Ada sesuatu yang menarik pintu itu dan membukanya lebar-lebar. Itu adalah seorang wanita, wanita itu tidak mengenakan apa pun untuk menutupi tubuhnya, dan seakan dengan sengaja memperlihatkannya. Menunjukan pada Harry semua yang terjadi di ruangan itu dengan lebih jelas. Ibu Harry bukan lah satu-satunya wanita di ruangan itu. Ada beberapa wanita yang melakukan masturbasi, sex, juga sex sesama jenis di dalam ruangan itu.
Wanita yang membuka pintu meletakan sebelah tangannya di pundak Harry dan berjalan ke belakang Harry, lalu menunduk dan mendekatkan wajahnya ke telinga Harry.
"Hey Nak. Apa yang sedang kau lihat?" Bisiknya pelan.
Harry hanya terpaku menatap ibunya yang sedang melakukan sex dengan beberapa pria yang tidak Harry kenal sekaligus, tanpa memperdulikannya sama sekali. Seakan mereka tidak saling mengenal, seakan wanita itu bukanlah Ibunya. Harry sudah tidak tahu lagi apa yang sedang dilihatnya, apa yang sedang terjadi saat ini, kepalanya tidak lagi mampu untuk memikirkan apapun. Lalu wanita di belakang hari memutar tubuh Harry, sekarang yang ada dalam pandangan Harry hanya wanita muda tak berpakaian itu yang menjongkokkan tubuhnya agar wajahnya sejajar dengan Harry. Wanita itu menatap wajah Harry sembari tersenyum kecil, lalu menarik tubuh kecil Harry kedalam pelukannya, dan mengelus kepala Harry dengan lembut, seakan ingin menenangkannya.
"Tidak apa Nak, kau tidak perlu memikirkannya. Dia bukanlah Ibumu lagi, dia hanya wanita jalang yang kotor. Lihatlah." Ujarnya, seraya membalikan tubuh
Harry dan menunjukannya apa yang sedang terjadi di ruangan itu sekali lagi.
Ibunya hanya menatap Harry dengan pandangan kosong, pandangan yang seakan menembusnya, seakan dia tidak dapat melihat Harry. Hal itu mulai membuat Harry mulai menangis. Rasa sakit yang muncul di hatinya, merasa bahwa ibunya tidak lagi memperdulikannya. Kata-kata wanita itu terlintas di kepala Harry dan mulai memenuhi kepalanya. "Dia bukanlah Ibumu lagi."
Kata-kata itu seakan diteriakkan dalam kepalanya berulang kali. Wanita itu kembali membalikan tubuh Harry. Harry dapat melihat wajahnya yang tersenyum puas. Seakan dia menikmati melihat wajah Harry yang terlihat depresi. Tapi senyum itu sedikit berbeda dengan senyum puas, lebih seperti senyum orang yang sedang mabuk kokain. Wanita itu kembali memeluk Harry, mengelus kepalanya, seperti sedang berusaha untuk menenangkannya. Tapi berbanding terbalik dengan kata-katanya.
"Ibumu sudah tidak menyayangimu Cristian, begitu juga dengan Ayahmu. Kau sudah tidak memiliki siapa pun di dunia ini. Bahkan jika kau menangis dan berteriak memanggil mereka, hingga tenggorokan mu hancur pun, mereka tidak akan memperdulikan mu." Ucap wanita itu, dengan nada yang lembut.
"Tidak. itu tidak benar!" Teriak Harry dengan putus asa, mencoba membantahnya.
"Kau lihat mereka? Apa mereka memperdulikan mu? Tidak , mereka lebih memilih melakukan hal menjijikan itu, kau tau kenapa? Karena bagi mereka kau tidak lah berarti. Mereka tidak menyayangimu lagi Cris. Mereka tidak membutuhkan mu." Ucap wanita itu, sembari terus memeluk Harry dan mengusap kepalanya.
Mendengar perkataannya membuat hati Harry hancur. Rasa sakit di hatinya membuat Harry menangis dan meraung semakin keras.
Seakan merasakan efek kokain yang mulai bekerja. Wanita itu tersenyum semakin lebar, wajahnya dan telinganya memerah merona. Wanita itu mengeratkan pelukannya dan mengeluarkan suara desahan pelan, seperti dia telah mencapai klimaks sex-nya dan memenuhi gairahnya.
Wanita itu menuntun Harry kecil kembali ke kamarnya. Dia merebahkan dirinya di kasur Harry yang hanya cukup untuk satu orang dewasa. Wanita itu memiringkan tubuhnya, dan menepuk pelan kasur dengan sebelah tangannya, mengisyaratkan Harry untuk tidur di sebelahnya. Harry berjalan mengikuti isyaratnya sembari terus tersedu-sedu. Harry merebahkan dirinya di samping wanita itu. wanita itu mengusap air mata Harry dan mengelus wajah Harry dengan jemarinya yang terasa lembut, lalu memeluk dirinya, dan mengelus kepalanya. Wanita itu tersenyum lembut pada Harry, senyuman yang seakan menunjukan dia sangat menyayangi Harry, tapi tatapan matanya lebih seperti seorang gadis kecil yang sedang menatap boneka kesayangannya yang baru saja dia dapatkan.
