Sejujurnya, Leo tidak benar-benar membenci Nirwana. Sungguh, ia bahkan tidak tahu siapa Nirwana dan apa rasnya! Satu-satunya alasan kenapa Leo merasa kesal dengan Nirwana adalah fokus Ayahnya yang sudah seperti candu. Terlebih, percakapan terakhir ketika Cosmos mengindikasikan ingin menikahi seseorang bernama 'Nirwana' itu!
The Hell!! Tidak bisakah Ayahnya membedakan Jatuh Cinta dengan Mengagumi?! Menghadapi masa Beranjak Dewasa yang terlambat dari seekor Naga Perak, Leo dengan kesal membiarkan sosok itu menggendong dan membawanya ke sebuah restoran mahal kelas atas yang pernah mengusir mereka.
Ternyata, acara berada di sebuah toko buku yang berseberangan dengan Resto Royal. Di sana, beberapa orang telah berbaris rapi, mengantri di depan sebuah Toko Buku yang tak kunjung membukakan pintunya. Antrian memanjang bak kereta, hampir memenuhi trotoar jalan. Di depan pintu kaca ganda yang tertutup, sebuah iklan dengan visual 3D menyala-nyala. Memberitahukan perihal peluncuran perdana Komik terbaru dari Nirwana.
Bertopang dagu, sosok rupawan itu memiliki helai perak yang membingkai wajah. Dengan alis yang melengkung lembut, sepasang iris emas menatap ke luar jendela yang ramai dan padat akan aktivitas.
Mengenakan setelan formal berwarna putih-abu-abu, sosok mungil remaja cantik itu mengaduk-aduk jus yang dipesan. Sepasang netra emas masih menatap ke luar jendela, sebelum akhirnya memalingkan wajah dan menatap sosok pemuda yang duduk di hadapannya.
[Jadi? Papa, bukankah kau seharusnya berada di luar sana?] Leo tanpa ragu menunjuk ke gerombolan orang yang berpanas-panas ria terpanggang matahari. Moodnya sangat buruk. Lingkaran hitam masih terlihat di bawah mata sang remaja. Namun, Naga Perak jelas tidak mau memperhatikan. Tetap bersemangat untuk menculiknya ke sini.
Apa bagusnya Nirwana itu? Apa bagusnya?!
Leo marah. Sangat. Ia bahkan menggunakan bahasa Naga untuk percakapan mereka.
Cosmos menghela napas, seolah pertanyaan Leo adalah hal yang tidak perlu dipertanyakan lagi. "Papa sudah menyewa orang lain untuk mengantri menggantikan Papa," tanpa rasa bersalah, Naga perak menunjuk barisan paling depan. "Dia sudah berada di sana sejak jam 2 dini hari."
Oh. Benar. Uang bisa melakukan apapun, Leo hampir lupa akan hal itu.
"Lalu dimana 'Teman' Papa?" Leo mengangkat alisnya. "Bukan mereka yang sedang mengantri?"
"Bukan," sang Naga langsung menyangkal. "Kami menyewa sebuah kamar untuk pembicaraan yang lebih pribadi dan serius. Ada di lantai dua. Tetapi janji temu akan dilakukan jam 2 siang nanti."
DAN SEKARANG BARU JAM 10!
Leo benar-benar ingin mengamuk mendengarnya. Namun mengingat bahwa ini adalah tempat ramai … sungguh, ia benar-benar ingin memukul kepala Naga Konyol ini! The Hell! Bila segitu ngefensnya, gunakan koneksimu untuk menculik seseorang bernama Nirwana itu dan jangan menyeretnya ke sini untuk menunggu!
Menarik napas panjang dan menghembuskannya secara perlahan, Penyihir perak mencoba menahan amarah. Ia bukan anak kecil asli, jadi masih tahu tempat untuk tidak mengamuk dan memukuli Naga konyol di hadapannya.
"Bagaimana dengan orang-orang itu?" cemberut, Leo memilih untuk mengalihkan pembicaraan. Ketimbang ia terkena stroke dadakan karena terlalu emosi, lebih baik kembali ke bisnis utama. Alasan kenapa mereka masih terlihat bermalas-malasan diluar tujuan utama meninggalkan Planet Ilusi. "Papa berhasil membujuk mereka?"
Ada 5 orang yang lolos seleksi Micro. Empat orang Zero dan satu orang Penyihir. Daftar nama kelima orang telah diserahkan kepada Naga Perak dan sudah seminggu lebih tidak berkabar.
"Masih dalam negosiasi," memakan salad yang ada di hadapannya, pergerakan sang Naga terlihat begitu elegan dan anggun. Hal ini memberikan ilusi sosok bangsawan pada Naga Perak yang begitu rupawan. "Tetapi Baby tidak perlu khawatir, sesegera mungkin, mereka pasti akan setuju."
