BAB 19
WARNING!! BAB INI MENGANDUNG ADEGAN DEWASA, KEKERASAN, DAN KATA-KATA KASAR. MOHON BIJAK MEMILIH BACAAN
________________________
"Aku mencintaimu, Mile. Itu nyata. Maka seperti kau yang berusaha tak melukaiku, aku pun takkan biarkan siapa pun melukaimu."
[Apo Nattawin Wattanagitipat]
.
.
.
SEJAUH mungkin kemana, memangnya?
Empat hari setelah pulang dari rawat inap, Apo kaget karena bangun dalam kondisi separuh telanjang. Kay, Ed, dan Er tidak lagi di sisinya, melainkan sang suami yang menggulung kaki ke sepanjang betis rampingnya.
Mile meremas pinggang Apo sambil mencium tak henti-henti, padahal Apo masih separuh tersadar.
Sang Alpha melepasi simpul jubah tidurnya tanpa permisi, lalu menghirupi bahu yang terbuka seperti pecandu ganja.
"Ngh, Mile--?!"
Apo bisa mencium feromon sang suami lebih tajam daripada biasanya. Sejuknya menyeruak dari hidung hingga tenggorokan. Bahkan jadi dingin di paru-paru. Jangan bilang ....
"Apo ...."
DEG
"Mile, hei, kau rut?"
Apo pun sulit melepaskan diri dari suaminya karena dimonopoli tanpa bantahan. Tangannya diberangus kuat. Lidahnya digulat hingga sulit bicara, untung Mile tetap membiarkan Apo napas.
"Hahhh ... hahh ... hahhh ...."
"Bukan--maafkan aku--tapi hampir. Aku tidak bilang padamu walau gejalanya sudah dua Minggu lalu," kata Mile sembari menghidu aroma jemari Apo. "Maunya juga tidak mengganggumu, tapi entah. Suppressant-ku tidak mempan meski dosisnya sudah ditambah." Kernyitan dalam tampak pada keningnya yang berkeringat.
Apo pun kehilangan gemetar kagetnya.
"Oh, pantas saja. Kupikir kenapa kau sampai begini."
"Aku benar-benar merindukanmu." Ujung poni-poni Mile tersuruk di dada Apo. "Aku stress sekali melihat Omega di jalan. Tapi, meski cepat pulang mereka selalu memonopolimu."
Dentuman dalam dada Apo pun bertambah keras. Deg ... deg ... deg ... deg ... Ah, sudah berapa kali kira-kira Mile begini? Mungkin dia melarikan diri dengan solo tiap kali baby triplets lebih membutuhkan pelukan Apo.
"Ah, iya. Aku paham, tapi jahitanku belum kering," kata Apo hati-hati. Dia mengesun pipi Mile, lalu mengusap rambutnya seolah bulu-bulu Samoyed yang hangat. "Kau tahu kan? Tiga baby itu tak sedikit? Aku sempat robek beberapa senti di bawah sana."
"Aku benar-benar minta maaf, tapi kumohon biarkan aku di sini saja," kata Mile sembari mengatur napasnya sendiri. "Aku tidak mau tergoda Omega lain. Aku bisa gila kalau tetap di luar malam ini." Lelaki Alpha itu sampai menitikkan air mata demi menahan dirinya. "Ssssh ... kalau tidak cepat masuk kamar, aku bahkan hampir menabraki para babysitter itu. Sial. Aku benar-benar tidak bermaksud, Apo. Hhh ... hhh ...."
Wajah Mile merah sekali. Apo juga bingung menghadapinya bagaimana. Tapi dia tahu Mile sungguh berusaha. "M-Mau kusentuh seperti yang waktu itu?" tawarnya sembari melirik penis keras di balik resleting Mile. "Mn, atau ... kudengar bisa juga pakai mulut. Tapi aku tidak pernah melakukannya. Kau ... kau bisa ajari aku kok. Aku akan berusaha."
