webnovel

Badai itu Berita itu

Siang ini serasa badai datang menghantam dengan tiba-tiba. Tanpa pemberitahuan, badai itu merenggut habis harta yang dimiliki Aya. Aya merasa dunianya hilang. Pandangannya mulai terasa gelap. Ia berusaha sekuat tenaga menahan agar tidak pingsan. Ia menyeka air matanya sendiri dan berusaha untuk bicara.

"Aku masih belum bisa percaya mas" katanya dengan isak tangis berusaha menahan agar air matanya tidak tumpah.

Ara semakin erat memeluk Aya. Ia sangat bersedih dengan berita ini. Namun lebih bersedih lagi melihat kesedihan istrinya. Ia ingin bisa membantu semuanya demi istrinya.

Perlahan ia melepaskan pelukannya. Ia menatap istrinya yang wajahnya sudah penuh dengan air mata. "Akupun masih belum bisa percaya. Ayo kita pastikan kembali. Kita masuk dulu dan menenangkan diri." Ajak Ara. Aya mengambil buku-bukunya. Merekapun beranjak pergi masuk ke dalam rumah.

Di dalam rumah, mba Onah sudah menyiapkan teh panas. Ia sudah duluan diberitahukan kabar ini oleh Ara saat ia mencari Aya.

Ara membawa Aya untuk duduk di ruang tamu dan menyesap teh panas yang sudah dibuatkan mba Onah. Namun Aya menolak. Ia ingin segera memastikan kabar yang baru saja ia terima. Tetapi Ara memaksa istrinya untuk menenangkan diri sejenak.

Aya meminum tehnya hanya sekali sesapan. Ia lalu menatap Ara kembali. Dengan matanya yang berkaca-kaca, tanpa suara, ia memohon kepada Ara untuk segera mencari informasi yang akurat.

Ara segera menelepon orang-orang yang memang bisa memberikan informasi penting dan pasti benar. Saat Ara masih berbicara dengan seseorang di telepon, Ara mengambil remote tivi.

Ara segera menghidupkan televisi dan mencari saluran televisi yang menyiarkan berita tersebut. Aya menjadi deg-degan melihat Ara mencari-cari saluran televisi.

Ara stop di saluran TV One. Dan saat ini berita itu sedang ditayangkan. Air mata Aya mengalir dengan derasnya. Ia meminta Ara untuk segera membawanya ke bandara dan mencari tahu keadaan terkini disana.

👫💓👫💓👫

Beberapa saat setelah Ara keluar dari kantor untuk pulang dengan mengendarai mobilnya sendiri....

Ara berpikir keras selama perjalanan pulang. Ia bingung cara memberitahukan kabar duka ini kepada istrinya.

Karena pikirannya, ia menjadi tidak fokus saat menyetir. Hampir saja ia menabrak orang yang sedang menyeberang di jalanan. Buru-buru ia mengerem mobilnya. Ara terhenti sesaat dan ia menenangkan dirinya. Ia menghela nafas, lalu melanjutkan kembali perjalanan pulangnya.

Sesampainya di rumah, ia segera mencari istrinya. Ia mulai panik karena tidak ditemukannya istrinya. Ia sudah mencari ke kamar baik kamar mereka berdua maupun kamar pribadi milik Aya. Namun belum ditemukannya. Ia segera beranjak ke perpustakaan. Karena biasanya pada siang hari Aya membaca buku di ruangan itu. Tetapi tetap tidak ada keberadaan Aya. Akhirnya ia ke dapur, namun tidak ada siapapun.

Ara mulai berpikir yang tidak-tidak. Ia mencoba menelepon ke handphone Aya, namun tidak diangkat. Perasaan Ara mulai tidak tenang. Ditanyakannya keberadaan istrinya pada salah satu pelayan di rumahnya yang kebetulan lewat, si pelayan memberitahukan dimana posisi Aya saat ini.

Saat ia melintasi ruang tengah, dilihatnya Aya melalui jendela kaca besar sedang duduk membaca buku beralaskan rerumputan di bawah pohon besar yang ada di samping rumah. Wajahnya teduh dan ia sangat menikmati membaca buku.

Ara mulai kebingungan bagaimana cara menyampaikan berita ini kepada Aya. Ia mondar-mandir di ruangan sambil berpikir untuk mempersiapkan kata-kata sebelum memberitahukan berita ini kepada istrinya. Ia takut istrinya akan kaget sehingga bisa membuatnya jatuh, pingsan atau bahkan sakit.

Ara menghela nafas. Setelah ia merasa siap, walaupun sebenarnya ia tidak siap, ia gugup, namun ia berjalan keluar ruangan menuju ke bawah pohon rindang, tempat Aya sedang asyik dengan waktunya sendiri.

Dipandanginya istrinya itu dari belakang. Istrinya masih belum sadar dengan kedatangannya. Ara tahu benar, kalau istrinya sudah membaca, ia akan lupa dengan hal lainnya. Ia terlalu serius dengan bacaannya.

Setelah beberapa saat ia berdiri di belakang, ia dengan hati-hati duduk dan memeluk istrinya dari belakang. Ia menyatukan kedua tangannya di depan perut Aya dan dagunya menempel di atas kepalanya. Jantungnya berdegup kencang. Bukan karena perasaan cintanya namun karena persiapannya untuk memberitahukan berita duka ini kepada istrinya.

Aya yang dipeluknya, terkejut sehingga menjatuhkan buku yang dibacanya. Ia hendak menoleh, namun kepalanya tertahan oleh sandaran dagu Ara.

Ara sadar Aya terkejut dan Ara juga tahu kalau Aya pasti akan mempertanyakan kedatangannya siang ini.

Namun sebelum istrinya bertanya, ia sudah duluan membuka suara. "Kamu lagi ngapain?" Tanyanya dengan dagu yang tetap bertengger di atas kepala Aya dan tetap memeluk Aya.

Ara sebenarnya sangat tahu apa yang sedang dilakukan oleh istrinya. Tetapi hanya itu kata pembuka yang bisa ia sampaikan sebelum masuk ke pembicaraan sebenarnya.

Dengan sedikit kaget Aya menjawab. "Eh, aku lagi baca buku." Katanya dengan mengerutkan kening karena heran dengan kedatangan Ara yang tiba-tiba. "Ada apa?" tanyanya penasaran tanpa menolehkan kepalanya.

Deg.

Ara bingung hendak menjawab apa. Ia masih belum bisa memberitahukan Aya tentang berita duka yang ia dapatkan. Ia hendak memperlambat waktu agar bisa mencari waktu yang tepat untuk berbicara tentang ini kepada istrinya.

"Aku kangen kamu." Akhirnya ia menjawab apa yang bisa dijawabnya dan mendaratkan ciumannya ke puncak kepala Aya.

Lagi-lagi ia tahu, pasti istrinya semakin merasa heran dengan tingkahnya. Ia semakin mengeratkan pelukannya. Tampak terasa badan Aya yang menegang karena pelukan dan ciuman yang diberikannya.

Setelah berbasa-basi, ia sendiri sudah tidak tahan untuk memperlambat memberitahukan berita tentang kecelakaan pesawat ini kepada istrinya.

Saat pertama ia memberitahukan, terlihat istrinya tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Dimintanya Ara untuk mengulangi perkataannya. Namun air mata Aya sudah tumpah tanpa bisa dibendung lagi.

*

*

@@@#@@@#@@@

Salam

SiRA.