan ibu. karena ibu adalah tipe orang yang pendiam." jelas ya sembari memandang ku.

sejenak aku terdiam untuk berpikir,"ini akan sulit untuk menemukan pembunuhnya. karena minimnya informasi dari ayahmu.seharusnya jika ayahmu bisa menceritakan semuanya kepadamu kamu bisa menemukan pembunuh itu dengan informasi dari ayahmu." jelasku padanya.

kami melanjutkan berjalan, "kamu memang benar, maka dari itu sering terjadi perdebatan kecil Antara aku dan ayah. namun aku juga tidak menyerah untuk mendapatkan informasi.menurut informasi yang kudapat dulu ibu pernah punya seorang teman wanita tapi siapa dia aku juga tidak tahu. arti temannya itu sekarang meninggal.hanya sebatas itu yang aku ketahui tentang siapa dan di mananya dia tinggal aku tidak tahu." jelas Noan padaku.

"seandainya jika kamu tahu siapa sahabat ibumu dan di mana dia tinggal pasti itu akan memudahkan mu dalam pencarian." jawabku.

"ya hanya bisa mengatakan seandainya." terlihat suasana hatinya semakin memburuk.

"aku juga sama sepertimu, tidak memiliki ibu. ibu sudah meninggal setelah seminggu kelahiran ku." ucapku tanpa ada yang membahasnya.

"maaf jika aku mengingatkanmu kepada ibumu." jawabnya sembari melirik ku.

"kamu salah, seharusnya aku yang minta maaf. karena aku yang memulainya, tetapi ketika mendengar cerita tentang ibumu. benar adanya kalau aku memang mengingat akan ibuku." aku mulai terbawa suasana.

"apa yang kita alami benar-benar sangat mirip, kesepian dan penderitaan tanpa ibu. aku ingin bersikap seolah baik-baik saja, tapi jujur dalam hati aku benar-benar tidak baik-baik saja. hatiku hancur." mataku mulai berkaca-kaca, dadaku terasa sakit sekali.

"bukan hanya sekedar hati yang sakit tapi salah itu semua sudah menggerogoti tubuhku." timpal Noan.

kesedihan yang kita rasakan, membuat kita lupa bahwa kita baru mengenal satu sama lain. itu semua membuat kita seperti sudah mengenal sejak lama. tanpa rasa canggung, tanpa beban kita saling bercerita tentang perasaan yang sebelumnya tidak dapat kita luapkan.

"ahh.. sudah cukup sampai disini. aku maaf membuatmu menangis." ucap Noan menyudahi pembahasan itu.

"apakan aku terlihat jelek kalau menangis?" tanyaku pada Noan.

"ya. kamu jelek sekali kalau menangis. maka dari itu aku tidak ingin kamu menangis. kamu akan terlihat cantik kalau tersenyum." ujar Noan menyeka air mataku.

"terima kasih." sentuhan hangat tangan Noan di pipiku membuatku terhanyut akan kebaikannya.

mata kami saling bertatapan satu sama lain. dan terlihat pipi Noan memerah. atmosfir sore itu mulai hangat.

"maaf." ucap Noan melepaskan tangannya.

"tidak apa-apa." jawabku memalingkan wajah.

"nanti malam aku ingin mengundangmu untuk makan malam di rumah. apakah kamu mau?" tanya dengan penuh harapan.

"nanti malam?" tanyaku memastikan ulang.

"iya nanti malam. apa kamu tidak bisa?" Noan kecewa.

"baiklah aku bisa. nanti malam aku akan ke rumahmu." jawabku mengiyakan.

"lebih baik kita kembali ke villa, hari semakin petang . aku takut Bi Helen akan mencari mu." ucap Noan khawatir.

"baiklah kita kembali saja." ucapku berbalik dan jalan menuju ke villa.

"kenapa kamu mengikutiku?" ucapku pada Noan yang terlihat berjalan mengikutiku menuju ke villa.

"aku ingin mengantarmu sebagai permintaan maaf karna terlambat dan telah membuatmu menangis." ucapnya menundukkan kepala.

aku tersenyum, " kamu tidak perlu seperti itu, aku tidak apa-apa pulang sendiri. lagi pula aku tadi menangis karna kemauan ku sendiri. bukan karna kamu. jadi kamu tidak perlu khawatir." ucapku menjelaskan agar Noan tidak terlalu memikirkannya.

"tetap saja aku harus mengantarmu sampai villa." ucapnya memaksa.

"terserah kamu saja." jawabku melanjutkan berjalan menuju ke villa.

sesampainya di depan villa,"terimakasih Noan." ucapku padanya.

"sama-sama tuan putri." ucapnya membungkukkan badan seolah menyapa kepada seorang tuan putri.

"hahahaha apa yang kamu lakukan." ucapku tertawa melihat kelakuan Noan.

"aku suka kamu yang seperti ini. tertawa lepas. kamu cantik sekali." pujinya kepadaku.

aku segera berlari masuk ke villa tanpa memperdulikan Noan. merasa senang karna mendapat pujian dari Noan, dia memperlakukanku dengan baik. aku senang sekali berteman dengannya.