webnovel

Another World Messiah

Amasawa Makoto, seorang pemuda yang merupakan pemain top dunia di "True Heart" meninggal dalam sebuah insiden kecelakaan pesawat. Saat dia sadar, dia telah bereinkarnasi sebagai Rei Rivera, last boss dari game "True Heart". Makoto penasaran dengan karakter Rei, karena di dalam game tersebut tidak menjelaskan apapun mengenainya, seperti apa backgroundnya ataupun alasannya menjadi last boss. Makoto sebagai Rei menjalani kehidupannya dengan sungguh-sungguh hingga dia dengan cepat menyadarinya. Sebuah alasan kenapa Rei menjadi last boss. Akankah Makoto yang bereinkarnasi dapat bertahan di dunia yang baru? Apakah dia dapat bertemu kembali dengan temannya, Evelyn? Maka izinkan waktu yang akan menjawabnya.

Neezuria · Fantasi
Peringkat tidak cukup
7 Chs

Tunangan

Keesokan harinya, Airil dibangunkan pagi sekali.

"Ughh.." gumamnya.

Saat dia sedang mengucek matanya sampai dia benar-benar terbangun, tampak seorang gadis seumuran dengannya di depan kasurnya berdiri kokoh. Gadis itu memakai seragam pelayan.

"Selamat pagi, Pangeran Airil," ucapnya dengan sopan dan senyuman.

"Siapa...?" tanya Airil kebingungan.

"Oh? Mungkin nyawa Anda belum terkumpul sepenuhnya, jadi izinkan saya memperkenalkan diri. Nama saya Kiara Moore, pelayan setia Anda," jawab gadis kecil itu, dia tersenyum cerah di awal pagi hari.

Airil yang nyawanya sudah penuh begitu terkejut mendengar jawaban gadis itu.

"Kiara...Moore...? Eh?!"

(Tunggu, tunggu, tunggu! Kiara Moore.., nama itu bukannya salah satu heroine utama dari game sialan itu?! Dia yatim piatu yang berasal dari daerah kumuh lalu dia bertemu dengan Airi, Airi yang tertarik padanya lalu membawanya ke istana dan menjadikannya pelayan, tetapi sekarang kenapa dia mengaku sebagai pelayan setiaku?!)

Kiara yang melihat keterkejutan tuan yang dia layani memiringkan kepalanya bingung, tatapannya seperti melihat orang aneh.

"Ada apa, Pangeran? Kenapa Anda begitu terkejut?" tanyanya.

Sementara Kiara bingung melihat perilaku Airil, Airil lah yang panik setengah mati.

"Tidak, tidak, tidak! Kiara.., izinkan aku bertanya satu hal, bukankah kamu pelayan adik perempuanku, Airi?" balas Airil dengan mengajukan pertanyaan lain.

"Hah? Apa maksud Anda? Saya tidak mengerti," jawab Kiara. Dia mengerutkan alisnya atas pertanyaan aneh tersebut.

"Begini Kiara.., kamu itu yatim piatu dari daerah kumuh ibukota kan?" tanya Airil dengan suara pelan, dia tidak mau menyinggung orang yang mungkin menjadi musuhnya di masa depan.

"Benar sekali, lalu?" jawab Kiara.

"Airi menemukanmu lalu dia membawamu ke istana dan kamu menjadi pelayannya, iya kan?" tanya Airil sekali lagi.

Sementara itu, Kiara yang mendengar perkataan Airil merasa sangat terkejut.

"Apa maksud Anda?" tanyanya dengan nada dingin.

Airil yang melihat tatapan tidak senang itu langsung buru-buru membalas.

"Eh..? Apakah aku salah?" balas Airil sambil memiringkan kepalanya.

Kiara yang melihat kekonyolan aneh ini semakin membuatnya kesal.

"Tentu Anda salah. Saya tidak tahu apakah ingatan Anda terganggu karena sesuatu atau apa, tetapi perlu Anda tahu, Anda benar-benar salah," ucapnya lalu dia mengambil nafas berat dan melanjutkan perkataannya.

"Pertama, Andalah yang menyelamatkan saya dari daerah kumuh. Pertemuan pertama kita terjadi dua tahun lalu, Yang Mulia. Kedua, sayalah yang berniat menjadi pelayan Anda dan saya sudah bersumpah setia pada Anda sejak awal. Apakah itu cukup?" tanya Kiara.

"Oh begitu.., tentu itu cukup. Terima kasih, Kiara," balas Airil dengan senyum yang dipaksakan.

"Bagus, kalau begitu tolong bangun dan persiapkan diri Anda, Pangeran. Pagi ini Anda ada agenda penting," ucapnya lalu dia segera pergi.

Tetapi, sebelum dia benar-benar pergi Airil memanggilnya.

"Tunggu, agenda penting apa maksudmu?" tanyanya.

Kiara yang mendengar pertanyaan ini sekali lagi menghela nafas berat, dia benar-benar tidak senang.

"Anda lupa juga yang satu ini? Apakah Anda mengalami hilang ingatan atau sejenisnya? Yah, biar saya beritahu, pagi ini Anda akan bertemu tunangan Anda," jawabnya lalu dia benar-benar pergi dari kamar Airil.

Airil yang ditinggal sendiri terdiam sebentar.

"Oh tunangan.., eh? Tunangan?! Apa maksudnya itu?!"

"Tunggu, tunggu, tunggu! Tadi ingatanku salah, jadi Kiara itu pelayan setia Airil. Tetapi kenapa? Kenapa semuanya jadi aneh begini? Argh sialan! Lalu apa-apaan tunangan ini!? Aku tidak tahu apapun tentang itu!"

