webnovel

3. Shockers

Ucapan itu membuat Vanya menatap kearah Reyhan "apa maksud mu?"

"Kau tidak mau menatap mata ku sejak kemarin" ini aneh, ia merasa laki laki didepannya ini berucap seakan akan tersakiti.

"Aku tidak membenci mu?" Sekarang ucapan Vanya terdengar bagaikan bertanya "bukan kah kita bertingkah tidak saling kenal jika disekolah?"

"Aku Reyhan, makanya dia tidak tahu tentang kesepakatan kita" kening Vanya berkerut saat menatap salah satu kembarannya yang muncul di belakangnya. Matanya memicing mencari tahi lalat di atas bibir dimana hanya di miliki oleh Revi

"Bukan, kau Revi dan kau Reyhan" ucap Vanya, dugaannya diawal sama, lagi pula cara mereka berbicara berbeda. Revi terlalu talkative. Vanya melihat ke arah warna Bedge yang berada di jas mereka, warna hitam, warna senior year. Berbeda dengannya yang berwarna merah "bisakah aku meminta tisunya?"

Reyhan mengangguk dan menyodori kotak tisu yang ia ambil "Sure.." Vanya pun tersenyum sebelum mengambil beberapa lembaran tisu dan berbalik berjalan kembali menuju mejanya Namun terhenti saat Reyhan kembali memanggilnya

"ayo satu meja"

Sekilas Vanya melirik ke arah teman temannya mereka pun sedang menatap kearahnya dengan terheran heran. namun ia juga heran dengan Reyhan bukan kah Reyhan tidak mau rahasia mereka sampai terbongkar

"Sepertinya tidak, teman teman ku menunggu" tolak Vanya dan berjalan meninggalkan Reyhan tanpa menunggu jawaban. Sampainya di meja teman temannya, Vanya terkekeh melihat raut wajah teman temannya "dia tetangga ku, aku tau kau ingin menanyakan itu Dave"

Develyn berdecak merasa tidak puas mendengar jawaban Vanya "you know what? The twins is the real prince"

"Nope, Walaupun mereka tampan tapi menurut ku Vero lebih tampan" sahut Madelaine yang sedang memakan makanannya

"Ku lapori dengan Natha"

"Tidak apa, Natha pun mengakui jika Vero lebih tampan dari dia"

"Hell nah, kau bilang seperti itu karena Dendalls sepupu mu Madelaine" ucapan Develyn membuat Vanya tersedak makanannya sendiri, dengan cepat teman temannya memberikan minumannya dan menepuk pelan punggungnya untuk meredakan batuknya. "Pelan pelan"

mata Vanya mendongak menatap Medelaine yang duduk di depannya. Ia tidak percaya, bagaimana bisa Medelaine menjadi sepupu Reyhan tanpa sepengatahuannya?

"Se-sejak kapan?" Gagap Vanya, ia tidak mau jika ada orang yang tahu jika ia sudah betunangan dengan Reyhan

"Bukan sejak kapan Vanya.. sejak dulu, sejak Grandpa dan Grandma kami bersama. apa maksud pertanyaan mu?" kekeh Madelaine tidak menyangka ada pertanyaan sebodoh itu, namun Vanya didepannya terdiam membuat teman temannya kebingungan "ada apa? mengapa kau terlihat terkejut?"

"Vanya, kau mau kemana?" Vannesa menatap heran Vanya yang beranjak dari tempat duduknya terburu buru, mereka kembali dikejutkan di saat Vanya bertubrukan dengan murid lain yang sedang membawa minuman berwarna merah.

"shit" Vanya menggigit pipi bagian dalamnya berusaha menahan rasa emosinya, badannya terasa dingin saat minuman itu tumpah mengenai punggungnya "Alcohol?"

"I swear to God, aku tidak sengaj-"

"it's okay" ucap Vanya sambil menyunggingkan senyumannya, matanya mencari keberadaan Reyhan. ia terlalu terburu buru mengetahui jika Madelaine adalah sepupu Reyhan, apa Madelaine tahu? bagaimana jika iya? ia khawatir, ia tidak mau jika itu tersebar dan memastikannya saat itu juga adalah pilihan yang tepat untuk membuatnya tenang.