Waktu menunjukan pukul 08.00
Harry terbangun di tempat tidurnya. Sinar matahari menembus tirai jendela kamar Harry, menerangi dengan redup seisi ruangan itu. Harry mendudukkan tubuhnya di atas kasur, untuk beberapa saat dia tidak mengingat apa yang telah dia lihat malam tadi. Tapi hanya butuh satu kedipan mata untuk mengembalikan semua ingatan itu. Seandainya saat itu dia tidak pernah mengingatnya mungkin hidupnya akan berjalan seperti orang normal pada umumnya.
Harry menoleh kesamping nya, mencari wanita yang tidur dengannya semalam. Tapi wanita itu sudah tidak ada di sana. Sepertinya wanita itu pergi setelah Harry tertidur. Setelah itu Harry tidak pernah melihat wanita itu lagi, meski begitu perkataan wanita itu tidak pernah hilang dari benaknya. "Kau sudah tidak memiliki siapapun di dunia ini. Mereka sudah tidak menyayangimu. Kau tidak berarti bagi mereka." Bagaikan ribuan lalat yang mengerumuni bangkai, kata-kata itu terus berdengung di kepala Harry.
Bagi anak seusianya hal itu sudah cukup untuk menghancurkan pikirannya. Tapi tidak hanya itu, Orangtua Harry tidak pernah meminta maaf padanya, mereka justru bersikap seperti tidak pernah terjadi apapun diantara mereka dan tetap melakukan rutinitas menjijikannya itu seakan itu adalah hal yang normal.
Hingga pada suatu malam, dua bulan setelah malam itu. Orangtua Harry membangunkannya dari tidurnya dan membawanya keruangan itu. Di sana sudah ada sekumpulan orang yang berdiri melingkar memenuhi ruangan itu. Mereka menggunakan jubah bertudung berwarna coklat kemerahan, sementara Orangtua Harry menggunakan jubah yang sama dengan warna merah terang. Kedua orang tua Harry berdiri tepat di depan altar. Orang-orang mulai berdoa dan menyanyikan lagu dengan bahasa latin, lagu yang terdengar seperti lagu-lagu gereja tapi berbeda. Lalu membuka jubah mereka perlahan, memperlihatkan wajah mereka yang tadi tertutup tudung jubahnya dan menunjukan tubuh mereka yang tidak terbalut sehelai kain pun. Dan untuk pertama kalinya setelah malam itu, Harry melihat wanita itu lagi. Di saat yang sama semua ingatan mengenai malam itu kembali dan memenuhi kepala Harry, setiap detik dari malam itu, setiap hal yang Harry lihat, dan semua kata-kata wanita itu, kembali memenuhi kepalanya. Lalu dalam sekejap pandangannya menjadi hitam. Harry tidak dapat melihat apapun, dia juga tidak dapat menggerakkan tubuhnya, dirinya kini seakan menjadi batu, tapi dia dapat mendengar nyanyian orang-orang itu, bersamaan dengan kata-kata wanita itu yang terus berdengung di kepalanya.
Butuh beberapa saat hingga Harry dapat melihat lagi. Harry terpuruk di atas karpet di tengah ruangan itu karena pingsan. Pandangannya masih terlihat kabur. Harry berusaha untuk melihat apa yang ada di depannya, dengan samar Harry dapat melihat kedua orangtuanya yang berdiri di depannya, ada dua buah tali tambang yang terikat di masing-masing leher mereka. Tali tambang itu tersangkut kesebuah balok kayu yang melintang di langit-langit, lalu turun kebawah dan di pegangi oleh beberapa orang.
Orang-orang yang memegang tali tambang itu mulai menariknya, mengangkat dan menggantung kedua Orangtua Harry di langit-langit ruangan itu perlahan. Dan saat pandangannya sudah kembali jelas, kedua orangtuanya sudah tergantung di langit-langit, menendang-nendang dan memberontak. Tapi pandangan Harry tidak lagi tertuju kepada orang tuanya yang sedang berusaha untuk bernafas dengan sia-sia. Justru pandangannya terpaku kepada sebuah benang yang terikat di atas kepala kedua orang tuanya, benang yang sangat tipis berwarna putih yang terlihat seperti berlumuran debu dan lumpur. Benang itu terlihat seperti bergetar dan mengeluarkan dengung pelan seperti suara harpa, lalu putus. Tanpa Harry sadari kedua orangtuanya sudah tidak bergerak lagi. Tapi Harry justru tidak memikirkan itu sama sekali, kepalanya hanya dipenuhi dengan benang itu. Itu adalah sebuah benang yang sangat indah pikirnya.
Polisi datang ke rumah Harry dua hari setelah malam itu. Tapi mereka tidak menemukan apapun selain dua mayat yang mulai membusuk tergantung di langit-langit ruang bawah tanah, dan seorang anak yang tinggal sendirian dengan kelaparan, dan trauma yang membuatnya tidak bisa bicara.
Semenjak itu Harry selalu melihat ada seuntai benang di setiap mahluk hidup. Tidak hanya manusia tapi juga pada hewan dan tanaman, dari bayi berusia satu hari hingga lansia yang akan mati. Harry mulai membunuh hewan kecil di sekitarnya hanya untuk melihat mereka mati, dan setiap kali mereka mati benang itu akan terputus, tapi saat mereka sekarat benang itu akan bergetar dan mengeluarkan suara yang merdu seperti harpa.
Kini sudah lima belas tahun berlalu. Harry tidak pernah menceritakan mengenai apa yang terjadi dalam masa lalunya pada siapapun, dan terus menikmati momen dengung benang-benang dari orang yang mati setiap kali ada kesempatan. Tapi dan untuk pertama kalinya dia melihat seorang manusia yang memiliki untaian benang yang berbeda.