Melihat istrinya yang tampak cemberut, dengan wajah yang tampak berpaling dan merengek tanpa suara, Mursal tersenyum dan menangkup wajahnya.
"Mana mungkin aku akan meninggalkanmu, Sayang. Ini umrah bukan haji jadi kita bisa mengatur jadwal ulang dengan alasan yang kuat kalau tidak bisa berangkat saat itu. Kita bisa undur sampai kamu benar-benar sehat," ucapnya membuat Aini menatapnya lagi.
"Sungguhan?"
Mursal mengangguk pelan. "Iya, Sayang. Kamu jangan khawatir apa-apa yang belum terjadi. Kalau benar dia nanti tumbuh disini," jedanya sambil menyentuh lembut perut istrinya. "Mudah-mudahan dia anak yang baik dan tidak membuat kamu susah atau sakit. Dengan begitu kita akan bisa membawanya ke sana seperti yang Mama lakukan sewaktu mengandung Mas Mukhtar."
Aini tersenyum mendengarnya. "Benar, mudah-mudahan dia menjadi anak yang baik kalau benar-benar tumbuh dalam rahim saya."
Mursal tersenyum. "Aamiin." Diciumnya puncak kepala sang istri hingga Aini bersandar di bahunya dengan manja.
Dukung penulis dan penerjemah favorit Anda di webnovel.com