webnovel

S2-75 BURN WITH YOU ...

"Burn with you ...."

[ANGELIC DEVIL: The Crown]

Sebenarnya Apo mengantuk parah malam itu. Tapi dia sengaja menunggu Paing tertidur agar bisa melihat lukanya lebih mendetail.

Mungkin karena--apa ya .... Paing pasti kurang suka melihatnya sedih. Sang Omega pun tidak  mau menimbulkan rasa bersalah padanya. Jadi begini saja tak apa.

Mulai dari tusukan di bahu, di lengan, di punggung, di bawah tengkuk ... juga memar-memar yang cukup banyak--Apo pun mengusapnya dengan jemari. Sesak sendiri. Kemudian mengambil ponsel di atas nakas.

"Aku harus cari pengacara bagus mulai sekarang ...." batin Apo saat mengirim pesan Miri. Dia harus siap kapan pun sidang terjadi. Jangan sampai menutup mata pada hal ini.

Clung!

Mungkin karena data ponselnya baru aktif, tiba-tiba ada notifikasi google news yang cukup menarik mata. Judulnya muncul di atas layar. Sangat mengejutkan. Karena wajah Paing ada diantara wartawan yang menggerebek di bandara tadi siang.

"Oh, Phi ...." desah Apo tidak menyangka.

Paing memang dilindungi oleh cluster A pada waktu itu, tapi mereka tidak memakai senjata mencolok seperti biasa. Sebanyak 24 orang hanya membuka jalan untuknya. Memblokade. Tidak membiarkan siapa pun mendekat. Karena kondisi Paing tidak sungguh-sungguh sehat.

Alpha itu menolak wawancara dan masuk ke mobil jemputan. Abai total. Kemudian berlalu begitu saja. Mungkin karena live membawa nama artis-artis besar, jadi beritanya heboh sekali (tapi memang tidak dibatalkan karena jadwal ada dari jauh-jauh hari). Penonton sudah menanti lama untuk menyaksikan peresmian, tapi mereka malah menuai kekecewaan.

Untung, sebagian besar bisa berpikir waras. Mereka paham ada yang mengancam nyawa sang CEO. Dan video perkelahian trending di internet, meski tidak tampak pada layar kaca. Dari ribuan angle kamera, malah. Sebab ponsel penonton benar-benar berguna. Baik dari dekat, jauh, jelas, buram, bahkan yang bergoyang-goyang panik sekali pun.

Hastag-nya sempat trending semingguan. Namun, karena tidurnya terlalu lama ... Apo jadi telat tahu. Dia menangis melihat seberapa parah kejadiannya. Nyaris sesenggukan. Sampai-sampai beranjak menuju balkon karena terlalu emosional. Ah, jangan sampai Phi terbangun, Apo.

"Tenang, Sayang. Sekarang beritanya sudah mereda kok. Percayalah. Ini mendingan daripada waktu itu ...." kata Miri dengan suara seraknya. Sang ibu bangun karena ditelpon Apo. Agak pening, tapi menjawab meski dengan mata tertutup. "Untung Nak Takhon sudah memperkirakannya. Jadi, Ma yakin dia sengaja langsung ke Swiss untuk menghindari media."

Apo pun menutup mulut, meski tetap tidak bisa membendung air matanya.

"Yaa ... bagaimana pun awal kejadian pasti sedang panas-panasnya. So, lebih baik memang diam dulu," kata Miri. "Toh operasi yang kedua tidak harus di Bangkok--"

DEG

Oh, shit.

Apo pun mengangguk pelan. "Umn, Ma." katanya dengan suara goyang. Membuat Miri peka karena bercampur serak, padahal Apo sudah menyembunyikannya sebaik mungkin.

"Dan kalau boleh Mama bilang, dia itu kerjanya cepat sekali--astaga ... Ma sampai bingung harus bagaimana untuk berterima kasih ...." kata Miri. "Jadi, luangkan saja waktumu saat dia libur."

"...."

"Temani istirahat saja, Sayang. Toh bagian sulitnya sudah di-handle dia. Ma baik-baik saja di sini ...."

"Umn." Lagi-lagi Apo pun mengangguk patuh. Omega itu lebih sering mendengarkan daripada vokal, apalagi Miri sempat curhat soal beberapa info kantor. Apo rasa, dia perlu tahu meski hanya garis besar. Barulah mengabarkan kehamilan kepada sang ibu.

"Ah ... benarkah?" tanya Miri yang agak terkejut.

Apo pun segera mengusap pipi basahnya. "Apa Mama marah lagi padaku?" tanyanya. "Kalau iya, tidak apa-apa kok. Aku sudah siap mendengarkan. Hiks--tapi ... bisa jangan ikutkan Phi? Soalnya aku yang ingin sendiri ...."

Langsung pusing. Miri pun menghela napas panjang. "Hahh ... kalau begini Mama jadi ikut bingung," katanya. "Tapi, ya sudahlah. Kuanggap kalian tahu resikonya nanti. Cukup jangan mencolok kalau sudah makin besar. Jadi, kau membantu dari rumah saja kalau sudah tidak kuat."

