webnovel

Takdir Kembali Mempertemukan

Rey bingung saat gadis yang menarik tangannya sedari tadi itu kini membawanya ke taman belakang sekolah yang sudah sepi. Seharusnya upacara sudah dimulai sekarang karena sudah jamnya. Alih-alih bergabung dengan barisan di lapangan, gadis ini malah menyeretnya menuju taman. "Ahh akhirnya sampe, buruan sembunyi di balik semak-semak," ujarnya dengan napas memburu.

Kening Rey mengeryit heran. Tangannya masih digenggamnya. Rey menarik tangannya cepat. "Lo harusnya ke lapangan, bukannya malah sembunyi disini, lo kira sekarang lo lagi main petak umpet?"

"Ogah banget gue panas-panasan di sana," sela gadis itu. "Mending disini ngadem"

"Lo…" Rey menatap gadis itu dari atas ke bawah. Baju yang dibiarkan keluar, dasi yang dikalungkan sembarang di leher, sepatu berwarna abu-abu, dan rambut yang dikucir asal itu terlihat bagian bawahnya diwarnai violet agak gelap.

Rupanya masih ada manusia modelan kayak Saka di dunia ini, pikirnya.

"Alesha Priscanara, lo anak baru kan disini?" tanyanya setelah membaca name tag di baju gadis itu. Gadis bernama Alesha itu hanya mengangguk tak peduli. "Napa jadi nanya-nanya deh lo, kepo banget."

Baru saja ia hendak lesehan di dekat semak, Rey langsung menahan tangannya. Alesha bingung. "Apaan sih!"

"Ikut gue, lo gak bisa bolos di upacara pertama lo."

Rey tau kalau hari ini bakalan ada anak baru di  kelas 11. Tadi juga udah disampaikan sama Bu Nining agar Rey dapat membantu Alesha di hari pertamanya masuk di Aksara Bangsa. Dan ternyata begini lah bentukan dari seorang Alesha Priscanara.

Diluar perkiraannya, Rey kira Alesha itu gadis manis yang kalem dan berpenampilan menarik. Tapi nyatanya ekspetasinya tidak sesuai realita. Kalau tau begini bentukan Alesha, lebih baik ia tolak perintah Bu Nining kemarin. Seharusnya masih banyak anggota OSIS lainnya yang bisa menggantikannya.

"Paan sih lo! Lepasin tangan gue!" elak Alesha.

Ia terus memberontak. Namun tenaganya tak sebanding dengan cekalan Rey yang lumayan kuat. "Heh gue dah nolongin lo tau biar gak ketauan sama anak OSIS, kok lo gak fair sih?!" Alesha kesel setengah hati. Ingin rasanya dia menjambak lelaki dihadapannya itu.

Rey menyeringai kecil. "Nangkepin anak bandel kayak lo ini udah tugas gue sebagai ketua OSIS."

"Ke-ketua??"

"Ngindarin antek-antek OSIS malah langsung berhadapan sama ketuanya," ujar Rey menahan tawa saat melihat raut wajah Alesha yang masih kaget.

"Sialan lo!" Oh Tuhan, rasanya Alesha mau tenggelam aja di laut. Kalau tau dia ketua OSIS, mungkin dia tidak akan membawanya ikut bersembunyi. Sial sekali nasibnya.

"Buruan ikut gue atau hukuman lo gue tambah," tutur Rey dengan tegas.

"Iya-iya bawel amat sih!"

Terpaksa Alesha menuruti perintahnya. Sebenarnya bisa saja dia kabur sekarang, tapi mengingat dia masih baru disini dan belum mengenal seluk beluk sekolah, jadinya ya nurut aja deh daripada ribet urusan kedepannya dengan si ketua OSIS itu.

"Rapiin dulu baju lo!" titah Rey.

"Ck, banyak banget maunya!"

"Kalo mau dihukum bilang, Neng" Rey tertawa penuh kemenangan. Hasil cidukkannya kali ini sangat tidak mengecewakan.

