webnovel

Astrophilia (Light is easy to love. Show me your darkness.)

"Light is easy to love. Show me your darkness." "The sun watches what i do, but the moon knoes all my secrets." Kisah tentang seorang gadis sederhana bernama Hwayoung yang tinggal di sebuah desa pesisir pantai. Kepribadiannya yang cerah dan periang membuatnya disukai seluruh warga desa. Sebuah kecelakaan merenggut nyawa orang terkasihnya. Sejak saat itu kegelapan langit malam adalah satu- satunya saksi akan bekas lukanya, hingga dia bertemu dengan Minho. Seorang pria dingin yang realistis, sebuah trauma masa lalu menjadikannya pria yang terlihat tak berperasaan. Kepribadian mereka yang bertolak belakang justru membuat keduanya bersandar satu sama lain. Akankah mereka bisa saling menyembuhkan satu sama lain?

LeeSeolA · Masa Muda
Peringkat tidak cukup
3 Chs

Desa Samcheok

Desa Samcheok, adalah desa yang terkenal dengan keindahan pantainya dan hasil laut yang melimpah. Pasir pantainya yang putih bersih menjadi daya tarik tersendiri untuk para wisatawan. Pantai Samcheok menyuguhkan pemandangan indah matahari terbit. Tak hanya memiliki pantai yang indah, Samcheok juga memiliki sebuah bukit yang dikenal dengan bukit Shimhak. Bukit ini menyuguhkan pemandangan sunset yang indah dengan latar lautan Samcheok yang berwarna keemasan saat matahari tenggelam. Pada musim semi bukit ini dipenuhi oleh berbagai bunga indah diantaranya adalah bunga azalea, peoni, dan bunga matahari

Suara deburan ombak, nyanyian indah para burung, dan riuh suara para nelayan yang telah berkumpul untuk melelang hasil tangkapan laut mereka adalah suasana khas pagi di pesisir Samcheok. Ketika para nelayan sibuk melelang hasil tangkapan mereka, berbeda dengan para ahjumma yang telah siap dengan celana bermotif bunga dan sepatu karet mereka, ah tak lupa celemek dan pisau yang akan mereka gunakan untuk membersihkan cumi- cumi. Cumi- cumi itu akan dikeringkan dan menjadi makanan khas desa Samcheok. Begitulah pagi yang sibuk di desa Samcheok.

Ditengah kesibukan pagi hari desa Samcheok, seorang gadis tampak asik menyirami bunga- bunga indah di pekarangan rumahnya. Dengan wajah yang dihiasi senyuman khasnya. Dia akan menyapa setiap orang yang lewat dengan wajah ceria. Tak heran gadis itu sangat disayangi oleh seluruh warga desa Samcheok.

"Hwayoung-aa… sarapan sudah siap. Masuk dan makanlah!" seru seorang gadis dari dalam rumah.

"Baiklah eonni… aku akan masuk sekarang." Jawab gadis yang dipanggil Hwayoung tadi.

Ketika memasuki rumah, bau harum masakan menyambut Hwayoung. Sup doenjang (doenjang adalah pasta kedelai Korea), telur goreng, kimchi, dan dua mangkuk nasi hangat telah siap di meja makan. Jangan tertipu oleh semerbak bau harumnya, nyatanya penampilan masakan yang tersaji di meja itu sungguh mengejutkan. Ya, sudah tidak mengejutkan lagi bagi Hwayoung melihat telur mata sapi yang tak berbentuk, nasi yang setengah matang, dan sayuran yang masih sedikit keras dalam sup. Walaupun begitu, rasanya masih bisa dikatakan 'cukup' bisa dinikmati. Ya, begitulah sedikit kekacauan pagi di sebuah rumah yang ditinggali oleh dua orang gadis dengan kepribadian yang sedikit berbeda. Padahal tadi pagi Hwayoung sudah bersiap untuk memasak, tapi Seongeun bersikeras ingin memasak untuk sarapan dan menyuruh Hwayoung untuk menyirami bunga saja. Katanya dia sudah lama tak memasakan sesuatu untuk Hwayoung. Ya, mau bagaimana lagi, Hwayoung tetap menuruti perkataan Seongeun yang empat tahun lebih tua darinya.

"Hwa-yaa… hari ini kamu akan melakukan apa? Ini kan hari minggu, mau bantu aku di café?" Seongeun membuka pembicaraan. Sedangkan yang diajak bicara masih asik mengunyah makanannya sembari menyeruput sedikit kuah sup. Syukurlah Seongeun memiliki kesabaran yang luar biasa.

