"I'm (not) really okay ...."
[ANGELIC DEVIL: The Crown]
Apo pun langsung keluar setelah menyelesaikan obrolannya dengan Mile. Dia menyetir mobil pelan-pelan. Sambil berpikir. Lalu mengingat cara dia tadi bereaksi.
"Ya, semoga aku benar-benar paham maksudmu, Mile. Tapi aku memang tidak puas, bahkan meski kau meminta maaf," katanya sembari beranjak. "Jadi, mari kita lanjutkan pertemuannya. Dan kalau bisa segera saja."
Saat itu, Mile tampak sedikit gentar. Dia memandang Apo yang berdiri menjulang tanpa kata. Apalagi tatapan sang istri penuh kuasa.
"Karena tempat ini tidak kuanggap lagi rumahku. Tapi silahkan simpan kalau kau memang menyukainya," kata Apo lagi. "Toh uang-uangmu sendiri yang keluar. So, anggaplah aku hanya singgah di sini setahun lalu."
Mile pun berdiri setelah beberapa saat. Matanya menyiratkan gejolak perasaan (yang Apo tidak mau tahu). Bahkan meski itu berarti ingin menggapai. "Baiklah ...." katanya. ".... senang melihatmu benar-benar sudah menetapkan jalan, Apo. Kembali baik, dan sampai jumpa pada pertemuan berikutnya."
"Tentu."
Mereka saling menatap saat itu. Sama tegangnya. Kemudian saling meninggalkan.
Apo keluar dengan kepala tegak. Langkah mantap. Sementara Mile hanya memandangnya berdiri di tempat. Alpha itu tidak beralih dari punggungnya samasekali. Dia membiarkan Apo menjauh. Masuk mobil, kemudian keluar gerbang tanpa menoleh.
Tidak ada lagi percakapan kotor dan kasar seperti dulu. Tidak ada saling menghina dan menjatuhkan di tempat itu. Juga tidak ada barang yang rusak karena amarah.
Drrrt ... drrrt ... drrt ... drrt ....
[Mile, Alan ingin video call denganmu. Bisa? Atau kapan pun kau luang, tolong beritahu aku. Dia mogok belajar karena ingin melihat Daddy-nya]
____ Nazha
Mile bahkan mematikan ponsel pada saat itu. Dia tidak mau memaki jika merespon dalam keterpaksaan. Lalu diam lama di tempat. "Oh ... ha ha ha," tawanya saat merasakan tremor di tangan semakin parah. Alpha itu pun meremas tengkuknya dengan kedua tangan. Merasa panas. Tapi kesulitan untuk menenangkan diri. "Apo ... ha ha ha ha ...." Dia juga terpejam dengan senyuman yang lebar. Sangat puas, meski alasannya benar-benar tidak jelas. "HA HA HA HA HA HA HA APO ....! HA HA HA HA HA HA HA!"
Tes ... tes ... tes ... tes ... tes ... tes ....
Ada air mata yang berjatuhan setelah itu. Di pipinya. Tak terkendali. Hingga situasi di sekitar menjadi buram.
"Maaf, Tuan Romsaithong. Permisi ... ada panggilan telepon rumah untuk Anda ...."
Suara apapun juga menjadi samar. Timbul tenggelam. Karena rasanya semuanya jadi tidak berarti.
".... Tuan? Apa teleponnya perlu saya tunda dulu? Soalnya ini dari Nyonya Nathanee. Beliau bilang ingin bicara dengan Anda sebentar--"
"HA HA HA HA HA HA HA HA HA! APO ....! HA HA HA HA HA HA HA!" Suara tawanya semakin keras. Membuat pelayan itu mundur sendiri, padahal Mile samasekali tidak menyakitinya. "HA HA HA HA HA HA HA HA HA HA HA HA HA HA HA HA!"
.... hei, jadi kali ini kau benar-benar tidak kembali?
***
SRAAAAAAAAAAAKHH!
BRAAAKHHH!
Setelah memasuki gerbang rumah, Apo pun berlari keluar mobil untuk mengecek kondisi Paing. Dia buru-buru naik, bahkan mengabaikan triplets. Dan napasnya terengah-engah saat melihat sang Alpha tidur.
CKLEK!