"Iya, Ma."

Telepon itu pun berakhir pada pukul 3. Apo lega setelah jujur pada pihak yang dirasa harus. Lalu mengambil nomor Dew dari ponsel Paing. Dia  meminta jadwal kantor lewat pesan singkat. Hanya agar Apo tahu kapan Paing libur. Jadi mereka bisa menyesuaikan.

"Hmmh, selamat tidur," kata Apo setelah kembali ke ranjang. Dadanya ringan saat melihat Paing mengigau. Mungkin karena teramat lelah sebelum pulang ke rumah. ".... sampai jumpa besok pagi waktu sarapan."

Cup.

Apo pun mengakhiri malam itu dengan kecupan pada bibir sang Alpha.

Sayangnya pagi itu Apo tidak bisa tenang. Dia pikir, Paing telat bangun hanya karena kelelahan. Jadi, langsung bersih-bersih terlebih dahulu.

Usai mandi, Apo pun rapi-rapi dan mengecek triplets. Dia mengemong ketiganya di ruang makan. Lalu main "ciluk ba" sambil menunggu sarapan siap. Thanawat dan Sanee juga telat gabung. Namun, hingga hampir pukul 7, Paing tidak ada turun.

"Eh? Apa kalian lupa menyetel alarm?" tanya Sanee.

Apo pun menggeleng pelan. "Sudah kok, Oma. Phi bahkan tidur awal semalam ...." katanya. Lalu pamit untuk mengecek ulang.

Sayang, pemandangan kamar sungguh kacau saat itu. Apo pun tertegun karena Paing muntah darah. Duduk di tepi ranjang. Sementara perban yang dilepas berjatuhan menampakkan seluruh lukanya.

"Uhuk! Uhuk! Apo?"

Daripada panik, Apo justru beku melihat darah berceceran di lantai. Dia bertatapan dengan Paing beberapa saat, tapi Paing memijit kening dengan jari terhiasi merah.

CKLEK!

"Phi ... are you okay?" tanya Apo berusaha tenang. Sudah cukup dia menangis semalam. Jangan sampai Paing ikut cemas hanya karena dirinya.

"Ya, hmm ... sekarang bisa kau ambilkan tisu?" tanya Paing. "Ahh ... ha ha. Maaf pagi-pagi sudah membuat harinya jelek."

No ... please jangan bilang seperti itu, Pikir Apo. Lalu segera melaksanakan. Dia gemetar saat jongkok di depan sang Alpha. Barulah membantunya bersih-bersih. "Phi bisa jujur padaku?" tanyanya sambil mengusap bagian jemari. "Don't push yourself too hard, ok? Aku kan masih di sini. Jangan jadi Mile kedua hanya karena ingin sok-sokan kupuji. Aku lebih memilih tidak ingin kehilangan lagi ...."

Paing justru menggeleng karena kebingungan fokus. Kepalanya sering pening akibat kondisi buruk. Bahkan wajah manis Apo sempat hilang beberapa detik.

"Phi, please ...." pinta Apo yang suaranya samar.

Paing pun mencoba tahan untuk beberapa saat. Tetap tenang. Sementara Apo sudah berkaca-kaca saat pandangannya jelas. "Hei, wait--dont cry ... masih pagi," larangnya dengan nada berat. Dada memarnya sakit karena memiliki bekas jahitan. Membuat Apo sadar masalah utamanya ada di sana. "Aku hanya drop sedikit. Tidak apa--"

"TIDAK APA, TIDAK APA BAGAIMANA!" bentak Apo mulai kesal. Dia mengomeli Paing panjang lebar. Teguh mendesak, hingga Alpha itu menjelaskan cedera dalamnya makin parah.

Shhh ... brengsek!

Mungkin saat operasi pertama memang tidak begitu, tapi yang kedua jelas makin mengkhawatirkan. Amaara sepertinya paham kemana harus menyerang. Jadi tusukan pisau sebenarnya hanya pengalihan. Omega itu membuat Paing benar-benar rusak. Tak mengampuni. Bahkan meski situasi sedang genting.

"Oke, oke ... maaf, tapi ... jangan menangis dulu--Phi malah makin bingung kalau kau seperti ini ...." kata Paing. Jarinya gemetar saat mencoba meraih Apo. Tapi sang Omega malah menjauhinya.

"Cih! DIAM DULU!" bentak Apo. Wajah basahnya tampak ketakutan. Bahkan dia menunjuk-nunjuk seperti pawang kepada binatang buas. "Sebentar ya ... tetap di sana! Aku mau panggil Oma sekarang. Brengsek! Mana paham aku soal kesehatan ...."

"Apo--"

BRAKH!

Sang Omega pun membanting pintu. Dia turun untuk memberikan kabar. Sangat benci membayangkan Paing meninggal sewaktu-waktu. (Apalagi karena masalah organ?) Please, lah. Tidak lucu karena Paing sendiri dokter spesialis penyakit dalam.

"Hanya harus tetap waspada, oke? Jangan biarkan dia membantingmu lagi."