"Kenapa aku harus membantu eonni di café? Ini kan hari libur… apa eonni akan menambah gajiku jika aku membantu eonni hari ini?" jawab Hwayeong sambil melahap telur mata sapi yang tak berbentuk.

Seongeun menghembuskan nafas berat sembari menatap Hwayoung yang masih menikmati makanannya. Dia berpikir sejenak lalu berkata, "baiklah akan kuberi bonus. Bagaimana? Café akan menjadi sangat ramai di hari minggu, tapi Kim Nari tidak bisa berkerja karena akan menemui adiknya yang sedang libur dari militer."

"Wah dapat bonus ya… Hmm,, sayang sekali eonni.. Hari ini aku lebih memilih untuk memotret para ahjumma dan keindahan alam lainnya. Ah, aku juga akan membantu nenek Gamri memetik beberapa bunga." Kata Hwayoung sembari membereskan piring bekas makannya.

"Yaa! Lee Hwayoung… kamu kuberi kesempatan tiga kali dan dua kesempatan sudah kamu gunakan, satu kali lagi kamu seperti ini, entah apa yang akan kulakukan padamu." Ujar Seongeun yang mulai naik darah.

"Aigoo… Baek Seongeun-ssi… bukannya memohon baik- baik malah mengancam. Baiklah kalau begitu, aku tak akan membantu eonni mencuci piring hari ini." Hwayoung bergegas mengambil kameranya lalu, secepat mungkin pergi melarikan diri sebelum Seongeun melemparnya dengan piring. Sementara Seongeun hanya bisa menghela nafas panjang. Kita doakan saja semoga Seongeun memiliki banyak kesabaran.

Hwayoung menyusuri jalan menuju café Seongeun. Ya, meski tadi gadis itu berkata tak akan membantu Seongeun, dia tetap pergi ke café itu untuk membantu Seongeun. Ya begitulah hubungan mereka, layaknya dua saudara yang saling usil satu sama lain, tapi saling menyayangi. Hwayoung tak akan tinggal diam jika ada seseorang yang menyakiti 'Eun eonninya'. Baginya hanya dia saja yang boleh menjahili eonninya itu.

Di tengah perjalanan menuju café, Hwayoung mengambil beberapa gambar dengan kameranya. Dia sangat suka memotret sesuatu yang ia anggap indah. Dia memotret beberapa bunga, dedaunan, pepohonan, dan beberapa hewan kecil yang ia temui. Sekarang tiga ekor kucing tengah menjadi model fotonya. Gadis bermarga Lee itu juga sempat memotret para ahjumma yang tengah sibuk membersihkan cumi- cumi. Saat sedang asik memotret para ahjumma, ada sesuatu yang menarik perhatian Hwayoung. Seorang siswi berseragam SMA Soyoung tengah duduk di tepi pantai. 'Bukankah ini hari libur? Kenapa ada seorang gadis dengan seragam? Apa sekarang sekolah tetap masuk walau hari libur? Ah sudah lah, lagi pula bukan urusanku.' batin Hwayoung. Gadis itu kembali melanjutkan perjalanannya menuju café Seongeun. Dalam perjalanan gadis itu menyapa para penduduk desa yang dia temui. Rasanya seluruh penduduk desa Samcheok pasti mengenal gadis bermarga Lee ini.

Sesampainya di café Seongeun, Hwayoung segera merapikan kursi dan meja. Dia juga menyapu bagian dalam café dan juga terasnya. Café milik Seongeun memang sangat terkenal. Ya, walaupun kemampuan Seongeun dalam memasak sangat minim, tapi kopi dan dessert buatannya sudah diakui oleh seluruh pengunjung desa Samcheok. Setelah selesai merapikan café Hwayoung membuat segelas ice americano untuk dirinya dan satu cup coklat panas untuk dia bawa. Tak lama setelah itu Seongeun tiba bersama seorang gadis berseragam yang tadi ia lihat di tepi pantai.

"Eonni… siapa gadis ini? Apa eonni mengenalnya?" Hwayoung menatap heran kedua gadis di hadapannya.

"Aku menemukannya di perjalanan. Katanya dia butuh pekerjaan, jadi aku membawanya kemari. Lagi pula kamu bilang tak akan membantuku kan?" kata Seongeun lalu kembali fokus ke gadis berseragam itu. Sepertinya ia masih kesal dengan tingkah Hwayoung pagi tadi. Dia tak menghiraukan Hwayoung dan sibuk menjelaskan pekerjaan yang harus dilakukan oleh gadis itu.