"Hhhh ...."
Mile malah mendekap Apo begitu erat. Dia rakus akan aroma sang Omega seperti ingin menyedot habis. Dan itu mengingatkan Apo pada tatapan wanita yang pernah mendempet suaminya. Dilihat sekilas saja ketahuan Ameera mahir menangani Alpha yang seperti ini.
"Aku benar-benar tidak berguna ...." batin Apo rendah diri. Kenapa langsung hamil setelah bercinta sekali? Apo bahkan belum benar-benar belajar, dan yang kedua pun Mile bergerak sendirian. Menciumnya, memeluknya, mencumbunya ... sementara Apo fokus pada proses kehamilan. Ya Tuhan ... Apa Apo harus nonton video dewasa mulai sekarang? Jujur Apo tak pernah melakukannya karena menilai itu tidak berkelas. Tapi, Mile ....
"Jangan, jangan dulu. Aku masih bisa asal kau di sini," kata Mile. Dia meremas helaian rambut Apo sayang, lalu membayangkan pesta pernikahan macam apa yang akan mereka lakukan. Ah, tentu harus menunggu Apo benar-benar pulih, kesibukan keduanya tak boleh terlalu padat, dan baby triplets mungkin sudah bisa merangkak waktu itu.
Apo malah melepaskan diri. "Tidak, jangan memaksakan seperti itu," katanya. Tanpa tahu jubah tidur yang melorot makin menggoda mata Mile Phakphum. "M-Maksudku, aku akan mencobanya. Aku bisa. Tapi tidak janji akan enak." Dia melirik jam dinding sekilas, baru melepasi sabuk Mile dengan tangannya sendiri.
Baru pukul 1 malam. Apo tidak keberatan meski jujur sangat kurang tidur, apalagi baby triplets baru tenang dua jam yang lalu.
"Kau yakin?"
"Aku lebih yakin daripada suamiku menusuk Omega lain," kata Apo. Dia pun merangkak pelan dan memeluk pinggang Mile, lalu mengulum ujung penis sang Alpha dengan bibirnya.
"Hhhh ... hhh ...." Mile pun bersandar pada tumpukan bantal sembari terpejam. Sesekali, dia meremas tengkuk Apo kasar, tapi segera mengendurkannya kalau sedikit tersadar. "Apo, hhhghh ...."
Apo pun memasukkan penis keras itu semakin dalam, walau mulutnya sudah sesak ketika baru separuh jalan. Napas Apo juga sulit dan sangatlah panas, tapi pikirannya masih terdistraksi jauh.
Apo sedikit ingat dia bertindak brutal dan menggila ketika heat, bahkan semua kata-kata kotor keluar dari mulutnya. Tapi, Mile ternyata lebih tenang darinya. Sang Alpha hanya kelepasan sesekali, dan dia langsung minta maaf karena Apo batuk setelah penis itu masuk ke kerongkongan.
"Ahh! Uhuk!! Uhuk-uhuk!"
Kelopak mata Apo berair. Dia tampak agak kesakitan, sementara Mile langsung mencium bibirnya sebelum syok melanda terlalu dalam.
"Maaf, maaf. Kemari," kata Mile lembut. Dia menunduk dengan guratan dekap di punggung. Lalu berguling untuk menindih sang Omega yang sudah memerah. "Hhh ... hhh ... hhh ...." Jemari lelaki itu membelai bibir bawah Apo dengan tatapan yang dalam. "Kau juga jangan memaksakan diri. Aku sayang. Aku cinta. Aku benar-benar mencintaimu ... hhh ...."
Apo pun terpana melihat ekspresi memuja Mile. Dan dia nyaris meraih pipi lelaki itu andai sang suami tidak pergi setelah mengecup keningnya dengan tekanan.
Brakh!