"Iya."

"Atau kalau masih terbanting juga, Phi akan mengurusmu ulang di sini. Ha ha."

"Ha ha, shit ... sumpah, ya. Phi tidak praktek di RS, tapi malah mengurusiku terus-terusan."

"Ha ha ha ha ha."

"Gajiannya berapa per bulan? Cukup buat jajan di luar, kah? Atau beli es krim misalnya-"

Cup.

"Ya, lebih dari cukup, malah ...."

ARRRRRGHHHHH! KEPARAT! FUCK! Apo benar-benar ingin menggampar orang, walau dia sendiri bingung kemana harus melampiaskan. Omega itu berkeringat dingin saat Paing digandeng sang ibu pergi. Lalu ditangani di ruang medis.

"Apa sudah sering begini? Kenapa tidak bilang lebih awal--"

Sampai-sampai Apo tidak mendengar apapun lagi. Terlalu murka. Lalu keluar karena bisa-bisa semakin emosi. Dia menelpon Miri untuk memastikan kabar Mile. Tapi ternyata sang suami masih belum memberikan waktu pertemuan.

"Apa?! Seenaknya saja dia itu--!"

"Sayang, tenang ...."

Tapi Apo tak peduli lagi. Dia malah mengomel selama telepon. Luluh lantak, walau kata-kata marahnya bukan untuk sang ibu. Dia juga mondar-mandir memastikan info Jeffsatur. Sayang mahasiswa itu tidak bisa dihubungi. Malahan yang menjawab telepon adalah Nayu.

"HALOOOOOO PHI APOOOOOO--EH? SAYANGKU? DIA ITU LAGI UJIAN!" kata Nayu dengan suara khasnya. "PONSEL PHI JEFF MEMANG KUPENGANG, KOK! HA HA HA HA HA HA. BIAR FOKUS! Tapi pasti kusampaikan kalau ada pesan penting ...."

Apo pun mengepalkan tangannya kesal. Kebingungan, tapi berusaha menekan diri sendiri. "Oke. Bilang cepat telpon aku kalau sudah sudah pulang," katanya. "Itu saja. Cukup. Pokoknya aku tidak mau tahu!"

Tuuuttttssssss ....

Nayu pun sampai terheran-heran. Dia tidak sempat berpikiran aneh karena Lulu sudah merengek. Lalu mereka kembali menguteki kuku satu sama lain.

"Ayo Nayu, lagi! Ini sudah hampir selesai ...." kata Lulu sambil mengocok-ngocok botol kuteknya.

Mereka tidak tahu Apo ingin meremukkan ponsel. Lalu menelpon kantor Mile untuk memastikan jadwal.

"Halo, iya ini aku, kenapa?" kata Apo dengan nada bersungut-sungut. "Suamiku sebenarnya di mana, hah? Bisa tolong beritahu aku? Bilang istri pertamanya ingin bertemu! Cepat!"

DEG

Resepsionis di seberang sana pun gelagapan. "B-Baik! Baik! Kami akan segera sampaikan! Tolong tunggu!" katanya dengan raut tertekan. "Ahh ... tapi, Tuan Natta. Sepertinya belum bisa hari ini. Beliau sedang rapat dengan perwakilan Keluarga Bextiar--"

TUUUTTTSSS!

"AAAARRRRRGGHHHHHHH!!!" Apo pun berteriak karena merasa tidak berguna. Tapi takkan dia biarkan perasaan itu berlama-lama. Karena ini sudah keterlaluan.

BRAKKHHHH!!

"BRRRRMMMMMMMM!!"

"SAYANG?!"

"NAK APO---!"

Pagi itu, Apo pun menyetir mobil keluar ugal-ugalan. Fokus jalan. Bahkan nyaris menabrak satpam selama menginjak gasnya.

"BRENGSEK, MILE! JANGAN MEMBUATKU HABIS KESABARAN!" batin Apo sepanjang jalan. Dia juga nyaris menerobos lampu merah. Tapi aman hingga sampai ke tujuan.

BRAKHH!

Omega itu membanting pintu mobil ketika turun. Sangat membara. Dan rautnya keras saat gerombolan Bextiar lewat.

"Ha ha ha ha ha! Tidak masalah ... semuanya semakin baik sekarang," kata lelaki yang baru keluar kantor. Dia mengobrol bersama Mile begitu akrabnya. Tampak solid. Bahkan Luhiang ada di sana.

"Kau tidak boleh mempermalukan dirimu sendiri, Apo. Tunggu sebentar ...." batin Apo hingga mereka pergi. Omega itu pun diam di tempat. Sangat teguh, tapi tak menyangka Mile menoleh setelah itu.

DEG

Sang suami tampak memandangnya dari kejauhan. Diam juga. Tapi kemudian melangkah mendekat dengan tenangnya.

"Mile ...." gumam Apo sambil mengepalkan tangan. Otot-ototnya sampai timbul karena terlampau teguh. Namun sang suami hanya menjawabnya dengan senyuman.

"Kau terlihat cocok dengan kalung itu ...."