Setelah merencanakan kepindahannya, akhirnya Luna langsung mewujudkannya. Kini Luna sudah membereskan semua barang-barangnya, dan memasukkannya ke dalam koper. Tidak banyak, hanya beberapa pakaian dan barang lainnya.
Tepat saat Luna mendorong kopernya melewati pintu, ibu pemilik kontrakan datang dan menagih uang sewanya pada Luna. Luna merasa bingung karna ia sama sekali belum mempunyai uang untuk membayarnya, dan hal itu membuat ibu pemilik kontrakan marah pada Luna.
"mana janji lo, katanya mau bayar?" tagih pemilik kontrakan.
"duh, maaf deh bu. Gajiannya kan masih 3 minggu lagi, kalo sekarang saya belum ada uang nya." jelas Luna dengan ragu.
"ah elo, maunya enaknya doank. Giliran suruh bayar, ntar ntar terus jawabannya. Dasar miskin, kalo gak punya duit gak usah sok janji-janji." maki pemilik kontrakan pada Luna.
Luna yang mendengar makian pemilik kontrakan merasa sakit pada hatinya, entah kenapa perkataan itu seakan menghinanya terlalu jauh.
"bu, saya juga tau kalo saya masih punya tunggakan. Tapi bukan berarti ibu bisa hina saya seenaknya donk, saya masih punya harga diri tau!" balas Luna dengan tegas.
"alah, anak terlantar kaya lo tau apa tentang harga diri. Udah buruan bayar, abis itu lo out dari sini. Enek gw liat muka lo lama-lama ada di kontrakan gw, buruan bayar!" tukas pemilik kontrakan lagi dengan tatapan meremehkan.
Luna tak habis pikir dengan manusia di depannya ini, kok bisa ya sejahat itu pikirnya.
"nanti saya bayar kalau saya sudah gajian, sekarang saya tidak ada uangnya bu. Ibu ngerti gak sih saya bilang apa?" balas Luna tak habis pikir.
"bodo amat, itu urusan lo. Gw gak peduli dengan segala alasan lo itu, intinya gw mau lo bayar sekarang! Gak pake ntar ntar, ngerti!" paksa pemilik kontrakan pada Luna.
Jujur, kini perasaan Luna menjadi kalut. Hati dan pikirannya bingung harus apa, ia sama sekali tidak tau bagaimana cara membayar tunggakkannya. Karna saat ini, Luna memang tidak memiliki uang sedikitpun selain untuk makan sehari-hari. Itu pun tidak seberapa, dan kurang jauh jika harus di bayarkan untuk tunggakkannya yang 3 bulan.
'duh, gimana ya. Gw gak ada simpenan lagi, dan uang makan juga sisa 200an aja buat 3 minggu lagi. Gimana bayarnya coba?' batin Luna berkata.
"nih saya bayar semuanya, 3 juta cash." ucap seseorang yang membuat Luna terkejut, dan menatap langsung si penolongnya itu.
"Randy?" kejut Luna pada sosok yanh berdiri di depannya dengan wajah dinginnya.
Ya, Randylah yang membayar tagihan Luna. Tadi ia berniat untuk menjemput Luna, namun saat sampai Randy malah melihat jika pemilik kontrakan itu memaki Luna cukup kasar. Randy merasa kesal dan tidak terima, akhirnya Randy mengambil uang yang ada di atm nya dan membayar semua tagihan Luna.
"nah gini donk, kan gw jadi enak. Udah sono lo pada pergi, empet gw liat nih cewe di mari." tukas si pemilik kontrakan dengan sombongnya.
Randy yang tidak terima langsung membawa koper Luna, dan menarik tangan Luna untuk meninggalkan tempat itu.
Luna mengikuti Randy memasuki mobil, dan Randy melajukan mobilnya menuju apartemannya. Tidak ada percakapan apapun di dalam mobil, Luna merasa Randy sedang dalam mode tidak bersahabatnya. Karna itulah, Luna memilih diam sampai tiba di basemant aparteman Randy.
Mereka masih saling diam di dalam mobil, padahal mobil sudah terparkir di basemant aparteman.
"hm Ran, makasih ya udah bantuin gw. Nanti gw ganti deh uang lo, sekarang gw belum gajian." ucap Luna ragu.
Randy tetap diam dengan wajah dinginnya, hembusan nafasnya terdengar kasar. Luna merasa tidak nyaman dengan keadaan ini, karna itu membuat Luna merasa canggung dengan Randy.
