"A perfect rose ...."
Apo benar-benar hilang kesadaran sejak pagi itu. Dia tidak bangun setelah ambruk. Dan tubuhnya tak berpindah posisi sekali pun. Omega itu meringkuk seperti kucing dengan berbantalkan lengan mate-nya. Tampak pulas, dan mungkin bermimpi tidur di pulau kapuk.
Darah yang mengalir di berbagai tempat juga mengering, walau belum sepenuhnya. Membuat Paing betah memandangi wajah manis Apo berlama-lama. Apalagi mencium aroma mereka yang sudah menjadi sama. Seperti gourlaine rose prix yang menguasai udara, dan semerbaknya benar-benar mewah tak terkendali.
Tak ada lagi perbedaan atau berganti-ganti seperti dulu. Tak ada lagi yang membuat Apo terancam tanpa sepengetahuannya. Dan kapan pun ada yang gelisah, keduanya akan saling merasakan secara emosional.
"Guten morgen, meine katze ...." bisik Paing di telinga sang Omega. Apo mungkin tidak bisa dengar yang dia katakan, tapi lelaki itu tetap ingin mengatakannya. "Willkommen in einer welt, die nur dir und mir gehört." (*)
(*) Sengaja gak di translate biar kalian tahu rasanya jadi Apo yang enggak denger kalimat itu.
Paing pun mengecup kening Apo setelah bibirnya. Alpha itu meraba leher Apo yang penuh tanda. Lalu menyingkap selimut untuk menampilkan lebih banyak luka. Dia diam sejenak karena isi kepalanya sempat buram. Hampir tak percaya bisa sejauh ini dengan mawar-nya.
"Shh, aku harus tenang sebentar ...." kata Paing saat turun dari ranjang. Dia mandi cepat dan membopong tubuh Apo dalam selimut. Lalu memandikannya dengan tangan sendiri. Ya, walau lengan tertembak Paing serasa remuk--mungkin nanti dia akan meminta Dokter Ye mengeceknya ulang--tapi Paing diam saja selama merawat.
Alpha itu tidak membiarkan pelayan menggantikan seprai ranjang karena terlalu kacau. Bahkan mereka bisa serangan jantung kalau melihat situasinya. Dia juga menelpon kantor untuk libur mendadak khusus hari ini. Biarlah urusan ditumpuk besok jika kekhawatirannya sudah selesai.
"Apo, tahan sebentar," kata Paing seolah sang Omega bangun jika dia menusuk tangan Apo dengan jarum infus. Lelaki itu berhati-hati agar selama tidur kondisi Apo stabil. Lalu mengobati setiap luka yang dia buat. Mulai dari bagian tengkuk, leher, dada, paha--atau mana pun yang sempat dijamahnya keterlaluan. Oh, shit. Paing bahkan tidak sadar dia membuat bekas tamparan di bokong Apo, pinggulnya. Juga cengkeraman merah di bagian pergelangan tangan. "Astaga ...."
Dia memijit kening karena terlalu pusing. Tapi entah kenapa bisa senyum, meski hubungan mereka kacau sekali. Paing pikir dia bisa tahan hingga Apo benar-benar lepas dari pernikahannya. Namun, ini gila. Dia terlalu stress dengan tekanan yang ada, tapi sekarang tidak ada tremor lagi pada tubuhnya.
Alpha itu juga tidak terbayangi mimpi buruk tentang Fay dan Apo lagi. Atau gambaran kematian mereka yang mungkin terjadi persis. Dia takkan membiarkan Apo rusak seperti Fay dulu, dan akan dia kunci sang Omega diantara cluster penjaganya.
KACRAK! KACRAK! KACRAK!
KACRAK! KACRAK! KACRAK!
"Siap, Pak!" kata para anggota cluster B yang baru menampakkan diri. Dengan senjata laras panjang, mereka pun masuk rumah setelah diizini terang-terangan.
