"Die Nacht, in der alles im Schicksal versank."
[ANGELIC DEVIL: The Crow]
"Ya, oke," kata Apo. "Nanti kusuruh Manajer Yuze untuk mengatur jadwal."
"Baik."
Tuuuuuutssss ....
Apo pun keluar setelah sambungan terputus. Dia berpindah ke bagian Hematologi. Dan mengantri di belakang seorang pasien. Untung saja tidak lama-lama. Omega itu hanya ingin konsul darah, lalu mendapat obat lanjutan. Dia masuk ketika dipanggil, tapi bingung karena dipandangi.
"Tuan Nattawin Wattanagitiphat, benar?" tanya dokter berpipi chubby manis itu.
"Eh, iya?"
"Kupikir saya tadi salah baca," kata dokter yang ternyata bernama Build Jakapan Puttha. Pin nama di jas putihnya tampak mengkilat, dan Apo tebak bukan dia yang bertugas di poli tersebut sebelumnya.
"Benar, itu saya. Kenapa, ya?" tanya Apo agak bingung.
"Sebentar ...." kata Build. Bukannya menjawab Apo, dia justru menghampiri seorang koas. "Bible, kau masih menyimpan kalung yang waktu itu?" tanyanya.
DEG
"Kalung?"
Apo pun refleks meraba leher--oh ... benar juga. Sejak kapan kalungnya tak ada? Dia sungguh-sungguh tidak sadar.
Bible yang tadi menata peralatan medis di sebuah kotak pun menoleh. "Tentu saja ... wait--apakah barusan Omega yang waktu itu? Kenapa?"
Build pun menggeleng pelan. "Pastinya periksa darah. Tapi suruh seseorang ambil kalung beliau dulu. Sepertinya benda itu sangat mahal," katanya. "Harus dikembalikan pada pemilik. Paham?"
Bible pun mengangguk lalu menelepon seseorang. Namun, Apo hanya terlolong bengong kala Build kembali duduk.
"Maaf, ada interupsi sebentar," kata Build dengan senyum lesung pipit. "Habisnya ini sangat-sangat penting. Saya yakin Anda kehilangan sesuatu."
Apo pun mengangguk pelan. "Iya, kalung hijauku," katanya. "Tapi, kenapa ada di tangan kalian? Aku tidak ingat kita pernah bertemu sebelum ini."
Build pun menghembuskan napas panjang. "Iya, he he ... wajar kok kalau tak ingat," katanya. "Soalnya waktu itu Anda sampai demam kejang. Mana habis mabuk pula. Jadi situasinya gawat sekali."
DEG
Kapan--
Baru saja Apo akan tanya begitu, otaknya malah mundur secepat kilat. Malam dimana dia merindukan Mile. Kesepian, stress dengan para baby, dan tak tahu harus apa. Apo sempat pergi ke bar gila-gilaan. Dia pulang dan dilecehkan seorang Alpha, lalu sayup-sayup seseorang datang dengan suara pukulan--
BUAGH! BUAGH! BUAGH!
"Mn, jadi sebenarnya Anda yang menolong saya?" tanya Apo hati-hati. Jujur, dia malu karena potret stress-nya diingat orang, apalagi bukan hanya satu. "Terus kalungnya jatuh di tempat itu. Semisal iya ... maaf sudah merepotkan. Pantas paginya aku sudah di RS. Ternyata yang menolong seorang dokter."
Namun senyum lebar Apo dipatahkan oleh Build Jakapan. "Ya ampun, Tuan Natta. Memang benar, tapi untuk kalung sebenarnya saya tidak ikut campur," katanya. "Lagipula yang mengantar Anda kan Perth Nakhun. Mana mungkin saya punya bawahan setampan itu."
Oke? Pikir Apo. Tetap berusaha tenang. "Terus, apa lelaki yang tadi? Saya hanya ingin berterima kasih langsung ...."
Bukannya Build, tapi Bible yang menjawab penasaran Apo kali ini. Lelaki itu mengangguk kepada sang dokter, lalu mengkonfirmasi Apo. "Sudah beres, tenang saja," kata Bible. "Tinggal minta alamat dan nomor aktif Anda, Tuan. Nanti paketnya akan dikirim."
"Eh?"
"Bukankah Anda kenal Perth?" tanya Bible. "Perasaan Tuan Takhon pernah mengirim orangnya pada hari itu."
Seketika, dunia Apo pun terjungkir balik. Dia terguncang, tapi berusaha tenang. Apalagi diajak mengobrol selama Build mengecek kondisinya. Sang dokter mengoceh banyak hal, termasuk peristiwa pada malam hari itu.
Tentu, Apo sulit percaya pada awalnya. Namun karena Bible menanggapi sesekali, berarti saksi lebih dari satu orang. Tentang dirinya yang sempat di ambang kerusakan otak, hipoksia, sesak oksigen, bahkan berpotensi hingga kematian mendadak--- Tapi Paing Takhon ada di sana. (**)
Sang senior mendekapnya selama berjam-jam hingga nyaris subuh. Alpha itu berbagi suhu badan hingga panasnya berpindah. Bahkan demam empat hari setelah itu. Namun, Apo tidak pernah tahu apa-apa. Dia dikirim ke RS umum, lalu memori tersebut terlupa.
