webnovel

ASMARALOKA

Ini tentang dia. Dia sih Raja penguasa hati Anala Yang selalu berekspresi datar untuk menutupi kesedihannya.

21_Ffebbyy · Realistis
Peringkat tidak cukup
9 Chs

Semangat!!

Ikhlaskan ia pergi, kita juga menyayangi nya. Tetapi, Tuhan lebih menyayangi nya. Tak ada yang ingin itu terjadi, namun percayalah. Setiap peristiwa memiliki jalan keluar dan mengandung beberapa makna.

Seperti yang dirasakan Raja saat ini, ia tak pernah menduga bahwa hal itu terjadi. Melalui mimpi itu, ia fikir sang Bunda akan kembali ke sisi nya tetapi ternyata maksudnya berbeda.

"Yang sabar yah, Ja" Kevin menepuk bahu temannya itu. Memberi semangat.

"Kita selalu ada untuk lo, lo gak perlu khawatir" Jenan juga sama, namun lebih memilih mengusap bahu Raja.

Mereka berada di pemakaman tepat di makam Bunda Raja.

Raja menatap kosong gundukan tanah yang ada di depannya, masih syok, masih tak percaya dengan semuanya. Ia masih ragu untuk percaya bahwa gundukan tanah itu adalah benar-benar milik sang Bunda.

Sementara ketiga temannya hanya bisa menatapnya sendu.

Flashback On

Raja berlari membela koridor bersama Anala yang ia genggam tangannya erat. Mereka menuju parkiran, motor Raja. Dan melengos keluar dari gedung sekolah menuju kediaman Dirgantara. Beruntung gerbang sekolah tak ada yang menjaga.

Raja menjalankan motornya membela jalanan dengan kecepatan tinggi, tak peduli dengan beberapa orang yang memakinya. Sementara Anala yang ada di belakang hanya bisa pasrah.

Tak lama tibalah mereka, sudah banyak orang disana.

Mereka pun turun dari motor dan menuju kedalam rumah bernuansa elegan itu. Satu yang ia dapat, tangis kencang dari semua asisten keluarga Dirgantara.

Mereka merasakan apa yang juga ia rasakan, sepertinya hal ini memang nyata. Bahkan ayahnya--Dirga, hanya terdiam di sudut ruang. Namun, tetap mengeluarkan air mata.

Tubuh Raja merosot ia tak bisa berdiri tegak saat ini. Hatinya sangat sakit. Apa yang harus ia lakukan?

"Bundaa...." air matanya mengalir. Anala yang berada dibelakangnya juga tak kuasa menahan sesak dadanya, sungguh kenyataan pahit yang dialami Raja saat ini.

"Bundaa....hiks....jangan tinggalin Raja....hiks...."

"Raja janji gak bakal nakal"

"Raja bakal turutin semua perkataan Bunda"

"Raja gak akan kecewain Bunda lagi" ini adalah hal terberat di dalam hidup setiap manusia. Merelakan orang tersayang kita untuk pergi. Anala yang tak tegah melihat temannya itu pun berjalan maju dan memeluknya, mengelus punggungnya, menenangkan.

"Raja harus kuat, yah!, Raja harus ikhlas, bagaimanapun....ini semua adalah takdir" Raja membalas pelukan itu tak kala erat. Sungguh ia sangat rindu dengan pelukan sesosok malaikat penyemangat hidupnya yaitu sang Bunda.

"Gue gak kuat, La!, gue gak kuat!. Lo tau? Gue sayang banget sama Bunda, tapi kenapa?....hiks....kenapa dia ninggalin gue secepat ini, La?!"

"Gue masih butuh dia!, gue gak rela Bunda ninggalin gue--apalagi....Ayah benci sama gue." Jelas Raja sembari memelankan volume suaranya diakhir kalimat. Membuat Anala tersentak.

