webnovel

ATASHA : SPARKLING LOVE

Natasha Aluna, tidak ada yang dia pikirkan selain bagaimana nasib pekerjaannya dan satu lagi, bagaimana kabar Raga pradipta. Masa mudanya berakhir menyedihkan, harapan-harapan yang ia bangun selama hidupnya hancur lebur karena perkara kedua orangtuanya. Bagaimana bisa orang tua meninggalkan banyak musibah saat mereka meninggalkan dunia? Mengapa pula banyak orang tua yang bersikap seakan mereka benar dan anaknya adalah yang paling salah dalam urusan keluarga? Pikiran Natasha hanya tentang bagaimana rasanya dicintai, entah itu oleh keluarga, kekasih, atau bahkan yang paling simple oleh teman. Semua orang hanya menyukai dia dan harta milik orangtuanya, bahkan saat mereka tau bahwa Natasha tidak lagi menjadi orang berada, mereka meninggalkannya sendiri. Harapannya bertemu sosok seperti Raga, penyayang, tampan, baik hati, hangat, dan yang paling penting adalah... pria itu tidak pernah memandang tinggi rendahnya kasta. Aku mencoba tidak menyukainya bahkan saat dia berbaik hati padaku, karena semua orang yang menerima cintaku tidak akan pernah berakhir baik saat saling berhubungan. — Natasha Aluna. Saat melihat Natasha, pikiran pertama ku adalah dia anak yang kesepian. Maka dari itu aku banyak meluangkan waktu untuknya, tidak ada pikiran untuk mencintainya. — Raga Pradipta.

lovemizi · Masa Muda
Peringkat tidak cukup
247 Chs

Tinggalkan aku, tolong

Kegagalan kemaren membuat Raga merasa ada keanehan pada dirinya sendiri, tidak biasanya dia akan meminta maaf duluan terlebih tidak tau kesalahannya apa. Raga hanya merasa perlu meminta maaf pada Natasha tanpa alasan yang dia ketahui, untuk mengharuskannya melakukan itu.

"Mikirin apa?"

Gara datang dengan dua cup coffee hangat yang sempat dia buat di dapur tadi. Tidak tau apa yang dipikirkan kembarannya saat pertama kali masuk ke dalam rumah, wajahnya sudah berubah datar dan fokus.

"Kamu udah pernah bertemu dengan Natasha bukan?"

Gara tertawa mendengar pertanyaan itu, "Bahkan sudah terlalu sering akhir-akhir ini," gumamnya sembari menyeruput segelas kopi itu.

"Kenapa, any problem?" tanya Gara.

Raga berpikir apakah baik menceritakan hal tersebut pada Gara, tapi dia tidak tau apa yang harus diceritakan dan harus memulainya darimana.

"Tau keluarga konglomerat yang kemarin kecelakaan pesawat?"

Gara meletakan kopinya kemudian menganggukkan kepala, "Itu viral banget kan, gila sampai saat aku masih di Universitas berita itu terdengar," sahutnya takjub. Siapakah konglomerat itu sampai-sampai bisa menembus berita internasional.

"Natasha itu anaknya,"

Gara terbatuk saat menyeruput kopinya, dia memasang wajah sangat terkejut.

"Dia?!" tunjuk nya ke arah angin kosong seolah-olah disana keberadaan Natasha. Hal itu berbalas anggukan oleh Raga.

"Wait, barusan kamu bilang bahwa dia adalah anak dari konglomerat itu? Kenapa sekarang keliatannya susah?" tanya Gara.

"Kamu ingat papah pernah bilang ada seorang konglomerat yang papah percaya, orang tua kita sampai meminjamkan semuanya pada perusahaan itu, saat kabarnya perusahaan itu akan bangkrut, ingat?"

"Jangan bilang?!"

Raga mengangguk, itu semua benar. Ayah dari Natasha memiliki hutang yang berlimpah pada keluarga Raga. Dia baru mengetahui alasannya kemarin, keluarga nya mengirimkan banyak sekali rentenir untuk mencari keluarga Natasha. Selama ini keluarga Natasha melarikan diri dan bilang bahwa dia hanya memiliki satu anak, yaitu anak yang sedang istrinya kandung. Karena Natasha tidak pernah di tunjukan kepada publik, niat hati saat berumur 17 tahun tepat saat kejadian itu, kedua orang tua Natasha hendak memperkenalkan anaknya, anak pertamanya tetapi kejadian naas malah terjadi. Dan saat itu juga para rentenir tau kebocoran fakta bahwa Natasha adalah anak nya.

Ingat saat pertama kali Natasha kembali ke apartemennya dan bertabrakan dengan seseorang, itu adalah Raga. Dan alasan dibalik Raga membantunya adalah, hal itu. Rasa kasihan miliknya.

"So sekarang, mereka masih nyari Natasha?" tanya Gara terkejut.

Raga mengangguk, "Masih, mereka harus tau atas kepemilikan warisan dan mengurus hutang-hutang milik keluarga Natasha, tetapi papah bilang kemarin bahwa anak itu sudah meninggal. Informasi palsu yang diberikan oleh asisten pribadi ayah Natasha, dan sekarang dia sedikit bebas karena tidak ada yang mengejarnya, untuk saat ini sampai nanti faktanya akan terungkap,"

Gara menatap Raga dengan tatapan curiga, "Lo gak bakal nge bongkar ini bukan, Ga?"

