PLAKH!
"NO! GILA APA?!" kata Bible yang menghempaskan tangan Build. "Kita tadi bercinta, dan aku baru saja melamarmu. Kenapa tidak orang itu saja?! BEDEBAH!" teriaknya, lalu keluar setelah membanting pintu.
BRAKH!
"APA?! DASAR BOCAH!" teriak Build tidak menyangka. Dia sadar sang kekasih masih sangat-sangat muda, tapi baru kali ini Bible bersikap terlalu kekanakan. Dia pun menatap Paing, lalu meremas rambutnya. "Oke, Bro. Tentu saja kau yang masih tersisa. Aku ini Omega. Suhu tubuhku tinggi sekali."
DEG
"No, no. Dia ini bersuami. Aku bahkan diundang dalam resepsi mereka--"
"YOU GODDAMMIT FUCKER!" maki Build makin frustasi. "Fine, biarkan saja temanmu mati, atau lakukan sekarang juga. Kita cari cara lain kalau panasnya menurun! Cih, padahal siapa yang senior di sini ...." omelnya.
Sebenarnya bukan karena Paing tidak mengerti. Tapi dia paham betapa Apo mencintai suaminya saat bicara. Kedua bola mata Apo terlihat bersinar-bersinar, apalagi saat bercerita tentang keluarga kecilnya di rumah sakit. Paing juga tidak menemukan rasa malu sedikit pun. Padahal Apo baru mengakui status Omega di depannya secara langsung.
"Oh, dia sudah berada di tangan yang tepat rupanya," batin Paing saat itu juga. Dia ikut senang karena kabar baik tersebut, tapi siapa sangka malam ini tiba?
Paing pun membuka baju meskipun ragu, kemudian Apo sendiri yang badannya kaku. Dipeluknya sang Omega yang sudah terbakar panas, hingga hawa tubuh mereka saling menyatu.
"Rrrghhhh, rrrghhh, rrgghhh," raung Apo yang refleks meringkuk seperti trenggiling. Syarafnya kaget karena kulit dingin Alpha mendekapnya penuh, sementara Build memalingkan muka dari pemandangan itu.
DEG
"Cih ...." Pipi Omega Bible itu memerah, lalu mengepalkan tangan dengan suara teramat pelan. "Bagus. Sekarang kami tunggu di luar. Tapi kalau ada apa-apa lagi, panggil saja dengan telepon--"
"No, don't," kata Paing yang menarik selimut agar tubuh keduanya tidak terlihat lagi. "Tolong di sini saja, oke? Aku tidak mau kena skandal macam-macam. Ini bisa fatal kalau suaminya sampai salah paham."
Build pun berdecak sebal mendengarnya. "Demi apa sih, hei?!" bentaknya. "Bro, kau dokter, aku dokter, dan Bible juga mahasiswa kedokteran--kita semua paling paham kode etik seperti itu. Jangan ikut bertingkah kekanakan mirip pacarku barusan!! Please!" katanya marah. Kedua mata Build berkaca-kaca saat melemparkan kunci mobil Paing yang tadinya diperintah mengambilkan. Prakh! "Ini, pesananmu. Good luck. Aku pun harus mengejar Bible. Oh, soal Gaby ... jangan khawatir. Kubawa puppy-mu pulang juga nantinya."
BRAKH!
Mungkin karena sama lelahnya, Build pun menyerah dan langsung membanting pintu. Bagaimana pun dia dipanggil pada tengah malam, belum lagi baru melakukan seks dengan sang Alpha. Entah apa yang dia rasakan sekarang. Yang pasti Paing juga tidak buta. Dia melihat banyak kissmark mengintip dari balik baju Build, tapi situasi saat ini memang susah dimengerti.
Deg ... deg ... deg ... deg ... deg ....
Deg ... deg ... deg ... deg ... deg ....