Ucapannya begitu percaya diri, selayaknya seorang pebisnis yang tidak mengenal kata kalah. Hal ini membuat Leo merasa puas. Remaja cantik itu akhirnya tersenyum, membuat sepasang lesung pipit terlihat lebih menonjol.
"Yah … aku menunggu kabar baik dari Papa."
Namun, meski tersenyum, bukan berarti Leo bisa berdiam diri. Ia masih marah dan tidak mau bertingkah idiot dengan menunggu selama berjam-jam. Ada keinginan untuk menghancurkan pertemuan ini. Sungguh, Leo benar-benar bisa melakukannya. Namun ia perlu melihat situasi. Lagipula ia tidak benar-benar mengenal Nirwana. Nama itu hanya salah satu dari sekian banyak nama yang berada di dalam list 'Author dan Komikus' kesayangan Papa Naganya.
"Karena pertemuan masih lama, aku akan berjalan-jalan dulu," menghabiskan jus yang telah dipesan, sepasang netra emas menatap sosok Naga humanoid yang terlihat begitu tampan dan maskulin. "Papa ingin tetap di sini atau menemaniku?"
"Tetap di sini."
Jawaban langsung dan cepat itu membuat Leo semakin kesal. Tanpa ragu, remaja perak bangkit berdiri, mengelilingi meja, lalu dengan satu gerakan, meraih lengan pemuda perak dan mengigitnya!
Cosmos kaku, benar-benar tidak menyangka babynya akan menggigit di tempat umum.
"Baby--"
"Yah, aku akan pergi dengan Micro untuk berjalan-jalan," senyuman manis mengembang. Bekas gigitan dan jejak air liur terlihat pada jas mahal berwarna putih yang menodai pakaian sang Naga. Tidak puas, Leo bahkan dengan sengaja menjatuhkan minuman hingga mengotori ujung jas dan celana sang Naga. "Jangan mengganti pakaian atau membersihkannya, okay?"
Bagaimana Cosmos bisa berkata tidak? An Leo … benar-benar sedang marah. Pada akhirnya Naga perak hanya bisa mengangguk dengan kaku, membiarkan cekikian menyenangkan iblis kecilnya mengalun sebelum akhirnya pergi meninggalkan restoran.
Beberapa orang menatap ke arah meja keduanya dengan penasaran. Bahkan beberapa Pelayan sudah memegang serbet dan bersiap mendekat bila dipanggil. Bagaimanapun, pergerakan di meja itu terlalu mencolok. Terlebih saat remaja putih yang cantik, tanpa ragu menumpahkan segelas kopi panas.
Namun, Pemuda yang terlihat lebih tua dan dewasa, tidak marah sama sekali. Ia bahkan masih sempat mengusap kepala sang remaja dengan lembut sebelum membiarkan sosok itu pergi!
Naga perak menghela napas, tersenyum kecil saat menunduk menatap noda basah di jas putihnya yang mahal. Cosmos tidak merasa terganggu dengan keberadaannya. Ia bahkan sudah pernah membersihkan muntah dan kotoran si kecil, kenapa hal ini ia harus jijik untuk tetap menempel di tubuhnya?
Mengangkat kepala dan kembali memperhatikan punggung kecil yang melangkah keluar dari restoran, membuat mood sang Naga membaik. Babynya tidak pernah bisa diam di satu tempat, terutama di dalam ruangan. Saat mereka berada di Planet Ilusi, Baby setiap hari akan keluar, melakukan banyak hal. Sangat aktif dan lincah. Karenanya, dengan agak memaksa, sang Naga tanpa ragu menyeret sosok itu keluar agar mau sedikit mencari udara dan memperbaiki moodnya yang buruk.
Namun, Ayah Naga ini juga tidak menyangkal bahwa ia juga ingin ... sedikit memamerkan putranya kepada beberapa kenalan. Bertemu dengan Nirwana hanya bonus. Lagipula ia hanya ingin pamer. Babynya adalah yang terbaik di seluruh Galaksi! Oh, putra temannya, tidak akan bisa dibandingkan dengan Bayi kecil yang telah ia besarkan!
Tetapi tetap saja ... Mood babynya masih sangat jelek.
Cosmos menghela napas.
Oh, membesarkan seorang anak memang tidak mudah. Tidak boleh terlalu ketat, tetapi juga tidak boleh terlalu longgar. Karenanya, sang Naga tanpa beban membiarkan Babynya berjalan sendiri. Toh, di Planet ini, tidak akan ada yang bisa menyentuh remaja cantik itu.
.
.
.