"Ah, kalau begitu terima kasih," kata Apo. Dia senyum lalu buru-buru pamit, tapi genggamannya pada plastik obat sampai berkeringat. Yang benar saja, astaga ... pantas Mile sampai berdebat dengan Paing tiga bulan lalu.
"Ya, aku paham. Tapi tolong ingat Apo adalah milikku. Kami menikah, Tuan Takhon. Dan anak kami tiga di rumah. Maka tolong benar-benar jaga dirimu, batasi hubunganmu dengan dia, karena aku adalah Alpha-nya."
Tapi darimana Mile tahu---Ah, tidak-tidak. Keliru. Mile sendiri pasti belum tahu. Karena Build sudah konfirmasi. Hanya Paing, dia, Bible, Nodt, suaminya Peter, dan Perth yang tahu peristiwanya.
Build juga bilang, Paing ingin kalungnya dikembalikan ke Apo langsung agar Mile tidak salah paham. Toh benda itu baru ditemukan setelah Nodt pulang dari Finland. Tepatnya saat bersih-bersih rumah. Jadi, memang harus disimpan dulu hingga si pemilik tahu. Kalau gegabah, bisa-bisa Mile marah ke Apo, karena feromon Alpha lain sempat menyelimuti kalung.
"Jadi, sejauh itu Phi memikirkan hubunganku dengan Mile ...." batin Apo saat menyetir pulang. Matanya memang fokus ke jalan, tapi hatinya teraduk-aduk dengan fakta barusan. "Dia tak ingin kita bertengkar ...."
Dan sekarang Apo tahu mengapa kata-kata itu terucap dari Paing Takhon.
"Apo seseorang yang pantas bertahan, Tuan Romsaithong. Karena itu aku bersedia di sini. Bukan untuk merebut dia darimu. Bukan untuk mengambil keluarga kalian. Atau anak-anak yang kau sebut itu."
"Tunggu, tunggu ... aku benar-benar tidak sanggup," kata Apo. Dia pun menghentikan mobil sejenak. Keluar. Tak peduli masih tepian tol jalan.
Apo pun memijit kening karena tidak habis pikir. Dia sempat melangkah kesana kemari tak jelas. Lalu mengusap wajahnya. Ah, ini gila. Bagaimana sekarang Apo harus bersikap? Karena kini semuanya jadi jelas.
"AAAAAAAAAAAAAAAAAAA!! SUKAAAAAAAAAAAAAAA!!" teriak seorang Omega tiba-tiba. Suaranya amat melengking, gemas, hingga Apo refleks menoleh ke sana. "Hahahaha! Terima kasih hadiah nikahnya, Phiii! Peluk!"
BRUGHHH!!!
Di jalan tol lantai dua, Apo kini melihat Paing ditabrak peluk sang adik. Alpha itu tertawa senang, sebagaimana Yuzu menebarkan kebahagiaan. Lalu mengesun pucuk rambutnya. "Sama-sama ...."
Tentu, Apo tak mendengar kata-kata itu. Dia hanya mengira dari gerakan bibir sang Alpha, lalu menoleh ke kanan kiri. Ah, hadiah nikah apa memangnya? Jalan tol? Itu bisa jadi pemasukan rumah tangga seumur hidup.
Yuzu pun menggandeng kakaknya untuk berlari-lari. Dia memaksa Paing ikut main di tepian jalan, tapi sang Alpha tidak menolak. Mungkin, hanya Yuzu yang bisa memperlakukannya seperti itu. Dia memang kekanak kanakan, tapi aku entah bagaimana bisa mencuri hati Paing Takhon.
"Selalu begitu, Apo," kata Paing begitu masuk kampus setelah menghilang. Dia memang tak cerita tentang kematian Fay Aaron, tapi senyumnya terbit saat berbicara tentang Yuzu. "Dia jadi yang pertama menangis untukku, padahal aku tidak pernah mengatakan apapun."
"Oh ...."
"Manis sekali, bukan? Aku sampai mengira Yuzu adik kandungku, kalau tidak nyata-nyata ada tes darahnya."
Namun, semakin terombang-ambing, Apo rasa dia harus menyeret langkah ke titik awal. "Hahhh ... sampai kapan aku akan begini?" katanya. "Bagaimana pun Phi itu bukan suamiku ...."
Secepat mungkin, Apo pun mengeluarkan ponsel dari saku jasnya. Dia sengaja memunggungi Paing dan Yuzu, karena tak pernah setekad ini untuk menghubungi sang suami.
Trrrrttt ....
"Angkat, Mile. Angkat, kumohon," kata Apo mendadak cemas. Mungkin karena itu yang pertama usai pertengkaran, dia pun berdebar kencang.
Deg ... deg ... deg ... deg ... deg ....
"Halo?"
"Halo--"
DEG
".... eh?"
Suara serak wanita pun terdengar lagi. "Qu'est-ce? Halo ?" ulangnya. "Est-ce que je peux vous aider en quoi que ce soit ? Ou est-ce juste une faute de frappe." (*)
(*) Bahasa Perancis: Siapa, ya? Halo? Ada yang bisa kubantu? Atau ini cuma salah sambung saja ....
(**) Fyi, efek kejang terlalu lama memang bisa menimbulkan kerusakan otak, syaraf, hipoksia, bahkan kematian.