Bukan sulap, bukan sihir. Suhu tubuh Apo diserapnya begitu cepat. Dentum jantung mereka bersahut-sahutan di jarak sedekat itu, sementara Paing menahan gejolak apapun yang dirasakannya. Sial! Bagaimana pun Apo Omega. Dia jadi paham kenapa Alpha di Bar Anhesy tadi menyerang, sebab lelaki ini harumnya sungguh luar biasa. Aneh, keistimewaannya itu tidak tertutup hanya karena marking pada leher belakang, padahal umumnya Omega tidak begitu. Paing pun ikut gemetar saat menekan hasrat apapun, sampai-sampai rasanya jadi frustasi sendiri. (*)
(*) Sebenarnya metode ini punya kelemahan. Yaitu si sakit panasnya bisa mereda, tapi gejala demam akan berpindah pada yang memeluknya. Ibarat air panas ketemu es. Jadinya hangat, tapi tergantung juga seberapa parah. Kalau suhu si sakit terlalu tinggi, kesembuhan itu nanti ada harganya.
"Mrrrhh. Rrrrrgghhhh," raung Apo yang bergantian dengan sang Alpha.
"Apo, Apo ... bertahanlah sedikit lagi. Kau pasti baik-baik saja," kata Paing yang hidungnya diseruduk Apo Nattawin. Kini badannya mulai memanas, apalagi Apo balas memeluknya begitu erat.
"...."
Sang Omega tidak lagi bisa mengatakan apapun. Sebab dia mungkin sudah tak merasakan tubuhnya sendiri. Malahan diam saja selama itu berlangsung.
Oh, seriusan? Sejak kapan jam berjalan secepat ini?! Sampai pukul 4 saja ambulan-nya belum datang juga! Meskipun begitu, termometer kini menunjukkan angka 37,7° saat Paing mengecek suhu Apo sekali lagi. Yang benar saja? Paing tak menyangka penurunan suhu Apo sedrastis itu, karena memang belum pernah mempraktikkan metode ini pada siapa pun juga.
"Ah, panas ...." batin Paing saat melepaskan Apo dari pelukan. Dia pun duduk di tepian ranjang, lalu menelepon seseorang lagi di seberang sana. "Halo, Perth. Iya, maaf mengganggumu pagi-pagi sekali ...." katanya sambil membenahi baju tidurnya asal. Lelaki Alpha itu pun memijit hidung karena pusing. Lalu berjalan ke kamar mandi dengan langkah pelannya. "Kau ... tolong datangi alamat yang kukirimkan. Ssh ... dan nanti kalau ambulan-nya sampai, dampingi temanku sampai ke RS. Hubungi juga nomor-nomor yang kusematkan."
Perth Nakhun yang dipaksa bangun pun ikutan pusing. "Apa, Tuan? Hah?"
"Shit. Kuulangi sekali lagi ...." kata Paing sebelum menutup pintu kamar mandi. Dia pun menjelaskan segala hal yang diperlukan Apo lebih hati-hati, walau setelah itu pingsan dalam kondisi terduduk di atas kloset.
BRUGH!
Prakh!
Saat itu, ponsel Paing pun jatuh ke lantai basah. Layarnya berkedip-kedip dalam kondisi masih tersambung, sementara Perth terus berteriak dari seberang sana.
DEG
"TUAN TAKHON! HEI! TUAN TAKHON! TOLONG JAWAB SUARA SAYA!"
Tidak ada suara yang menyahut samasekali, Perth pun seketika sadar seratus persen. "Oh, Ya Tuhan," desahnya yang langsung berlari dari atas ranjang "Sebenarnya ada apa ini ...."
***
Terbitnya matahari merupakan pertanda baby triplets harus dimandikan, meski mereka dalam kondisi tertidur. Namun, para babysitter sudah sigap mengecek sebelum itu. "Utututututu, Sayang-sayang-sayang ...." kata salah satu yang menggantikan tugas menggendong Blau Er. "Sini ikut sama aku. Aaaah pinternyaa!" Dia mengesun pipi baby itu beberapa kali, padahal Er malahan jadi merengek-rengek.
"Mmh. Eunn. Eun."
"Ckckck. Pintar sekali sampai aku ikut susah tidur," kata si babysitter yang bertugas jaga semalam. Penampakan tidak jauh beda dengan wajah yang menjaga Kaylee serta Edsel, tapi mereka tertawa saja.
"Ha ha ha ha. Ya sudah. Istirahat sana seharian. Biar kami yang menggantikan di sini. Jangan lupa bangunkan Tuan Natta lebih dahulu."
