webnovel

ATASHA : SPARKLING LOVE

Natasha Aluna, tidak ada yang dia pikirkan selain bagaimana nasib pekerjaannya dan satu lagi, bagaimana kabar Raga pradipta. Masa mudanya berakhir menyedihkan, harapan-harapan yang ia bangun selama hidupnya hancur lebur karena perkara kedua orangtuanya. Bagaimana bisa orang tua meninggalkan banyak musibah saat mereka meninggalkan dunia? Mengapa pula banyak orang tua yang bersikap seakan mereka benar dan anaknya adalah yang paling salah dalam urusan keluarga? Pikiran Natasha hanya tentang bagaimana rasanya dicintai, entah itu oleh keluarga, kekasih, atau bahkan yang paling simple oleh teman. Semua orang hanya menyukai dia dan harta milik orangtuanya, bahkan saat mereka tau bahwa Natasha tidak lagi menjadi orang berada, mereka meninggalkannya sendiri. Harapannya bertemu sosok seperti Raga, penyayang, tampan, baik hati, hangat, dan yang paling penting adalah... pria itu tidak pernah memandang tinggi rendahnya kasta. Aku mencoba tidak menyukainya bahkan saat dia berbaik hati padaku, karena semua orang yang menerima cintaku tidak akan pernah berakhir baik saat saling berhubungan. — Natasha Aluna. Saat melihat Natasha, pikiran pertama ku adalah dia anak yang kesepian. Maka dari itu aku banyak meluangkan waktu untuknya, tidak ada pikiran untuk mencintainya. — Raga Pradipta.

lovemizi · Masa Muda
Peringkat tidak cukup
247 Chs

Aku, mencintainya?

Natasha mengumpat sebanyak apa hari ini, mulai dari kesialannya, telat masuk kelas, dan sekarang hukuman menanti bukan? Sementara dia terjebak disini berdua dengan Raga yang terus saja fokus menyetir, kenapa pria itu tidak membuka pembicaraan. Meminta maaf atau apalah, tapi Natasha tau itu kesalahannya.

"Aish," desis nya pelan.

"Ada apa, Nat?" tanya Raga saya mendengar desisnya.

Natasha menggeleng kemudian tersenyum hingga menunjukkan giginya, canggung.

"Aku minta maaf karena buat kamu harus khawatir," sahut Natasha.

Raga tertawa, "Saya gak kepikiran kalau kamu bakal terlambat, tadi saya mau ke rumah ambil beberapa barang, eh pas lihat kamu jadi mending saya antar sekalian,"

Natasha memejamkan matanya, sekalian rupanya bukan pria itu khawatir pada dirinya. Sial, kena lagi Natasha. Malu.

"Ah, HAHA!"

Natasha mencoba mengalihkan perhatiannya pada ponsel, merasa tidak ada yang harus dibicarakan kembali. Dia dan Raga diam memikirkan pikiran masing-masing yang mulai berkecamuk. Natasha memikirkan kecanggungan yang sedang terjadi, sementara Raga yang sibuk dengan kegiatan menyetir nya.

"Enggg, kamu punya mobil kenapa selalu pakai sepeda?" tanya Natasha mencoba membuka percakapan.

Raga memasang wajah berpikir, "Gak tau alasannya, cuman pengen aja," sahutnya.

Natasha mengangguk, sebelum dia sadar bahwa Raga tidak akan membuka suara lagi dan dia yang mematikan percakapan.

"By the way, kamu kelas berapa, Nat?"

"Dua belas, kenapa?"

Raga menggeleng, sementara Natasha tidak terlalu perduli dan memilih melanjutkan kegiatan bermain ponselnya. Padahal ini sudah sangat telat untuk ukuran masuk sekolah. Matahari sudha tampak meninggi, tidak mungkin dia masuk pukul segini.

"Turunin di depan aja, Ga," tunjuk Natasha pada halte bus yang tidak terlihat oleh pagar depan sekolah. Dia akan membolos hari ini, tidak ada yang penting disekolah, karena hanya ada pelajaran yang tidak terlalu dibutuhkan saat ujian nanti dan nilai Natasha juga bagus di mata pelajaran itu.

"Mau bolos kamu?"

Mata Natasha membulat, "Gimana kamu tau! Wah, kamu bisa baca pikiran?!" tanya Natasha terkejut, padahal dia tidak menunjukkan bahwa dia akan membolos hari ini.

"Keliatan," sahur Raga, "Kenapa gak pulang aja?"

"Mendadak kepikiran mau pergi ke suatu tempat, turunin di depan aja, gak apa-apa. Jangan sungkan," ucap Natasha mencoba mencairkan suasana dan bersambut baik oleh Raga yang tidak bertanya apapun lebih lanjut.

Pria itu hanya mengatakan, "Hati-hati, kalau ada apa-apa bisa hubungi saya," ucapnya.

Natasha mengangguk dan membentuk jarinya berbentuk O, tanda setuju kalau ada sesuatu terjadi pada dirinya, dia akan menghubungi Raga.

"Terimakasih tumpangannya,"

***

Natasha melambai ke arah mobil yang Raga tumpangi, sudah masuk kedalam keramaian kendaraan.

Dia benar-benar memiliki tempat yang ingin dikunjungi, tempat yang tiba-tiba saja melintas di kepalanya. Natasha belum mengunjungi makan kedua orang tuanya, meski dia anak yang tidak berbakti, tetap saja dia harus pergi kesana sesekali untuk menyapa.