"Maaf, aku berubah pikiran. Sepertinya tidak bagus kalau aku tetap di sini," kata Mile, yang dalam hitungan detik sudah tenggelam di balik pintu kamar mandi. Cklak! Cklak! Mile sepertinya juga mengunci diri, lalu terdengar suara kucuran air ribut di dalam sana.
"Hahh ... hahhh ... hahh ...."
Deg ... deg ... deg ... deg ... deg ...
Apo pun duduk dalam kondisi acak-acakan, tapi dia segera membenahi jubah tidur dalam ketertegunan. Rautnya tak terdefinisi. Dia bingung dan ingin menangis, tapi tidak melakukan apa-apa. Padahal Mile sepertinya juga meninju sesuatu di balik pintu. Lalu terdengar bunyi gaduh lain karena kaca yang pecah ke lantai.
BRAKHHH!! BRAKHH!!! BRAKHH!!
"ARRRGHHHHH!!!!"
Dada Apo pun semakin berat setiap detik. Dia mengusapi bibir basah dengan sensasi keras yang masih tertinggal. Lalu membayangkan teman-teman tidur Mile yang lain selama menghadapinya.
Apa mereka semua mahir? Apo benar-benar tak bisa dibandingkan di titik ini.
Deg ... deg ... deg ... deg ... deg ....
Apo pun insomnia hingga dua puluh menit kemudian. Dia menunggu cemas hingga Mile keluar, sementara sang Alpha tampak letih saat memandangnya dari kejauhan.
Cklek.
"Mile?"
Apo refleks duduk dan hampir mendekat. Tapi, Mile justru membentaknya agar tetap di tempat.
"JANGAN BERGERAK, APO! DIAM!"
DEG
"Mile, tapi--"
Mile tiba-tiba meremas rambutnya sendiri. "Maksudku, di situ saja untuk malam ini. Aku akan tidur di kamar yang lain," katanya sambil tersenyum. "Tidak apa-apa, jangan cemaskan apapun. Aku baik-baik saja sekarang." Lelaki itu langsung pergi lagi, meski hanya mengenakan jubah mandi. Rambutnya bahkan masih menetes-netes, dan Apo langsung nyeri di dalam dadanya.
"Cocok dan paling hebat apanya," kata Apo sambil menarik selimut untuk menutupi seluruh tubuh. "Aku ini payah diantara yang terpayah ...."
***
Keesokan paginya, Mile ternyata sudah berangkat ke kantor sebelum jam sarapan tiba. Dia benar-benar menghindari Apo daripada melukai, bahkan sengaja tidak pulang dengan alasan stay karena lembur kerjaan.
Telepon Apo tidak diangkat, chat Apo tidak dibuka, tapi sekretaris Wen yang menggantikan sebagai pemberi kabar.
"Tuan Natta, beliau bilang akan di sini sampai besok lusa," kata Wen dengan nada segan. "Mn, saya bisa kasih foto kalau Anda mau bukti. Katanya benar-benar tak perlu menunggu pulang."
Apo pun menelan ludah kesulitan, lalu mengangguk saja. "Bilang jangan lupa makan dan istirahat," katanya. "Aku benar-benar khawatir kalau dia sampai sakit."
"Baik, Tuan."
Untuk melewati waktu kosongnya, Apo pun merawat baby triplets sambil berbincang dengan sang ibu. Dia berusaha mengenyahkan pikiran jelek seperti Mile akan membayar pelacur--lalu fokus pada obrolan mereka. Dari sana, ada satu fakta yang baru Apo ketahui: sang ibu sebenarnya dulu juga melahirkan anak kembar. Dirinya, dan satu lagi perempuan yang meninggal sebelum dikeluarkan. Hm, flateral. Tidak heran jika Apo memiliki kemiripan itu.
Bedanya, Miri punya nasib lebih agak buruk. Sang ibu memiliki kecacatan rahim setelah melahirkannya, tapi Apo tidak pernah diberitahu detail soal itu. Toh, Apo tumbuh sehat dan memiliki kualitas yang orangtuanya mau. Mereka pun menganggap cukup dan tidak gelisah lagi hanya karena Apo takkan punya adik.