"Hmmmm," gumam si babysitter lelah sambil menyeret kakinya.
Ketiga baby kini memang sudah sembuh total, tapi aneh semalam mereka seperti kesulitan tidur. Kadang bangun, kadang lelap, kadang bangun lagi, kadang malah tiba-tiba menangis--sayang tidak seorang pun berani mengganggu Apo. Mereka pikir, sang Omega sudah lelah karena semingguan mengawasi treatment para baby langsung. Mereka pun ingin Apo istirahat juga, sayang lelaki itu justru tidak ada di kamarnya.
DEG
"LOH? Tuan Natta?!" kaget si babysitter hingga matanya melotot. Letihnya pun menjadi sirna, apalagi ada suara telepon tidak lama kemudian. Suaranya bersahut-sahutan. Satunya dari ponsel Apo, satunya lagi dari telepon rumah. Wanita itu pun menjawab yang milik Apo duluan, walau jantung sudah berdebaran tidak tentu arah. "Ya ampun. Ini dari nomor baru. Kira-kira kenapa, ya?" gumamnya pelan. "Halo? Apa ada yang bisa kami bantu? Ini dari kediaman Wattanagitiphat."
"Baik, jadi ...."
Mulanya, babysitter itu tenang mendengarkan penjelasan dari seberang sana. Dia mengangguk dengan adrenalin yang meninggi, lalu syok karena Apo diopname di sebuah rumah sakit umum. Demi apa?! Biasanya sangat majikan di RS Bumrungrad, tapi kenapa sekarang malahan--
"Tenang saja, tadi penuh tapi Tuan Natta sudah dipindahkan lagi," kata lelaki bernama Perth Nakhun tersebut. "Ruangannya jadi lebih nyaman, dan beliau bilang ingin melihat baby-nya. Jadi, bisa tolong jenguk segera? Soalnya saya harus mengurus hal lain juga."
"Baik, baik. Tolong beri 3 jam untuk kami ke sana," kata si babysitter mencoba bernegosiasi. "Kami siap-siap dulu untuk keperluan baby-nya. Dan, jaraknya dari sini juga cukup jauh."
"Oke."
"Terima kasih."
"Iya."
Tuuuuttttssssss ...
Setelah sambungan telepon terputus, babysitter itu pun tertegun sejenak. "Tuan Natta sempat mabuk-mabuk?" gunanya tidak menyangka. "Aku belum pernah melihatnya seperti ini."
Nyatanya, butuh 3 jam lebih untuk sampai ke RS tempat Apo dirawat. Para babysitter sempat terjebak macet, sampai mereka tidak memusingkan apa nama tempat yang agak tua tersebut. "Ayo, ayo, ayo masuk! Kalian akan segera bertemu Papa!" kata mereka sangat sumeringah.
Begitu Apo dipertemukan dengan para baby, lelaki Omega itu langsung bisa tersenyum lega. "Ah, Er ...." katanya, lalu menggendong Blau Er meski badannya masihlah hangat. Dia menimang-nimang bayi gemas itu, sementara Perth langsung pamit setelah memastikan Apo benar-benar aman. "Woah, kau sepertinya jadi tambah gendut? Atau Papa saja yang salah lihat di sini?"
Er pun mengoceh dengan bahagia, sementara Apo mengulas senyum sebelum Perth pergi. "Dah, Uncle."
"Hm, Dah ...." Perth juga melambaikan tangan kepada Apo, walau senyumnya hilang setelah keluar dari ruangan itu. "Ah, bagaimana cara melaporkannya sekarang?" gumamnya agak kebingungan. Mungkin karena dalam keadaan mabuk, Apo benar-benar tak ingat apapun. Dia malah menganggap Perth yang menolong semalaman, itu pun pikirnya dari bar ke rumah sakit saja.
"Ah, iya juga. Aku semalam pergi keluar, ya. Apa kau yang membawaku kemari?" tanya Apo saat baru bangun tidur. Dia senyum sambil menyentuh kepala yang sangat berdenyut-denyut, tapi suhu tubuhnya sudah berangsur normal. "Hmph, kalau begitu terima kasih ... aku benar-benar tak tahu harus apa untuk membalas jasamu."
Bersambung ....