Melepaskan jas yang melilit tubuh, jemari lentik itu menarik dasi yang terasa mencekik tenggorokan. Dengan ceroboh, ia juga membuka satu kancing teratas di leher dan membiarkan sirkulasi udara melegakan kulitnya.
"Tuan, Anda ingin tidur lagi?" Micro bersuara, memperhatikan sosok perak yang tidak henti menguap. Sejujurnya, Penyihir Perak ini tidak memerlukan tidur, tetapi ia sudah terbiasa dengan tidur teratur setiap hari dan makan tiga kali sehari. Karenanya, begitu jam tidur berkurang dan bahkan sempat tidak tidur selama 4 hari lebih karena terlalu frustasi …
Bukan hal yang aneh bila Leo menjadi lebih cepat marah.
"Sangat jarang aku bisa berjalan-jalan di luar," merenggangkan tubuh, remaja berhelai perak menyimpan dasi dan jasnya di dalam Ruang. Menyebabkan ia hanya mengenakan kemeja kelabu dan celana dasar putih.
Micro tidak menyangkal. Bagaimanapun, sejak memasuki hotel, Tuannya sangat jarang keluar. Sekalinya keluar, itu hanya untuk beberapa hal yang memang penting, langsung pergi ke tujuan utama dan tanpa pernah mampir ke sana-sini. Jadi, berhubung mereka sudah di luar … Tuannya ingin sedikit menikmati suasana kota Ruby?
Berjalan di trotoar yang tidak terlalu padat, sepasang iris emas memperhatikan beberapa toko dan bangunan yang dilaluinya. Bangunan-bangunan itu saling berdempetan, berjajar rapi dengan desain mereka sendiri-sendiri. Kemewahan dan perbedaan yang kentara, entah bagaimana terlihat sangat … menarik. Namun yang lebih menarik adalah tatanan kota di mana jalan layang yang berlapis-lapis. Ada lebih dari 5 lapisan, meliuk bak tali yang melilit dan menghindari setiap bangunan.
Berkat jalan layang yang tinggi itu, beberapa pohon dan penghijauan dengan mudah ditanam. Jalan pada lantai dasar dikhususkan untuk transportasi umum dan pejalan kaki.
Namun, Leo tidak berniat terlalu menikmati lingkungan di sekitarnya. Ia membuka Asisten, membaca beberapa informasi yang diberikan Micro sambil berjalan kaki. Tidak takut sama sekali menabrak seseorang, remaja cantik itu terus melangkah di trotoar sambil menghadap layar transparan yang melayang-layang di hadapannya.
"Berhenti di sana!"
BRUK!
Leo berhenti. Sedetik kemudian, sosok tubuh jatuh terjerambab tepat di depannya. Sepasang netra emas berkedip. Refleks tubuh untuk menghindari serangan membuat sosok menyedihkan itu mencium lantai dengan sempurna.
"Sial!"
"Cepat berbalik!"
Leo menoleh ke kiri, menatap tiga sosok Orc berbalik dan melarikan diri di sebuah lorong sempit yang diapit oleh dua bangunan. Ketiga Orc bertubuh besar terlihat ketakutan, melarikan diri tanpa sedikitpun menoleh ke belakang.
Lorong sempit itu diapit oleh kedua bangunan. Terlihat gelap dan tidak akan diketahui oleh siapapun. Namun, Leo tahu pasti bahwa beberapa jalan sempit seperti ini menjadi jalur belakang untuk ke beberapa tempat rahasia yang bersifat ilegal. Yah ... siapa yang percaya semuanya akan selalu putih? Planet yang terkenal paling aman pun, masih akan selalu tersentuh oleh noda hitam. Selama tidak muncul ke permukaan dan menyinggung beberapa pihak yang tinggi, tempat gelap seperti itu akan tetap ada.
"Ck, sial! Benar-benar nyaris!" umpatan terdengar. Pemuda yang menyapa lantai merubah postur tubuh menjadi duduk. Kemeja hitam berlapis jas abu-abunya terlihat kotor, dengan jejak tanah dan debu. Wajah tampan seorang remaja terlihat. Dengan helai rambut sehitam tinta, kulit putihnya terlihat jauh lebih pucat. Terlebih dengan sepasang kelereng sewarna darah, sosok rupawan itu terlihat seperti ras Vampire …
Bila bukan karena telinganya yang runcing, Leo tidak akan langsung mengenali sosok humanoid ini sebagai ras campuran, sama sepertinya. Seorang keturunan Elf dengan … oh, dengan ras Vampire. Sepertinya memang pencampuran Vampire dan Elf.