"Oh, tapi Ma sempat memberikan nama pada saudariku tidak?" tanya Apo. Miri yang menjenguk sore itu menimang Ed karena sedikit rewel.
Oe ... mgg ... oeee ....
"Hm, belum," kata Miri. "Tapi untungnya kondisi Pin tidak sampai sepertiku. Kista-nya sudah diangkat. Jadi, begitu pulih rahimnya sehat. Malahan lebih bersih dari dulu misal ada baby berikutnya."
"Eh, begitu?"
"Iya, lah. Kista kan penyakit yang menempel di dinding rahim," jelas Miri. "Jadi, Pin lepas dari kondisi terburuknya dengan keguguran ini."
Miri cerita lebih banyak setelah berkunjung ke bangsal Pin kemarin lusa. Sebab Songkit dan Nathanee sedang mengumpulkan bukti terkait kecelakaan Pomchay, dan perlahan semua itu terjawab jelas. Kemungkinan pelakunya ada di perusahaan saingan mereka. Satu tingkat di atas keluarga Romsaithong, tapi masih di bawah keluarga Wattanagitipat.
Apo jadi bisa mengira-ngirakan siapa, walau ekspresi sang CEO agak gugup membayangkan wajah Mew Suppasit diam-diam sembunyikan kegelapan ini.
"Kami pernah dekat sebelum berada di atas, tapi dia menjauh setelah aku seperti ini," kata Apo sembari menidurkan Kay ke ayunan ketiga anak kembarnya.
"Ya, apalagi suamimu dari pihak Romsaithong," kata Miri. "Hati-hati saja kalau sudah kembali bekerja, Nak. Ada banyak yang mengintaimu sekarang."
"Aku tahu."
"Tapi sementara tak perlu cemaskan apapun. Aku, Pa-mu, Songkit dan Nee akan turun tangan semua sampai para baby bisa kau tinggal ke kantor."
Meski Apo senyum saat Miri pamit pulang, lelaki itu memandang ketiga bayinya iba. Dia sebenarnya tidak tega meninggalkan mereka, apalagi masih sekecil ini. Belum lagi, Mile tetap jaga jarak karena cuti melahirkannya belum genap dua bulan. Astaga, berumah tangga ternyata tak sesimpel itu.
Namun, vakum terlalu lama juga tidak bagus. Ibarat kata, tampuk kepemimpinan bisnis Apo saat ini sedang kosong. Tugas-tugas mungkin bisa digantikan, tapi kuasa lapangan saat ini tetap ada di tangannya.
Apo pun menggendong baby-nya satu per satu. Dia ingin melepaskan resah, lalu menciumi pipi-pipi merah itu secara bergantian. Dia tak peduli tidur mereka terganggu, atau menangis satu hingga yang lain ikut menangis.
"Oeeeee!! Oeeee!! OEEEEE!!"
"Oeeeee!! Oeeee!! OEEEEE!!"
"Oeeeee!! Oeeee!! OEEEEE!!"
Apo candu dengan aroma khas mereka yang harum. Dan betapa rapuh badan mungil rapuh itu. Ssshh ... ini bukan karena minyak telon bayi, atau bedak yang ditepuk-tepuk lembut ke kulit mereka. Apo sungguh menyukai kebersamaan ini, meski agak melelahkan dan ingin mendekap ketiganya sepanjang waktu.
"Jika bisa, aku ingin berhenti bekerja saja ...." batin Apo. Dia baru tahu mengapa Mile ingin melihat mereka menangis, apalagi jika kulit mereka memerah penuh. Apa mereka sedang memanggilnya "Papa ... Papa ... Papa ...." meski hanya bisa menggeliat? Pin bahkan tak diberi kesempatan melihat bayi mereka seperti ini.