"Berisik lo!" Alesha merengut. Lagi-lagi ia hanya bisa menurut. Tangannya dengan cekatan merapikan kuciran rambutnya menjadi lebih rapi. Baju seragamnya juga ia masukkan kedalam rok dengan rapi. Tak lupa juga dasi yang dikenakan dengan benar di leher. Melihat kepatuhannya, Rey tersenyum bangga.

Bangga karena bisa menegakkan kedisiplinan. Label ketua OSIS mengharuskannya untuk bersikap tegas kepada semua siswa SMA Aksara Bangsa.

"Lo kalo mau sekolah disini dandanan lo perbaiki," ujar Rey seraya berjalan mendahului. "Jangan kayak berandalan," imbuhnya.

Alesha mengekor sambil merutuk dalam hati. "Gue sekolah buat belajar, bukan buat tebar pesona pake acara dandan segala!"

"Seenggaknya lo rapiin penampilan lo, malu-maluin sekolah aja."

Langkah Alesha terhenti. Ucapan Rey yang ia dengar barusan seperti sebuah sindiran untuknya. Alesha bahkan baru sehari—ralat, bahkan belum ada satu jam dia menginjakkan kaki di sekolah ini, tapi sudah ada yang menyindirnya. Segitu memalukan kah dirinya bagi sekolah?

"Diem lo! Dah kayak netizen aja omongannya pedes mirip mulut cabe!" sungutnya terlanjur kesal.

Ia langsung pergi begitu saja, sengaja menubruk bahu kiri lelaki dihadapannya. Meninggalkan Rey yang terdiam menatap kepergiannya.

"Dikasih tau yang bener malah ngeyel" gumamnya tak peduli.

 ***

"Beli semua yang kalian mau, biar gue yang bayar." Saka mendudukkan dirinya di bangku kantin. Lokasi meja kantin paling pojok dekat lapangan basket menjadi lokasi strategis mereka untuk nongkrong sekaligus nyari udara segar. Plus cuci mata mencari adik-adik cantik yang lewat.

Setelah upacaran, ada waktu istirahat tiga puluh menit sebelum waktu pembelajaran jam pertama dimulai. Jadi mereka bisa istirahat dulu sekarang.

"Widiih dapet jajan gratis nih!" seru Cakra bahagia seraya menepuk bahu Satya saking girangnya.

Maklumlah jarang ditraktir. Jarang-jarang juga Saka mau suka rela mentraktir mereka makan. Mumpung Bos Besar dapat pesangon lebih dari Bu Markonah, mereka jadi bisa makan enak.

"Yaelah bahagia bener lo kek abis menang togel. Biasa aja kali," celetuk Satya. Bahunya sampai sakit karena ditepuk Cakra berkali kali.

"Iyalah rejeki gak boleh ditolak bos! Gue harus bahagia," ujar Cakra yang langsung memesan makan.

"Iya juga sih, mumpung Pak Bos lagi bagi-bagi rejeki hahaha!" Asep yang sedari tadi fokus dengan ponselnya langsung ikutan pergi memesan makanan.

Satya rencana mau menyusul mereka. Cuman ia tunda setelah melihat Saka yang tampaknya tengah serius melihat ke lapangan. Ia pun mengikuti arah pandang lekaki itu.

"Lo liatin apa sih, Va?" tanyanya.

Saka menunjuk ke arah gadis berkucir yang tampak tidak asing tengah mendribble bola basket. "Itu siapa? Keknya gue baru liat deh."

"Ntah." Satya mendelik. "Gue juga baru liat, emang napa sih?"

Pandangan Saka masih tertuju ke lapangan. Permainan basket gadis itu menarik perhatiannya. Apalagi dia sangat santai mendribble bola dan bermain bersama rata-rata lekaki disana. Satu tembakan mulus pun memasuki ring, terdengar sorak sorak dari pinggir lapangan. Gadis itu tertawa lepas melihat keberhasilannya.

Senyuman tipis terbentuk tanpa sadar di wajah Saka.

"Heh!" seru Satya membuat Saka terkejut dan mengerjap beberapa kali.

"Apaan sih lo! Kaget bego!"

"Abisnya lo serem tiba-tiba senyam-senyum bikin gue merinding tau gak!" Satya mengusap lengannya gusar. "Jangan jangan lo…"

"Apaan."

