Mursal menghela napasnya, meletakkan gelas berisi teh hangat di meja. Setelahnya, dia melihat Aini yang sedang mengaduk minumannya.
Permintaan maaf akhirnya dia lontarkan berkali-kali tadi, sambil memeluk istrinya yang labil ini. Dia kelepasan, hingga hampir lupa pada sikap Aini yang cenderung mudah tersinggung, sensitif, sederhana dan tidak tahu soal mahalnya kehidupan di kota.
Ah, ralat. Aini tahu, tapi bukan berarti dia paham. Karena gadis ini sadar kalau dia takkan pernah bisa untuk menjadi kaya, untuk menikmatinya. Karena susahnya mencari uang bagi gadis ini dulunya, membuat pikirannya hampir menyempit dan dia percaya kalau apa yang di lakukannya hanyalah soal makan dan mencari makan.
Hingga Aini akan berpikir seribu kali untuk menggunakan uang secara berlebihan, karena dulu dia harus bekerja banting tulang hanya demi bisa makan.
"Kamu masih marah padaku, Sayang?"
Dukung penulis dan penerjemah favorit Anda di webnovel.com