Setelahnya Raja melepaskan pelukannya pada Anala dan berjalan maju menuju atma sang Bunda yang kini ditutupi dengan kain putih. Dengan tangan bergetar ia melorotkan kain itu sebatas dada sang Bunda.

Dilihatnya wajah sang Bunda yang putih pucat, terlebih bibirnya, Ia tak kuat!, ia sungguh tak kuat!.

Bagaimana jika kalian yang ada di posisi Raja?

Anala kembali berjalan menuju Raja, mengusap punggung lelaki itu. Lihatlah bahkan Anala saat ini juga menangis. Ia membayangkan betapa sakitnya ia berada diposisi Raja saat ini.

"Raja?" suara bass milik seorang pria paruh baya membuat suasana menjadi menegang. Termasuk Raja yang kini sudah mendongak menatap seseorang yang memanggilnya barusan.

Dirga--Ya, ia yang memanggil Raja. Raja menatap mata sang Ayah yang menampilkan tatapan--sendu.

"Raja, kemarilah" Raja berjalan mantap kehadapan sang ayah tanpa rasa ragu. Ia siap!, ia siap bila kali ini wajahnya akan merah, tubuhnya akan babak belur, ia siap!.

Begitu sang anak ada di depannya, ia merentangkan tangannya dan memeluknya.

"Maafkan Ayah, nak. Maafkan Ayah....selama ini Ayah sudah membencimu. Maafkan Ayah, Ayah merasa bersalah, telah membiarkan Bunda menuju kesini sendiri--untuk menemui mu, nak. Sekali lagi maafkan Ayah,"mohon Dirga.

"Raja udah maafin Ayah, kok. Raja udah maafin Ayah." selanjutnya ia membalas pelukan hangat dari Dirga.

"Terima kasih, nak. Mulai sekarang Ayah akan menjadi Ayah yang selama ini kamu dambakan, nak."

"Iya. Makasih, yah"

"Ikhlaskan Bunda. Ia sudah tenang disana" Dirga melepas pelukannya dan menatap sang anak.

"Iya, Ayah. Raja minta maaf, yah. Kalo selama ini, Raja suka ngebantah omongan Ayah"

"Iya. Tidak apa-apa, nak. Biarlah semua berlalu, lalu kita mulai kehidupan kita yang baru" Dirga mengusap bahu anaknya itu.

Flashback off

"Ayah pulang duluan, yah."ucap Dirga lalu diangguki ke empat remaja itu.

"Raja, aku turut berduka atas kepergian tante Rina, yah." Raja mengangguk. Terlebih yang didepannya ini adalah Klara--sang mantan pacar.

Sepertinya jantungnya tak berdetak cepat lagi, jika berada dekat bersama Klara, tak seperti waktu itu. Malahan Anala yang kini membuat jantungnya berdetak cepat.

Namun rasa sayang terhadap gadis yang berada di depannya ini tak pernah hilang, entahlah mengapa ia tak hilang saja bersama poin pertama itu.

Klara terus tersenyum menatap Raja yang hanya berekspresi datar, lalu tak lama tangannya terulur mengusap bahu cowok itu. Namun belum tersentuh tangannya sudah ditepis kasar oleh Raja.

"Jangan sentuh gue!" tuturnya dengan penuh penekanan, membuat Klara mendengus sebal. Lalu berlalu pergi tak lupa menarik Anala ikut bersamanya. Dan diikuti Kevin dan Jenan meninggalkan Klara sendiri.

"Raja! Ih! , jangan ditarik-tariiik!, Tangan Anala sakit" Aduh gadis itu sembari menghentakkan tangannya kasar. Membuat Raja berbalik badan menatapnya datar.

"Maaf" , ucap Raja lalu berbalik dan berlalu pergi meninggalkan Anala dan dua kembar. Mereka hanya bisa menggeleng melihat betapa dinginnya sikap cowok itu.