Semuanya bagi tugas untuk menjaga spot tertentu. Diawasi satu pimpinan, dan Paing mengarahkan mana saja yang harus ditempati.
Enam di pintu kamar. Enam di balkon kamar. Enam di lorong kamar. Enam di sisi tangga, dan enam sisanya baru di teras rumah. Mereka berseragam satpam dan tak mencurigakan. Semuanya tampak wajar diantara bodyguard biasa, walau Bible sempat bengong saat diundang ke rumah.
"Hei, Bro. Serius aku akan kerja di rumahmu?" tanya Bible dengan penampilan kasualnya. Paing memang melarang dia rapi-rapi dengan jas dokter, asal mengontrol kondisi Apo selama dia tinggalkan.
"Tentu. Siapa lagi yang bisa kupercaya sekarang?" tanya Paing setelah membukakan kamar untuk si mahasiswa. Lagipula Bible sudah bertunangan dengan kekasihnya. Plus tahu Apo sejak mulai menolong dulu. Dia memang paling cocok untuk posisi ini. "Yang penting laporkan padaku kalau ada apa-apa. Dan kau boleh tinggal atau mengerjakan tugas kuliah di sini."
DEG
"Oh, shit," maki Bible saat melihat wajah tidur Apo Nattawin. Dia menjilat bibir karena sedikit kalut. Apalagi tahu siapa Omega itu di mata Mile Phakpum. "Bro, yang benar saja kau serius dengan lelaki ini? Kupikir kalian hanya saling memanasi di depan media," tanyanya.
"Menurutmu?"
Pelipis Bible pun berdenyut-denyut karena menghirup aroma sama dari pasangan itu dalam ruangan.
"Kami sudah bonding kemarin malam, paham? Jadi tugas ini penting meski dia tidak sakit," kata Paing. "Aku tidak mau kau lengah kalau tidurnya lebih dari seminggu. Apalagi jika ada tanda-tanda kehamilan--"
DEG
"WHAT THE FUCK!"
PLAKH!
Paing benar-benar tidak berpikir saat menggeplak kepala Bible dari belakang. Alpha itu membuat sang junior patuh, lalu merangkulnya sebagai kawan. "Dengar, kau tidak kubayar hanya untuk pengawasannya di tempat ini." Dia bilang, "Tapi kalau kabarnya sampai kemana-mana, mulutmu adalah yang pertama kali kuhajar, dan jangan harap bisa melanjutkan praktik magang di RS-ku nanti."
Bible pun memaki, tapi tetap menyanggupi. Toh dia memang ingin review bagus dari RS Bumrungrad untuk gelar dokter. Apalagi RS itu merupakan bintang 4 meskipun didirikan atas nama swasta. Jadi, ini bagus. Takkan dia sia-siakan kesempatan hebat. Serius bertugas, walau heran juga dengan keputusan kawannya.
Bukankah ini Omega yang dulu periksa darah? Dia juga berstatus istri orang lain, tapi sampai melakukan bonding dengan Alpha lainnya. Sebenarnya apa yang sudah terjadi?
"Aku benar-benar tidak habis pikir ...." gumam Bible setelah duduk di sebelah Apo. Alpha itu melihat Paing mondar-mandir telpon di sisi tangga. Agak kagum, apalagi baby triplets dalam stroller mengoceh riang saat didorong di depannya.
"Aauu! Anmmn! Nn!"
"Nna! Naa! Mm!"
Yang dua ribut sendiri di dalam sana. Sementara Edsel dipeluk babysitter karena dia sudah bisa duduk. Baby itu ricuh kalau ikut gabung dengan saudaranya. Tapi dia sempat senyum saat Paing mencubit pipi gembilnya.
"Dada! Da da!" kata Edsel sambil meraih udara. Paing pun menggapai jemarinya dengan telunjuk. Menggenggamnya. Lalu pergi setelah meninggalkan sun di pipi.
