webnovel

Penyelamat Tim

"Hei, bagaimana bisa orang itu bisa melakukannya? Sejauh ini yang dia lakukan hanya menembak, menembak, dan menembak! Aku tak tahu kalau dia bisa melakukan defense seperti itu."

"Tenanglah, Marlon. Mungkin selama ini Arya telah berlatih keras di rumahnya. Dia pernah berkata jika dirumahnya ada tempat latihan basket, kan?"

"Eh, ah, itu memang benar. Tapi dia pernah bilang kalau sangat jarang mengundang temannya ke rumahnya. Dia tipe orang yang selalu menghabiskan latihan sendirian dibanding bersama teman-temannya."

"Kau pasti salah tangkap, jarang bukan berarti hanya dilakukan satu dua kali saja. Bisa jadi jarang yang ia maksud, latihan bersama temannya sebulan sekali atau setiap tiga minggu sekali."

"Hmm.. tapi aku tak yakin kalau Arya memang orang yang suka menyembunyikan hal itu padaku."

"Perkembangan Chayton sejauh ini sudah benar-benar di luar ekspetasi bapak. Tak peduli apakah selama ini dia menyembunyikan kemampuannya atau tidak, melihatnya mulai terbiasa bermain di turnamen besar, membuat bapak menjadi lega karena telah mempromosikannya pada Karesso." Wajah Coach Alex begitu tegang namun hatinya lega dan senang.

Mendadak mereka bertiga terdiam, pelatihnya benar-benar serius menangapi pembicaraan Doni dan Marlon.

"Sialan! Anak itu benar-benar bukan selevel lagi dengan kita." Marlon menggerutu, giginya menggertak sebagai tanda iri dan dengki.

"Pantas saja kalian tak pernah mengalahkan Arya, mainnya saja sudah mendekati mereka para senior Liga Basket Indonesia." Setelah mengatakan semua itu dengan mudahnya, cepat-cepat Ando menutup mulutnya, baru sadar jika pembicaraan itu bisa membuat Doni dan Marlon naik darah.

Di lain sisi Arya masih tak percaya dengan apa yang dilakukannya, mendorong bola agar musuh kehilangan bola dan melakukan serangan balik, setidaknya itulah yang ada dibenaknya beberapa detik lalu. Namun tenaganya ketika melakukan pencurian tiga kali lipat lebih besar sehingga bola tak berada di tangan siapapun. Setelah melihat reaksi para penonton, rekan-rekan dan pelatihnya, Arya tak tahu apakah harus ikut senang atau pura-pura senang. Semua pertimbangan sudah dilakukan Arya ketika menggerakkan tangannya, namun apa daya ketika tubuhnya bergerak sendiri dan terlalu bersemangat.

Bisa dikatakan apa yang baru saja Arya lakukan sama sekali bukan keinginannya dan ada sedikit penyesalan, memukul tangannya sendiri sambil menggerutu pelan. "Dasar tangan bodoh! Aku tak menyuruhmu mendorong sekuat tenaga." Suatu kehormatan Arya menganggap dirinya sendiri sebagai orang bodoh sedangkan orang-orang di sekitarnya justru bangga dengan aksinya.

"Nice, Yak! Aku baru tahu kalau kau bisa melakukan itu." Denny tiba-tiba memukul punggung Arya dari belakang, membuat pemuda itu sedikit berpindah dari pijakannya.

"Eh? Hahaha, itu bukan apa. Kebetulan tanganku bergerak sendiri."

"Sialan kau, ya! Tak perlu merendah sampai inti bumi!"

Mau tak mau Arya terpaksa ikut tertawa, tak ingin menghancurkan momen kesenangan itu. Jika Denny tahu kalau Arya tak sengaja melakukan gerakan itu, tetap saja ia tak akan percaya dan tetap memoles kepala Arya menggunakan punggung tangannya.

"Cih! Kali ini kau beruntung, anak muda. Selanjutnya aku tak akan membiarkanmu bergerak lebih dari ini." Pemain musuh yang kehilangan bola tersebut menyimpan dendam tersendiri pada Arya.