"Baiklah, aku akan pergi sekarang. Aku akan pulang dan memasak makan malam… pulanglah untuk makan." Hwayoung sebenarnya sangat penasaran dengan siswi itu, tapi ia tak ada waktu untuk itu. Dia harus bergegas pergi menemui nenek Gamri. Dia sudah berjanji kepada nenek Gamri untuk membantunya memetik beberapa bunga di ladang.

***

Nenek Gamri adalah salah satu tetua di desa Samcheok. Nenek Gamri tinggal sebatang kara. Hanya Gamja, seekor anjing berwarna coklat yang menemaninya. Hwayoung sangat dekat dengan nenek Gamri. Beliau telah menganggap Hwayoung sebagai cucunya. Sesampainya di ladang, Hwayoung melihat nenek Gamri dan Gamja tengah memetik beberapa bunga matahari. Bunga- bunga itu akan beliau bawa ke makam suaminya sebagai hadiah.

Hwayoung memang terkenal jahil. Bahkan sekarang dia sedang mengendap- endap menuju nenek Gamri. Sayangnya nenek Gamri telah melihatnya. "Hwa-yaa… apa kamu ingin kulempar dengan sekop ini? Senang sekali mengagetkan orang tua." Ujar nenek Gamri sembari mengangkat sekop di tangannya. Hwa hanya terkekeh melihatnya.

"Nenek… aku rindu sekali dengan nenek." Kata Hwa sambil bergelayutan di lengan nenek Gamri.

"Ada- ada saja… baru kemarin kamu makan malam dengan samgyeopsal dan kimchi jjigae di rumahku. Yang kamu rindukan itu aku atau masakanku heh?" Nenek Gamri mencibir. Sedangkan Hwa hanya tertawa mendengarnya.

Di saat Hwa tengah asik memotong batang beberapa bunga matahari sambil menaruhnya ke dalam keranjang bunga. Nenek Gamri mengelus kepala Hwa sembari berkata, "Hwa-yaa… Hadapkan wajahmu ke sinar matahari dan kamu tidak dapat melihat bayangan. Itulah yang dilakukan bunga matahari. Lihatlah ke arah depan, masa depanmu yang cerah menantimu. Berhentilah melihat masa lalumu. Masa lalu memang tak akan pernah hilang, namun kamu tak akan terjebak di dalamnya. Kemanapun matahari pergi Bunga matahari akan mengikuti, melalui semua rasa sakit dan semua kesedihan."

"Jika kamu adalah bunga … aku akan menggambarkanmu menjadi bunga matahari. Untuk selalu mengikuti matahari, membelakangi kegelapan, berdiri dengan bangga, tinggi dan lurus. Bunga matahari di musim semi, mereka sama sepertimu. Bunga matahari menghapus air matamu, semua keraguan dan ketakutanmu. Kamu terlahir untuk terbang, begitu tinggi. Kamu akan muncul begitu cemerlang sehingga para pembenci akan dibutakan. Dan sayang, kamu akan menjadi matahari saat itu, cerah dan indah." Lanjut nenek Gamri sembari menatap wajah Hwa dan menangkup kedua pipinya. Hwa tersenyum mendengar perkataan nenek Gamri.

"Hwa-yaa… apa kamu tau kenapa aku selalu membawa bunga matahari Ketika pergi ke makam kekasihku?" tanya nenek Gamri.

"Eum.. karena kakek Ilnam sama seperti bunga matahari. Senyuman kakek Ilnam selalu secerah bunga matahari yang bermekaran." Jawab Hwa.

"Kamu benar juga. Senyuman kekasihku memanglah secerah bunga matahari. Tapi Hwa, apa kamu tau tentang bahasa bunga?" Nenek Gamri berhenti sejenak menatap Hwa yang terlihat sedang berfikir, kemudian beliau melanjutkan perkataannya, "bunga matahari memiliki makna cinta yang dalam. Orang yang mencintai dengan ketulusan dan kesucian. Bunga yang paling menggambarkan kesetiaan. Aku ingin menunjukkan pada kekasihku bahwa aku benar- benar mencintainya sampai akhir."

"Apakah aku juga akan menemukan seseorang yang akan mencintaiku dengan tulus sampai akhir?" Hwa bergumam pelan.

Your gift is the motivation for my creation. Give me more motivation!

LeeSeolAcreators' thoughts