"Naik apa?" pikirnya, dia tidak tau kendaraan apa yang bisa mengantarnya sampai ke tempat kedua orangtuanya di makamkan. Karema beberapa hari lalu Natasha mendengar kabar bahwa jasad kedua orang tuanya sudha diketemukan dan dia menyesal tidak bisa melihat karena rentenir itu yang masih mencari keluarga korban, keluarga dari kedua orangtuanya termasuk dirinya sendiri.

"Anka durhaka kamu Nat," gumamnya setelah memikirkan kejadian itu.

Dia melambaikan tangannya saat menemukan kendaraan apa yang akan mengantarnya kesana, pastinya kendaraan umum meski dia harus berjalan sedikit untuk sampai ke tempat itu karena pemberhentian yang lumayan jauh. Tidak mungkin dia memesan taxi online seperti biasa, uangnya bisa langsung habis.

"Pak, lewat pemakaman melati, ya?"

"Iya neng, lewat sana tapi agak jauhan karena itu agak masuk ke dalam gang,"

Natasha mengangguk, kemudian dia duduk dengan tenang.

***

Butuh waktu sekitar dua puluh menit untuk sampai ke gang tersebut, terasa tidak jauh jika menaiki kendaraan umum karena pergerakannya yang cepat. Natasha langsung turun setelah memberikan uang ongkos, dia melihat ponselnya lagi untuk mengecek arah harus kemana dia pergi.

Dia sampai tepat di depan pemakaman, ternyata disana ramai, tidak maksudnya ada beberapa orang yang berkunjung. Natasha sudah diberitahu tempatnya dimana, kedua orang tua dan adiknya di makamkan.

Dia mencari dan terus mencari, "Ketemu," sahutnya.

"Assalamu'alaikum," sapanya.

Dia sudah membeli bunga di penjual depan makan tadi.

"Astaga, sudah berapa minggu?" gumamnya, dia menemukan sampah dedaunan ada dimana-mana dan rumput yang sudah mulai tumbuh.

"Gimana kabar kalian?" tanyanya.

"Tenang, gak usah khawatir. Nata disini baik-baik aja, seperti biasa. Tanpa kalian," gumamnya.

Natasha dan kemandiriannya ternyata benar-benar berguna. Tidak butuh banyak waktu untuk Natasha membersihkan ketiga makam yang terlihat baru itu, mungkin semuanya diurus oleh Dito.

"Masalah Dito, sebenarnya aku hendak mencarinya. Tapi, beberapa kali tidak mendapatkan kabarnya,"

Natasha mengangguk, tidak tau kenapa. Kemudian dia tersenyum.

"Bunda, ada seseorang yang sekarang sering berpura-pura di kepalaku. Beberapa hari ini, tetapi tadi dia sempat membuatku kecewa, sedikit, sebelum perbuatan manisnya kembali hadir. Menurut Bunda dia seperti apa?"

Ya, dia menceritakan Raga.

"Bunda tau bukan, aku tidak pernah bercerita bahwa aku sedang mencintai siapapun, berhubung sekarang Bunda tidak bisa meledek aku lagi, aku akan bercerita," dadanya mendadak sesak, tetapi dia alihkan dengan tawa ringan.

"Dia terlihat lebih dewasa daripada aku, bijaksana kelihatannya, baik, tidak membuat aku merasa waspada, selalu ada saat dibutuhkan, dan... dia yang menemani masa-masa sulit ku kemarin,"

Natasha memegang nisan kedua orang tuanya, "Apa kalian tau, Natasha rasa, Nata suka gak sih sama dia?" gumamnya mengajukan pertanyaan tak terjawab kan itu.

"Mungkin, benerkan! Gimana tidak suka sama dia coba Bun, dia itu ganteng, gak tau kenapa kharisma nya. Bunda tau kan Nata suka banget sama cowo yang lucu dan gemesin didepan Nata tapi sebenarnya dia itu dewasa di depan publik,"

"Benar, tipe ideal Natasha," gumamnya.

Natasha tau dia tidak akan bisa memiliki Raga dan tidak akan mendapatkan jawaban atas pertanyaan dan tanggapan dari cerita panjangnya itu.

Tapi Natasha tidak mendadak menjadi sedih, dia sudah biasa sendiri.

"Saatnya berpamitan," ucapnya. Natasha tidak sadar bahwa orang-orang disekitarnya memperhatikan dia, berbincang bahwa dia adalah gadis yang tegar. Tidak ada yang tidak tau siapa dia, terlebih saat melihat nama yang terukir di nisan itu. Keluarga kaya dan bahagia milik gadis yang terlihat ceria itu runtuh beberapa bulan lalu.

"Nata harus cari pekerjaan, gimana kalau makan gak punya uang? Bunda juga tau kan perawatan kuku Natasha berapa, rambut Nata berapa, terus belum lagi Nata gak bisa makan makanan yang ada di kosan. Itu terlalu instan, liat gak ada kalian perut Nata jadi membesar,"

"Nata rindu kalian, tapi Natasha gak sedih, siapa Natasha yang sedih?"

Dia mencoba mengobati dirinya sendiri dengan membuat dirinya terlihat tegar dan bodoh di waktu yang sama. Dia Natasha Aluna.