Tak lama kemudian, pertandingan diakhir babak dimulai kembali. Waktu tersisa sangat sedikit dan kemungkinan mengembalikkan keadaan tak lebih dari 30 persen meskipun selisih satu poin. Pasalnya pemain Jakarta Thunder kini keluar dari strateginya. Di mana mereka selalu menjaga pertahanan dalam semaksimal mungkin, namun ketika Bastian hendak melakukan lemparan ke dalam, tiba-tiba saja para pemain Jakarta Thunder langsung menjaga semua pemain Karesso di mana pun mereka berada.

Arya masih berada di garis pertahanan mereka namun sudah dijaga oleh dua pemain Jakarta Thunder. Sedangkan Loga dan Denny berada di depan garis serang, berjaga-jaga mendapatkan momentum. Namun melihat Arya sedikit kewalahan, mau tak mau Loga dan Denny mengendurkan posisi mereka dan sedikit mundur ke garis pertahanan. Penjagaan antar pemain begitu ketat membuat Bastian sulit menentukan rekannya yang akan menerima lemparannya. Sudah tiga Bastian memegang bola di luar lapangan, jika terlalu lama akan terjadi pelanggaran untuk kesekian kalinya.

Ketika Bastian sudah buntu, tiba-tiba saja ada bayangan sekilas lewat di matanya. Salah satu temannya berlari dari area pertahanan Karesso menuju pertahanan musuh. Beruntungnya, posisi temannya sedikit lebih depan dari musuh sehingga ia sedikit bebas dalam melakukan serangan.

Tak ingin membuat kesalahan, Bastian dari ujung lapangan melempar bola dengan tangan kanannya, memutar di udara dan melesat jauh menuju salah satu temannya yang sebagai point guard sekarang. Sesuai dengan seragam dan nomor punggungnya, orang itu bernama Calvin. Tubuhnya lebih pendek dari Arya dan salah satu pemain kepercayaan Coach Greg.

Pandangannya mendongak ke atas, menunggu bola jatuh ke tangannya sambil terus berlari. Begitu bola tak jauh di atas kepalanya, Calvin langsung melompat tinggi. Nahasnya, salah satu pemain Jakarta Thunder berhasil mengejar dan melompat lebih dulu. Di sini Calvin yang melompat tinggi baru sadar jika di belakangnya ternyata ada pemain musuh sudah mengantisipasi gerakannya. Seketika Calvin menganga sambil melihat punggung musuh.

Namun lompatan lawan terlalu cepat, hingga ketika bola sudah siap mendarat ke tangan pemain Jakarta Thunder, alhasil bola meleset dari tangkapannya dan bola semakin terbuang ke belakang, di mana di belakangnya ada Calvin yang menunggu kesempatan sekecil apapun, ia sudah siap menunggu. Kesempatan Calvin merupakan keputusan sangat tepat. Ia menerima bola mentahan tersebut dengan cepat lalu berlari menuju ring lawan.

"Sialan!" pemain Jakarta Thunder menggumam kasar lalu setelah mendarat sempurna, ia kembali mengejar Calvin. Akibat tidak hati-hati ketika mendarat dan memfokuskan tubuhnya pada lompatan dan bola yang sudah di tangan Calvin. Pemain Jakarta Thunder itu mendarat dengan tidak sempurna, di mana kakinya terkilir membuatnya langkahnya terpaksa terhenti.

Di sisi lain Calvin sama sekali tak mengerti, musuhnya hanya terdiam sambil mengulurkan tangannya ke depan. Waktu tersisa dua detik lagi dan Calvin tak ingin membuang kesempatan tersebut. Ia melakukan lay up dengan bola di pantulkan ke papan ring. Begitu bola masuk ke dalam ring, waktu telah habis, sirine di dalam lapangan berbunyi keras menunjukkan pertandingan telah selesai. Setelah melewati 4 babak lamanya, kini Karesso berhasil mengunci kemenangan atas poin terakhir dari Calvin.

Spontan Arya dan ketiga pemain lainnya langsung berlari ke arah Calvin sambil mendorong satu sama lain, disusul rekan-rekannya yang berada di bangku cadangan. Mereka merayakan kemenangan dengan sorakan dan tos yang begitu keras. Dalam dunia olahraga sudah menjadi hal biasa ketika salah satu pemain menciptakan momen yang cukup unik dan menegangkan, biasanya mereka akan bersorak sambil melakukan tos yang keras.

Dengan poin di menit akhir, pertandingan pertama Karesso di malam ini telah selesai dengan kemenangan selisih satu poin (74-73)