"Oma, apa dia baik-baik saja?" tanya Apo. Namun, rupanya Paing Takhon bukanlah Ultraman sungguhan. Dia demam hebat setelah menyelesaikan tugas berminggu-minggu. Napasnya pendek. Bahkan Sanee harus memasangkan infus serta elektrokardiogram di sebelah ranjang.
"Maaf, Sayang. Dia harus pakai alat bantu napas untuk sementara waktu," jawab Sanee sambil menyelimuti puteranya.
Bible juga batal pulang pada hari itu. Tugasnya berganti mengawasi Paing. Sepenuhnya terjebak, padahal Apo sudah membuka mata. "Dia itu kena Pneumothorax, Tuan Natta. Parunya robek tadi pagi. Jadi kalau napas udaranya terjebak pada pleura," jelasnya, meski Apo tetap tidak paham.
"Pneu--apa?" tanya Apo.
"Cih ...."
Brakh!
Bible justru membanting steloskop yang dipakai. Dia melewati Apo begitu saja, tidak tahan. Padahal tidak benci padanya selama ini. Namun, apa ya ... baginya rekan tetaplah rekan. Apo bukan siapa pun selama ini. Apalagi Omega itu mendadak datang.
"Oh, ya Tuhan ... oh, ya Tuhan ... kenapa anak itu selalu memaksakan diri, hahh ...."
Thanawat juga nyaris gila, tapi memilih pulang. Dia tidak sanggup mengomeli Paing lagi. Sebab keinginan puteranya terlalu kuat untuk ditangani. Dia pun diikuti Sanee sampai ke mobil jemputan. Dituntun masuk, tapi sang Omega tidak ikut pulang.
Wanita itu tinggal karena hatinya tak tenang. Dan dia bisa menyalahkan diri sendiri seandainya lepas tangan begitu saja. "Kita harus cari donor paru-paru mulai sekarang ...." katanya ke Dokter Piya yang diminta datang malam-malam. Dia tampak sangat otoriter. Hingga lelaki itu hanya mengangguk patuh.
"Baik, Nyonya. Nanti pasti saya carikan segera."
"Bagus. Cukup sebelah kiri, karena bagian kanannya sehat," kata Sanee lagi. "Kita tidak boleh lengah karena ini sudah keterlaluan."
"Baik."
"Setidaknya siap kapan pun Paing benar-benar membutuhkannya."
Apo ingat, Piya Vimuktayon memang mengoperasi Paing saat penembakan yang pertama. Dia pasti dipercaya Keluarga Takhon. Bahkan Dokter Ye pun belum sampai ke tahap itu.
Namun, Apo merasa kesal tidak bisa ikut andil dengan mereka. Dia tidak paham dunia kedokteran atau sejenis. Bahkan menemani Paing saja tak selalu bisa.
Secara mengejutkan triplets pun sering mengamuk sejak hari itu. Bahkan Blau Er juga menyusul demam. Sehingga Apo harus menjaganya sepanjang malam.
"OEEEEEEEEE! OEEEEEEEE!! OEEEE!! OEEEEEEEE!!"
Dia butuh pelukan Apo agar bisa tenang. Harus sering-sering ditepuki sambil dinyanyikan sesuatu. Dan Apo terkejut saat Yuzu pulang pada keesokan hari.
BRAKHHH!!
"NOOO! DIMANA PHI KU?! PERGI KALIAN! SIAPA BILANG AKU DILARANG KEMARI?! ARRRGGH! MINGGIR!" Suaranya ribut sekali di bawah sana. Mungkin karena seharusnya Yuzu fokus kuliah, tapi dia malah memaksa cuti. Sang Omega pun menendang-nendang mobil saat ditahan masuk ke dalam. "BRENGSEK! AKU AKAN MEMUKUL SIAPA PUN YANG MERAHASIAKANNYA DARIKU! TIDAK! JANGAN PEGANGI BADANKU!"
PLARRRRRRRRRRRRR!!
Dia lari setelah menggampar muka si bodyguard. Terus berontak. Lalu muncul di depan Apo yang sedang mengedot Blau Er.
"PHI!"
Dia terkejut karena ada tiga baby di sebelah sang kakak. Satunya rebah, sementara dua duduk berhadapan. Dan Apo sendiri menjaga di sisi ranjang.
"Halo, Yuzu ...." sapa Apo dengan senyuman hambar. "Apa kau kemari untuk menggamparku?" tanyanya. "Jika iya, datanglah. Aku pun sekarang sedang membenci diri sendiri ...."