"Tuan Natta? Tuan Natta? Tuan Er biar saya saja yang menggendong," tawar para babysitter yang terbangun karena berisiknya. Dua yang lain sudah memeluk Kay serta Ed, sementara Apo menggeleng karena ingin memeluk Er lebih lama.
"Tidak mau. Aku ingin bersama mereka. Lepas."
Er terus menangis di dalam bedong lembutnya. "OEEEEE!!! OEEEEE!! OEEEEE!!!"
"Tapi, Tuan. Baby yang menangis terlalu lama tidak baik untuk kesehatan ...."
Apo pun memberikan Er, meski agak tidak rela. Anehnya, bukannya terus menangis, dia justru kebingungan. Apo sampai membuka koper untuk ganti baju cepat, lalu keluar meninggalkan situasi chaos di dalam.
BRAKHH!!
"MILE!!" teriak Apo dalam hati. Dia tak peduli meski perut masih nyeri, yang penting jahitannya sudah menutup kali ini. Dengan kunci yang bergemerincing, sang Omega menyasar Audi R8 V10 dengan langkah yang cepat. Niatnya, benar-benar ingin memeluk sang Alpha dengan kerinduan yang menumpuk. Dia tahu keresahan ini beralasan, apalagi ada bonding resmi diantara mereka.
BRRRMMMMMMM!!!
Roda mobil Apo pun bergulir ganas. Bempernya nyaris menyerempet gerbang, tapi Apo tetap tidak menurunkan kecepatan. Dia sungguh-sungguh rindu. Dia ingin mencium Mile Phakphum. Dan mengatakan cinta sebanyak yang suaminya mau.
BUAGGGHHHH!!!
"DASAR KAU BAJINGAN KOTOR!! BUAT APA YANG BERISTRI MALAH MENYENTUH OMEGA ORANG?!" teriak Mew Suppasit sambil menjambak lengan Ameera. Keributan itu Apo temukan dalam kantor Mile, sementara yang dibentak justru tampak sangat marah.
"SIAPA YANG MENYENTUH OMEGA-MU?! LACUR!! DIA YANG DATANG SENDIRI PADAKU!!" bentak Mile sambil melempar dokumen dari meja pada Mew.
PRAKHHH!!
Mereka pun berhadap-hadapan, sementara Apo terengah saat baru membuka pintu. "Hahhh ... hahh ... hahh ... Mile?!"
DEG
"Apo?!" kata Mile kaget. "Kenapa ada di sini? Tunggu--"
"AAAAAA!!! MEEWWW!! DIA BENAR-BENAR MAU MEMPERKOSAKU!! AAAA!!" jerit Ameera yang langsung menabrak peluk Alpha-nya. Dia mengeratkan tubuh pada Mew Suppasit, sementara Mile langsung berkaca-kaca melihat Apo tetap berdiri di ambang pintu.
"Bukan begitu, Apo! Sumpah! Aku tidak melakukannya!" kata Mile. Dia baru kelihatan rapuh karena sang Omega tercinta masuk, apalagi Apo juga langsung tampak marah.
BUAGGHHHH!!
"DASAR BAJINGAN KELAMIN!! APA MATAMU ITU SUDAH BUTA?!" teriak Apo yang meninju Mew setelah gaun Ameera dijambak hempas ke lantai.
BRAKH!!
Heels wanita itu bahkan sampai patah, sementara Mew mengusap luka di sudut bibirnya. "APO! Kau sudah salah mencari perkara denganku ...." Tanpa aba-aba, lelaki itu pun langsung melancarkan tinju balasan. Padahal tangan mereka pernah berjabat erat di masa lalu.
BRAKHHH!!!
"APO, JANGAN!!"
"AAAAAAAAAAAA!!!"
Tak ada satu detik, Apo dan Mew pun baku hantam hingga tubuh mereka menggebrak lemari dokumen.
Bersambung ....