Dikala pagi hari, kamar itu menjadi berisik akibat eluhan Airil.

Satu jam kemudian, Airil yang telah selesai dengan persiapannya turun ke lantai dasar tepatnya dia pergi ke pintu masuk istana dimana ibundanya berada.

"Selamat pagi, ibunda," ucapnya memberi salam dengan sopan.

"Selamat pagi juga, putraku. Kamu terlihat tampan ya? Kalau begini dia pasti akan semakin jatuh cinta padamu, fufufu," balas maiden sambil tersenyum.

Lalu sebuah kereta kuda dengan lambang kekaisaran datang menjemputnya dan dia segera masuk.

Perjalanan itu memakan waktu kurang lebih dua jam hingga dia sampai di wilayah lain. Itu adalah wilayah Duke Schwartz di timur kekaisaran, keluarga Schwartz merupakan salah satu cabang keluarga kekaisaran.

"Kita telah sampai, Yang Mulia," ucap sang kusir dengan sopan sambil membukakan pintu.

Ngomong-ngomong, Airil dikawal beberapa ksatria pribadi keluarga kekaisaran, jadi perjalanannya benar-benar aman.

"Terima kasih, tuan kusir," balas Airil sopan lalu dia turun.

Dia tepat berada di sebuah rumah besar, tidak, mungkin lebih baik dikatakan sebagai mansion.

"Selamat datang, Yang Mulia. Saya kepala pelayan keluarga Schwatz yang bertugas untuk menyambut Anda. Nama saya William," ucapnya sopan lalu membungkukan badannya.

"Terima kasih atas sambutannya, tuan William. Ngomong-ngomong, dimana Duke?" tanya Airil.

"Maafkan saya, Yang Mulia. Tuan Duke kebetulan memiliki pekerjaan mendadak ke salah satu daerahnya, jadi beliau tidak bisa menyambut Anda," ucapnya, nadanya benar-benar merasa tidak enak.

"Begitu, mau bagaimana lagi. Kalau begitu tolong bantuannya, tuan William," balas Airil.

"Dengan senang hati, Yang Mulia," jawab William.

Lalu, dia mengantar Airil ke perkebunan belakang mansion, tepatnya di tempat biasa dilaksanakan pesta minum teh.

"Silahkan, Yang Mulia"

William menawarkannya duduk lalu Airil pun duduk. Setelah itu, dia pergi. Mungkin tidak mau menganggu pembicaraan mereka, sementara para ksatria bersiaga dari kejauhan.

"Selamat datang, Yang Mulia"

Seorang gadis di hadapan Airil memberi salam padanya. Dia adalah seorang gadis dengan kulit putih cerah dan rambut putih ke abu-abuan, ini merupakan ciri keluarga jauh yang membedakan dari keluarga utama kekaisaran Artemisia.

"Terima kasih atas undangannya," balas Airil.

Sementara itu, di pikirannya—

(Tunggu.., gadis kecil ini siapa? Aku tidak tahu?)

"Sudah lama ya kita tidak bertemu, mungkin sudah dua bulan. Tolong maafkan saya karena dua bulan ini saya sibuk membantu ayah saya," ucapnya meminta maaf.

"Ah tidak apa-apa," jawab Airil grogi.

"Ada apa, Yang Mulia? Anda terlihat grogi begitu," tanya Airil. Dia sepertinya menyadari sikap aneh Airil.

"Anu.., kamu siapa?" tanya Airil takut-takut.

"Oh? Begitu ya.., sepertinya surat yang dikirim Putri Airi itu benar," balas gadis itu sedih.

"Surat..? Surat apa?" tanya Airil lagi.

"Surat yang memberitahukan bahwa Anda hilang ingatan," jawabnya singkat.

"Begitu..," balas Airil. Dia mulai berkeringat dingin karena khawatir.

"Yah, tidak apa-apa. Izinkan saya memperkenalkan diri sekali lagi, nama saya Lucy Schwartz, putri tunggal dari Duke Schwartz. Saya, Anda, dan Putri Airi adalah teman sejak kecil, lebih tepatnya sejak umur dua tahun," ucapnya.

"Ah begitu ya, maaf-maaf," balas Airil menundukkan kepalanya meminta maaf.

Sementara itu di pikirannya berbeda.

(Apa lagi ini?! Lucy Schwartz kan heroine utama yang lain di game sialan itu! Apalagi maksudnya ini?!)

Dia benar-benar merasa frutasi, dia merasa ingatannya tentang game tersebut seakan-akan tidak dapat dipercaya.

"Tidak apa-apa, Yang Mulia. Saya mengerti keadaan Anda," ucap Lucy dengan senyuman.

Lalu setelah percakapn singkat itu, mereka mengobrol hal-hal biasa dan diakhiri dengan ucapan terakhir Lucy. Obrolan biasa ini memakan waktu beberapa jam.

"Dua minggu lagi akan ada pengumuman resmi tentang pertunangan kita. Saya sangat menantikan itu," ucapnya dengan senyuman hangat.

Setelah itu, Airil kembali ke kereta kudanya dan dia dibawa kembali menuju istana.

Saat sampai di istan, dia segera masuk ke kamarnya. Dia benar-benar merasa frustasi.

"Aku benci dunia ini..," gumamnya lalu dia kehilangan kesadaran.

Tanpa dia sadari, perkataan Lucy tadi benar-benar hal terakhir yang dia sampaikan sebelum semuanya berubah. Hal-hal akan berjalan sesuai kenyataan yang akan menyiksanya, akankah dia dapat bertahan? Atau dia malah berakhir menjadi musuh umat manusia?