"Lo kesurupan ya?" Kepala Satya langsung mendapat hadiah geplakan maut dari Saka. Bisa-bisanya dia disangka kesurupan, yakali seorang Arshaka kesurupan. Walaupun tampang bandel gini, seenggaknya dia gak pernah telat solat lima waktu.

"Astaga Saka!" teriak Cakra heboh. Ia datang dengan mangkuk bakso ditangannya. Lalu ditepuk bahu Saka. Hal itu mengundang tanda tanya karena gak ada angin gak ada hujan, tiba-tiba malah nepuk Saka.

"Jangan KDRT-in anak orang bego! Lo lupa ya bokapnya Satya kan Jaksa!" Cakra menepuk jidatnya. Tangannya cekatan menarik tangan Saka untuk menjauh dari Satya.

"Ya terus kenapa sih!" protes Saka.

"Heran dah gue, lo demen amat KDRT-in orang-orang, nih ya kalo misalnya geplakan maut lo malah bikin Satya amnesia gimana? Mau tanggung jawab lo, hah?"

Saka mengerutkan dahinya. Dia tau Cakra itu titisan bagong. Otak kecil yang tersemat di kepala Cakra itu sepertinya sedang error. Dan ia semakin yakin kalo otak Cakra sudah semakin menyusut sampe seukuran biji jagung.

"Ngomong apaan sih lo?"

Dari belakang Asep ikutan menepuk kepala Cakra yang lebih tinggi darinya. "Maklumin Bos, kebiasaan dia kalo perut kosong otak jadi ikutan ngelantur," bisik Asep, namun masih bisa terdengar oleh Cakra.

"Gue denger, bego!"

Asep cengengesan. Buru-buru dia dorong Cakra untuk duduk. Lalu mangkok tadi didekatkan ke Cakra agar segera dimakan dan tidak banyak omong lagi. "Dah makan aja tuh bakso, keburu raib ntar dicemilin Satya."

"Ogah bener gue makan punya Cakra, bisa rabies gue," canda Satya yang dibalas tatapan tajam dari Cakra.

"Lama lama gue santet juga lo Sat!"

"Bodoamat."

Kehebohan mereka lagi-lagi menarik perhatian orang sekantin. Mau makan aja harus ada yang diributin dulu. Saka sampai hafal banget siklus merugikan itu.

Saka mengalihkan pandangannya kembali ke arah lapangan. Mencari sosok gadis yang tadi ia lihat. Namun sepertinya sudah tidak ada. "Lah udah ilang," gumamnya.

Matanya menelusuri setiap wajah yang ada di lapangan. Namun tidak ia temukan. Padahal baru ditinggal sebentar aja udah hilang. Saka sangat yakin gadis itu adalah gadis lampu merah yang kemarin. Rupanya takdir kembali mempertemukan mereka.

Saka memicingkan matanya. Memperjelas penglihatannya saat gadis itu terlihat tengah berbincang di dekat pohon yang tidak jauh dari lapangan. Dan Saka kenal dengan seseorang yang tengah diajak berbincang itu.

"Rey?"

Walaupun dari jarak sejauh ini Saka memang tidak tau apa yang mereka bicarakan. Tapi dapat dia lihat dengan jelas pasti mereka berantem. Gadis dengan raut wajah kesalnya itu meronta saat tangannya dicekal erat oleh Rey. Lalu, setelahnya dia menendang kuat betis ketua OSIS kesayangan SMA Aksara Bangsa itu. Dan sudah jelas, gadis itu langsung kabur begitu aja.

"Seru nih." Saka tersenyum miring. "Bro, gua cabut duluan," pamitnya cepat pada ketiga temennya.

"Eh mau kemana lo?!"

"Ka! Saka!!!"

"Eh! Eh! Mau kemana lu?! Ini yang bayar bakso gue siapa woi!"

Cakra buru-buru mengeluarkan kembali bakso yang baru saja menyentuh bibirnya. "Ya Tuhan, Bu boleh gak saya balikin aja baksonya?"

 ***