Selepas keluar dari pemakaman, ia pun mulai menjalankan motornya membela jalan. Sepanjang perjalanan dirinya selalu memikirkan masalah yang datang bertubi-tubi.

Mulai dari Klara yang mempermainkan nya, Yoga yang tiba-tiba pindah, sang Bunda yang meninggal, dan Klara yang pasti akan melakukan kembali aksinya lihat saja.

Tak berapa lama, tibalah ia di depan gerbang kediaman Dirgantara. Ia bisa melihat keadaan rumahnya tersebut. Masih ada beberapa tetangga yang ada disana.

Ia pun mulai menancapkan gas motornya memasuki area halaman rumah tersebut, dan memarkirkan motornya di garasi. Ia membuka helmnya, lalu berjalan memasuki rumah tersebut.

Diruang tamu, dilihatnya Dirga sedang duduk termenung. Ia melangkah maju mendekatinya, namun diurungkan kembali mengingat ia masih merasa canggung dengan pria paruh baya itu.

Mengapa canggung?, dari belia Dirga memang tak suka padanya. Entahlah karena apa sebabnya.

Saat Dirga beranjak dari duduknya, ia dapat melihat sang anak yang menatapnya. Ia tersenyum, lalu memilih duduk kembali dan menyuruh Raja untuk mendekat kearahnya.

"Bagaimana dengan sekolahmu?"

"Baik kok, Y-yah."

"Maaf, karena tak pernah menanyakan kabarmu, nak."

"Gak apa-apa, Yah. Lagian aku ngerti, kok. Kalo Ayah lagi sibuk ngurus perusahaan sana sini. Dan itu gak masalah selagi Ayah tetap jaga kondisi kesehatan Ayah."

"Makasih, nak. Tapi Ayah merasa bersalah karena membenci mu tanpa alasan tertentu, nak."

"Ayah gak perlu pikirin hal itu. Dan yang terpenting Raja bisa ngerasain pelukan sosok seorang Ayah, pahlawan Raja."

Mereka saling berpelukan dalam status Ayah dan Anak. Raja masih tak percaya bila sekarang Ayahnya tak lagi membencinya. Sungguh tak sia-sia ia berdoa untuk hal ini.

"Kalo gitu Raja keatas dulu, Yah." Baru saja ia berdiri namun Dirga menahannya.

"Kenapa?, Yah"

"Aa-begini....Ayah akan menemanimu dirumah ini dalam seminggu, setelahnya Ayah akan kembali ke sana, tak apa, 'kan?" Raja menatap wajah Ayahnya yang memelas. Bibirnya terangkat membentuk senyuman lalu mengangguk mantap.

~~~

Anala merebahkan tubuhnya diatas kasur queen size nya, setelah selesai membersihkan tubuh. ia memejamkan matanya. Bayangan tentang kejadian yang terjadi hari ini membuatnya takut akan dua hal.

Yang pertama adalah Mamanya dan yang kedua adalah Raja, cowok itu. Ia takut jika masa itu tiba, ia masih belum rela jika sang Mama pergi dan ia masih tak bisa melakukan apa-apa. Dan ia takut dengan Raja yang mungkin saja akan bertambah dingin sikapnya.

Ia memberi kesimpulan bahwa berasa di posisi Raja saat ini hal yang paling menyakitkan bagi seorang anak dalam kehilangan orangtua terkasih.

Ah, ralat. Iya juga takut jika sang Papa juga--ah entahlah otaknya penuh dengan persoalan.

Ia beranjak mengambil ponselnya yang tergeletak di atas nakas disamping tempat tidurnya.

ia dengan teliti mencari riwayat pesan dengan Raja.

To Raja:

"Hei!, semangat dong!. Kok mukanya masih basah sih?!, ntar Bunda Raja marah lagi ngeliat anak gantengnya nangis mulu ke' anak kecil. Raja semangat yah!, masih ada Anala, Kevin, Jenan, dan Ayah Raja, sekali lagi semangat!!!"

'Send'