webnovel

salah paham

Ayah Sinta benar - benar sedih mendengar penuturan dari putri bungsunya tersebut.

"Bunda, maafkan Sinta, jikalau dengan melihat Sinta hati Bunda sakit, maafkan Sinta Bunda jika selama ini dengan melihat Sinta bundaerasa tersiksa, tapi Bunda harus tahu, Sinta juha tidak ingin terlahir seperti ini Bunda, kalau bisa memilih Sinta juga mau terlahir dari rahim Bunda, tapi Sinta tidak bisa memilih hal itu bun" kata Sinta lagi.namun Kali ini perkataan Sinta membuat semuanya kaget.

"terlahir dari rahim Bunda??apa maksudnya sayang" Kali ini sang Bibi yang bertanya pada Sinta.

"Bibi,paman,nenek, kakek, Sinta mau terima kasih kepada kalian semua, karena Selama ini kalian selalu Ada untuk Sinta, sebenarnya Sinta sekarang sudah mengerti kenapa Bunda sangat tidak mau melihat Sinta, dan Bunda akan menangis dan sakit hati jika melihat wajah Sinta" cerita Sinta

"kenapa Bundamu harus melakukan itu?" Tanya bibinya. pertanyaan dari Bibi tentu saja mewakili semua orang yang Ada disana.

"mungkin Bibi tidak tahu, tapi paman, nenek juga kakek pasti tahu cerita ini dengan mendetail" kata Sinta semakin membuat semua orang heran." pamaan malah tambah bingung dengan perkataanmu ini " kata sang paman. "sebenarnya....Sinta ini bukan anak Bunda, Sinta ini....anak Ayah dengan wanita lain, Ayah khilaf saat itu, hingga lahirlah Sinta, tapi....dengan tidak tahu dirinya, ibu kandung Sinta membawa Sinta pada Ayah Dan meninggalkan Sinta sama Ayah. tentu saja sebenarnya Bunda tidak mau merawat Sinta, tapi demi ayah, Bunda tetap merawat Sinta,,walaupun....setiap detik yang Bunda habiskan bersama Sinta adalah kesakitan dalam hatinya, ....bagaimana mungkin seorang istri dengan terbuka hatinya menerima anak hasil selingkuhan suaminya, jadi.....Bunda, Sinta mohon....maafkan Sinta" kata sintaengakhiri ceritanya.

"apa benar cerita Sinta itu,,,benarkah dia anakmu dengan wanita lain dan bukan istrimu" kata sang kakek geram. pasalnya kakek, nenek, juga paman dan Bibi Sinta tidak tahu ada cerita semacam itu dibalik kelahiran Sinta. "jadi...abang...." kata paman Sinta syok. "ya Tuhan....Sinta....kamu salah,,siapa yang menceritakan cerita bohong itu kepadamu, Sinta....bagaimana mungkin kamu percaya akan hal itu, kamu, Santi, Mawar, Lili, Arya punya darah yang sama" jelas sang Ayah.

Sinta tersenyum mendengar perkataan sang Ayah. "iya darah yang sama dari Ayah, tapi kami terlahir dari rahim yang berbeda" kata Sinta lagi. "kenapa kamu bilang seperti itu!" bentak sang Bunda pada Sinta.

bentakan itu membuat seisi ruangan hening. Ayah Sinta langsung menoleh kepada sang istri. "jadi S selama ini, nada inilah yang kamu gunakan untuk berbicara pada Sinta?,pantas saja dia mengira bukan anak yang kamu lahirkan" kata Ayah Sinta lirih.

"maafkan Sinta Bunda,,tapi....hanya itulah alasan yang masuk akal, kenapa Bunda tidak ingin melihat Sinta, hanya alasan inilah yang bisa Sinta terima terhadap penolakan Bunda pada Sinta dari pertama Kita bertemu beberapa bulan lalu,,maafkan Sinta Bunda, Sinta baru tahu,,kalau saja Sinta tahu lebih cepat, Sinta tidak akan kembali kerumah ini, dan membuat Bunda sedih" kata Sinta lirih.

sang Ayah maju Dan merengkuhnya kedalam pelukan, dipeluknya erat sang putri yang terlihat begitu menyedihkan. "sayang,,,kamu anak kandung kami, anak Ayah juga Bunda, bukan anak orang lain" kata sang Ayah sambil mencium kening sinta.

"tapi hanya alasan itu yang bisa Sinta temukan, kenapa Bunda membenci Sinta" ucap Sinta lagi.

"Sayang dengarkan Ayah,,Bunda sayang padamu seperti Ayah sayang padamu, kami ingin kamu bahagia sama seperti harapan kami pada kakak - kakak juga abang kamu" kata sang Ayah lagi.

Kali ini Sinta mengelengkan kepalanya. menolak perkataan sang Ayah.

"tidak Ayah,,melihat senyum kakak - kakak dan abang adalah kebahagiaan Bunda, namun melihat senyumku adalah tangis Bunda, tidak apa - apa Ayah, Sinta terima walau Sinta anak dari simpanan Ayah, Sinta tidak apa - apa" kata Sinta kekeh

"ma...bicaralah....kalau tidak anak Kita akan semakin salah paham dan semakin meyakini kalau dirinya bukan anak yang kamu kandung, dan kamu lahirkan dengan taruhan nyawa" punta Ayah Sinta.