"Dia sudah benar-benar sehat sekarang," kata Paing. Alpha itu juga menelpon Miri untuk memastikan kondisi perusahaan Apo. Minta maaf atas kejadian semalam apa adanya, walau ibu Apo nyaris jantungan mendengar kabar tersebut.
DEG
"Astaga, Nak? Kau serius?" tanya Miri pada pukul 11 pagi. Dia pun panik karena waktunya telat sekali. Lalu berangkat ke kantor untuk menggantikan puteranya sehari.
Berantakan sekali jadwal pada hari itu. Namun, Paing berusaha tenang demi me-metakan urusan dalam kepalanya. Menyusun ulang dan diskusi cepat jadwal besok. Lalu menawarkan bantuan ke Miri juga.
"Oma jangan sendirian kalau sangat keberatan," kata Paing. "Aku bisa bantu dengan penyesuaian dan lain-lain. Itu pun kalau Oma percaya padaku."
DEG
Percaya?
Tentu saja Miri percaya pada Paing Takhon. Sebab Apo adalah puteranya, dan dia paling paham bagaimana pemikirannya. Jika dengan sang suami menyiapkan prenuptial agreement untuk jaga-jaga perceraian, lantas kenapa Paing bisa dipilih Apo?
Miri yakin ini pasti bukan kebetulan.
"Anakku mungkin sudah was-was dengan suaminya sejak awal," kata Miri. Malah membahas hal lain dalam telepon. "Kini terbukti semua kecemasan dia, Nak. Mungkin karena Mile punya gaya hidup bebas sebelum pulang ke tanah air."
"Hm, Oma," kata Paing, tanpa komentar yang lebih. Dia tidak mau vokal jika menyangkut hal tajam. Yang terpenting Miri bersedia dicampur tangani pada akhirnya.
Ibu Apo itu ditemui Paing pada sore hari. Sang Alph diperkenalkan secara personal ke bawahan walau sudah saling tahu. Lalu digandeng ke depan kabag untuk jadi atasan mereka. Toh Romsaithong juga sudah lepas tangan soal ini. Miri pun mempertegas posisi Paing sekalian. Jadi kalau meng-ulti ayo lakukan saja habis-habisan.
"Hal yang paling kusesali adalah dulu minta bantuanmu untuk mereka juga," kata Miri saat berhadapan dengan Paing. Di kantor, pukul 7 malam. Wanita itu menyesap teh dengan ekspresi penuh kesedihan. "Apalagi Apo sempat memaksamu bertahan. Hanya karena ingin balas budi? Nyatanya mereka tidak peduli ."
Miri mengutarakan kekecewaan akan Mile yang malah menikah lagi. Dengan Nazha Bextiar di Turki sana, maka pantas jika menginjak Wattanagitiphat agar mengemis bantuan pada mereka.
Namun, kini wanita itu benar-benar lega. Dia ada untuk Alpha pilihan Apo sampai kapan pun. Lebih bersyukur lagi karena bisnis Paing 90% di bidang service. Setidaknya pergerakan mereka tidak seribut pabrik, maka dia akan menyeimbangkan perhatian pada bisnis-bisnis yang dipegang puteranya.
"Oh, iya ... Nak. Ini telat kusadari, tapi boleh Oma bilang sesuatu?" tanya Miri. Dia mulai terbuka ke Paing karena sudah menatap sang Alpha sebagai puteranya, tapi bingung dengan tindakan Mile sejak Apo melarikan diri dari rumah mereka "Apa kau tak janggal kenapa menantuku membiarkan kalian begitu saja? Maksudku--memusuhi, tidak menjemput, membiarkan triplets ikut, bahkan kemungkinan bonding kalian ada dan resikonya besar sekali," lanjutnya.
"...."
".... mungkinkah Mile sengaja agar kalian terjebak pelanggaran yang sama besar saat sidang nantinya?"