"Kau tidak apa-apa?" sedikit berbasa-basi, Leo bertanya. Remaja ras Campuran itu memiliki lebam pada tulang pipi dan sedikit darah pada bibirnya, jelas habis berkelahi. Namun main keroyokan seperti itu … yah, anak ini sedikit beruntung karena berhasil lolos.
Si raven mendongak, sepasang netra ruby memandang sosok yang berdiri tepat di sampingnya. Tertegun selama beberapa detik, sang remaja tersentak, lalu dengan panik bangkit berdiri dan mulai membersihkan debu di tubuhnya.
"Oh-ya. Aku-aku baik-baik saja," ujarnya gagap seraya berdiri tegak, lalu tersenyum lima jari. Namun di detik yang sama, remaja jangkung itu meringis. Alisnya mengernyit, tetapi senyuman ramah tetap mengeluar. "Maaf sudah mengganggu jalanmu," ujarnya sopan.
Si perak mengangguk, tidak mempermasalahkan sama sekali. Toh ia di sini hanya untuk berjalan-jalan menghabiskan waktu. "Bila kau tidak punya obat untuk lukamu, kau bisa pergi ke sana," kalem, Leo menunjuk ke sebuah klinik kecil yang berada tepat berseberangan dengan tempat mereka berdiri. "Bila hanya beberapa lebam, aku yakin mereka tidak akan meminta biaya."
"Eh? Benarkah? Mereka akan merawatku secara gratis?"
Alis si perak terangkat. Oh, apakah orang ini sangat miskin? "Yah, mereka disediakan untuk umum, bila hanya luka ringan, selama robot medis yang melayanimu, itu akan gratis."
"Begitukah?" remaja jangkung itu bergumam, tetapi sepasang kelereng merahnya jelas berkilau dengan senang. "Terima kasih atas Informasinya … ini pertama kalinya aku di sini, jadi aku benar-benar tidak mengetahui apa pun."
Leo mengangguk, tidak terlalu peduli dengan riwayat orang ini. "Baiklah, kalau begitu aku pergi dulu, sebaiknya kau segera memeriksakan lukamu."
"Ah? Tidakkah kau ingin pergi denganku?"
Untuk apa? Alis Leo terpaut, menatap remaja yang satu kepala lebih tinggi darinya. Ekspresi si perak jelas melontarkan kata-kata terganggu. "Kenapa aku harus ikut denganmu?" pertanyaan konyol, Leo bisa saja mengabaikan dan langsung pergi. Namun entah bagaimana, ia sedikit penasaran dengan alasan remaja ini.
"Karena kita sudah bertemu," dengan senyuman percaya diri, remaja jangkung itu tersenyum. Seandainya tidak ada lebam di wajah dan luka di bibirnya yang pecah, penampilannya yang terlihat sangat sombong itu pasti akan lebih baik. "Kita dipertemukan oleh takdir, karena itulah, akan lebih baik bila saling mengenal dan bertukar nama, bukan? Siapa tahu di kemudian hari, takdir sekali lagi membuat kita bertemu."
Micro yang mendengarnya bergetar. Innernya berteriak agar Tuannya tidak menyebutkan nama. Hell! Kenapa bisa Tuannya sangat tidak beruntung?! Berhasil pergi menghindari Naga Idiot, tetapi justru bertemu dengan pengamen jalanan!
"Sebelum menanyakan seseorang, bagaimana bila kau memperkenalan dirimu dulu?" Leo berkedip, tidak ambil pusing dan gombalan norak lawan bicaranya. Ucapannya jelas mendapakan protes dari Micro. Gelangnya bergetar, meminta agar Tuannya tidak mempedulikan ras campuran itu.
"Oh, benar," remaja itu terkekeh. "Namaku Arya Bastian, siapa namamu?"
Diam.
Mendadak, Leo dan Micro sama-sama diam begitu mendengar nama yang disebutkan ras campuran itu. Namun jeda itu hanya begitu singkat. Si Raven bahkan tidak menyadarinya. Ekspresi remaja perak masih sama.
"Namaku Leo, kau bisa memanggilku Leo--ah, hidungmu berdarah."
"!)NDY*#^!@#"
Remaja Arya kaget bukan main. Ia refleks memegang hidung yang meneteskan darah, lalu berbalik dan berlari menuju klinik. Melihatnya dengan panik ingin menyembuhkan diri, membuat si perak mendengus dingin.
Serampangan, lemah, dan bahkan pelit.
Dengan sekali pertemuan, Leo langsung mengevaluasi buruk sosok raven itu.
"Tuan, dia--"
"Pangeran ke-12 dari Negara Yuron," Leo menyela, berjalan santai menuju Klinik. Sepasang netra emas berkilau dingin. "Nirvana, penulis dan komikus yang Papa sukai."