"gw gak mikirin itu, kok lo bisa sih gak marah setelah di hina kayak tadi?" tanya Randy heran.
Luna merasa tidak mengerti dengan pertanyaan Randy, namun setelah mengingat kembali barulah Luna paham apa yang di maksud Randy.
"oh ibu kontrakan?" tanya Luna memastikan, dan Randy mengangguk menjawab pertanyaan Luna.
"ya wajar si dia marah, karna salah gw juga nunggak cukup lama. Padahal biasanya gw gak pernah bolos, tapi karna bulan kemarin gw sakit terus uangnya kepake buat bayar rumah sakit, gw jadi nunggak kontrakan 3 bulan ini deh." jelas Luna apa adanya, tanpa ada raut kesal atau marah.
"ya tapi tetap aja kan, gak harus sampe segitunya." tukas Randy dengan ketidak percayaannya atas respon Luna yang malah biasa aja.
"terus gw harus gimana? Gw emang orang miskin kok, gw gak punya orang tua. Gw hidup untuk diri gw sendiri aja gak mampu, gimana mau ngelawan orang kaya dia yang punya kekayaan?" balas Luna dengan sedih, air matanya yang ditahannya sejak tadi tumpah sudah.
Randy terdiam, ia merasa kasihan dengan Luna. Tapi bukan itu yang membuatnya kesal, tapi ia kesal karna Luna sama sekali tidak membela dirinya sendiri saat dihina. Padahal sebelumnya saat pertemuan mereka, Luna menjadi sosok pemberani yang berani marah-marah terhadap Randy yang notabenenya orang berduit.
Tapi sekarang, dimana keberaniannya itu?
.
.
.
.
.
Randy mengajak Luna untuk masuk ke apartemannya, dan Luna mengikutinya dengan tenang.
"ini aparteman gw, gak seberapa sih. Tapi cukuplah buat dua orang, kamar lo yang di dekat dapur yah. Yang itu kamar gw soalnya." jelas Randy sambil menunjuk satu ruangan di samping ruang tamu.
Luna mengangguk paham, ia merasa kagum akan interior aparteman ini.
"gila sih, gw suka deh interiornya. Klasik modern gitu, keren" ungkap Luna kagum.
"iyalah, gw yang desain sendiri pasti bagus." balas Randy percaya diri.
"lo yakin nih ngebolehin gw tinggak disini tanpa syarat?" tanya Luna lagi ragu.
"iya serius, udah ah gw laper nih. Lo masak gih, yang enak ya?" titah Randy bagaikan bos.
"yeuh dasar, ya udah gw taro barang-barang dulu." balas Luna.
Luna yang mendengar hal itu hanya memanyunkan bibirnya, lalu ia mendorong koper menuju kamar yang di tunjukkan Randy tadi. Lalu kembali lagi dan memasuki dapur, untuk menyiapkan makan siang.
"lo mau makan apa?" teriak Luna dari arah dapur.
"apa aja terserah, asal enak aja" jawab Randy seadanya.
Mendengar jawaban Randy, Luna jadi berpikir masakan apa yang harus dia masak untuk makan siangnya bersama Randy. Lalu Luna membuka kulkas, dan menemukan 3 butir telur dan sedikit tepung terigu.
"omlete boleh juga, waktunya bereksperimen." gumam Luna dengan semangat.
Luna memasak omlete untuk makan siangnya, sedangkan Randy sedang menunggunya di ruang tamu sambil memainkan ponselnya.
Wangi masakan mulai tercium, dan hal itu membuat perut Randy keroncongan. Seakan tau jika makanan yang dimasak sudah siap, Randy melangkah ke meja makan dan duduk di salah satu kursinya. Tidak lama kemudian, Luna membawakan dua piring nasi dan omelete yang sudah matang.
"wah, baunya enak nih.." puji Randy.
"iyalah jelas, gw yang masak pasti enak." sombong Luna sambil menuangkan saus ke piringnya.
Merekapun menyantap makanan yang sudah Luna buat, dan benar saja Randy menyukai masakan yang Luna buag. Bahkan ia langsung menghabiskan masakan itu sampai benar-benar bersih, sedangkan Luna hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah Randy yang seperti anak kelaparan.
"lo gak makan berapa tahun si? Gitu banget makannya, biasa aja kali." tegur Luna sambil terkekeh geli.
"gw jarang banget bisa nikmati masakan rumahan yang pas kaya gini, udah si cuek aja." balas Randy, lalu menyambung aksi makannya.
Luna hanya tersenyum tipis, lalu ia juga ikut menghabiskan makanannya.