Raga menatap lurus kedepan, meskipun dia harus melakukannya, itu adalah untuk Gara karena harta waris akan jatuh pada Gara.

"Raga, kamu tau bukan Natasha orang kayak gimana? Lebih baik kita pura-pura gak tau seperti yang mereka tau, tolong," saran Gara. Dia tidak mungkin mengorbankan gadis lugu dan pekerja keras itu.

Raha hanya menjawab dengan anggukan kemudian tersenyum tanpa menatap wajah Gara.

***

Natasha berdiam diri di tempat duduk yang dipasang di depan rumah yang dia sewa, dia menghela napas dan matanya terlihat sayu.

"Lagian ngapain sih dia kesini? Ngapain coba? Apa alasannya?" tukas Natasha kesal.

"Terus kenapa aku kayak gitu?"

"AAAH! NATASHA BODOH!" teriaknya mengacak rambut kesal.

Dia tidak tau alasan kenapa dia bersikap seperti tadi, kenapa dia harus bersikap seperti itu? Yatuhan kenapa! Padahal Natasha tinggal bilang baik-baik, bukan? Dan lagipula masalah apa yang terjadi diantara mereka?

Natasha sudah memaafkan semuanya, mulai dari penyebab kasus pembullyan nya dan soal seorang wanita yang marah-marah di kantor itu sudah dia maafkan. Dia hanya perlu Raga menjauh dari dirinya.

Natasha menatap ponselnya, room chat miliknya dan Raga. Tetapi notifikasi malah masuk dari Gara, kembarannya.

'Nat, udah makan siang?'

Natasha mengernyitkan dahinya, "Tapi sekarang udah malem," gumamnya.

'Udah' ketik Natasha di keyboard nya. Mungkin dia nanya siang tadi.

"Wah, dia balasnya cepat sekali. Gak kayak yang satunya," gumam Natasha saat melihat Gara yang langsung membaca pesannya.

'Rumah baru lo dimana? Mau main nih'

'Gak usah deh, aku capekㅠㅠ' itu yang Natasha tulis.

Dia menghela napasnya, kenapa Raga tidak se perhatian Gara. Kenapa pria itu tidak terang-terangan saja, kenapa juga Raga harus membuntuti Jeno padahal tinggal bertanya saja dan mengutarakan maksudnya.

"Oh ya, kamu yang gak mau denger alasannya," Natasha tersenyum bodoh pada dirinya sendiri, kemudian dia memukul pelan kepalanya.

'Makan malem udah? btw udah gue orderin tuh, bentar lagi sampe keknya'

Natasha mengernyit, "Becanda kali dia," ucap Natasha sembari tertawa. Tetapi satu detik kemudian dia terkejut saat mendengar suara langkah kaki dari arah tangga, mengarah ke tempatnya. Spontan Natasha berlari masuk ke dalam rumah, itu sangat mengejutkan. Dia berlari seperti kilat dan menutup seluruh jendela, mengunci pintunya, tanpa suara. Kemudian dia duduk di belakang pintu menekuk lututnya.

"Tolong," desisnya.

Ingatan Natasha berputar, remang-remang dia merasa sedang berada di satu ruangan yang temaram, kemudian dia mendengar langkah kaki berderap sangat cepat kemudian membuka pintu dengan menendangnya. Natasha juga mendengar suara tembakan dimana-mana.

Itu ingatan Natasha kecil dengan rasa takutnya.

Natasha menekuk lututnya, menutup telinga dengan kedua tangannya, serta dia memejamkan mata sangat kuat sampai suara ketukan pintu dan seseorang yang memanggil namanya membuat Natasha bergeming.

Dia menatap ke segala arah dengan tatapan takut, tangannya masih memeluk dirinya sendiri. Natasha tidak tau ingatan apa yang baru saja melintas tadi. Tepat saat itu sebuah wadah plastik terjatuh karena angin, dan membuat Natasha langsung menjatuhkan dirinya menutup telinganya lagi.

"Apa itu?!" ucapnya setengah berteriak.

Seseorang yang mengetuk tadi mendengar suara teriakan Natasha dan mencoba membuka pintunya, dia mendobrak dobrak pintu itu yang malah menambah ketakutan Natasha.

Pintu terbuka, melihat keadaan seorang gadis yang sedang menekuk lututnya sembari terdengar gumaman berkali-kali membuat seorang pria itu langsung memberikan pelukan pada gadis itu.

Natasha tidak bergeming saat seseorang memeluknya, seperti yang biasa dia lakukan saat ingatan ini kembali, Natasha tidak tau apa yang menjadi penyebab ketakutannya pada suara langkah kaki misterius, terlebih saat hari sudah malam dari dia sedang sendiri. Ingatan itu pasti akan berputar lagi.

"Jen, gue gak tau itu apa," gumam Natasha.

Pria itu mengusap punggung Natasha berharap kekhawatirannya usai.

"Sorry gue lupa ngabarin lo, Nat...."

Natasha mengangguk dan mengeratkan pelukannya pada Jeno, "Gue takut,"