"Dylan! kenapa kau bodoh sekali? guru akan melihat jika kau membawa Alcohol kesekolah!" kesal Medelaine mengambil beberapa tisu dan mulai membantu mengelapi seragam putih Vanya

"sssttt, pelan kan suaramu Mad. guru akan lebih khawatir jika suara mu akan memecahkan kaca sekolah kita"

"jangan berlebihan Bryan" Sahut Vannesa sembari menggeleng geleng kepalanya. Vanya berhenti mencari keberadaan Reyhan dan lebih mengurusi bajunya, tepat saat ia sedang berusaha menggapai belakangnya bel masuk terdengar.

Vanya menghela nafasnya "kalian masuk saja terlebih dahulu, aku akan keruang ganti"

sebelum menunggu jawaban ia berjalan meninggalkan teman temannya menuju kamar mandi sekolah untuk mengganti seragamnya. Entah memang sedang hari sialnya, ia dengan bodohnya lupa menaruh seragam baru di loker ruang ganti membuatnya dengan berat hati membuka seragamnya, menyisakan tank top putihnya dan mulai mencuci seragamya secara hari hati di wastafel.

"sialan ih!" karena pertama kali ia mencuci bajunya sendiri, noda redwine tidak mau lepas yang ada ia hanya memperbesar titik basah pada bajunya. dengan terpaksa pun Vanya memakai kembali baju seragamnya setelah ia keringkan di tempat pengeringan tangan. masih terlihat basah namun lebih baik dari pada sebelumnya. Setelah memeriksanya kembali lewat cermin, Vanya pun memutuskan untuk keluar dari kamar mandi.

"bisa hilang?" jantung Vanya hampir saja loncat dari tempatnya, ia terkejut melihat Vero sedang berdiri di depan pintu kamar mandi perempuan.

That lips, Setiap kali ia berhadapan dengan Vero entah mengapa bibir Vero selalu menarik perhatiannya namun Vanya segera menaikan pandangannya karena takut Vero memergokinya.

"sejak kapan kau disitu?" tanya Vanya membuat Vero melihat jam tangan berwarna emas yang bertengger pada lengan kanannya

"dua puluh delapan menit tiga puluh dua detik" jawabnya dengan datar sebelum kembali menatap Vanya yang menatapnya heran, ia tidak percaya Vero akan menjawabnya secara detail "bisa menghadap sana?"

"bisa?" tanya Vanya dengan mengkerutkan keningnya, ia hanya tertumpahan minuman bukan tertabrak sehingga tidak bisa membalikkan badannya

"putar badan mu, aku akan membuka baju" bola matanya membulat mendengar ucapan Vero dan segera memutar balikan badannya sambil menutup matanya malu.

"kenapa kau mau membuk-" kali ini Vanya berhenti berbicara karena merasakan sesuatu menempel pada pundaknya. ia pun melihat jaket Denim hitam yang Vero pegang sudah menempel pada punggungnya dan Vero pun tidak membuka bajunya seperti ucapannya.

"pakai itu da-"

"Mr.Cassanovas! Ms.Thomas! Mengapa kalian sedang pacaran di saat jam pelajaran berlangsung?!" Vero dan Vanya mengalihkan cepat pandangan mereka menatap sumber suara dan menatap Karen guru Diciplin mereka.

"sa-saya tidak-"

"maaf Ma'am, saya hanya ingin ketoilet" elak Vero dan bergegas untuk pergi dari tempatnya

"Toilet pria di ujung lorong sana, mengapa kau berjalan ke arah kemari?" jika tidak ada Karen mungkin Vanya akan tertawa terpingkal pingkal, bagaimana bisa Vero membuat alasan konyol seperti itu. semua orang tau jika toilet pria di posisikan jauh dari toilet perempuan agar tidak bisa melawati toilet yang tidak seharusnya di datangi

"atau harus ku ganti Ms.Cassanovas?"ucapan Karen membuat Vero memutar bola matanya malas

"kau bisa berlari kan Ms.Thomas?" ucap Karen sambil menatap Vanya dengan senyumnya membuat Vanya mengerutkan keningnya namun sebelum ia kembali bertanya matanya sudah melihat Vero berjalan terlebih dahulu

"Mrs. saya sudah mengatakan dengan jujur, baju say-"

"tiga lap, ikuti Mr.Cassanovas jika kau tidak mau lap lari mu bertambah" Vanya menggigit pipi bagian dalamnya kuat kuat untuk menahan emosinya, ia tidak menyangka ia akan di hukum disaat ia tidak melakukan kesalahan. dengan kesal Vanya pun mengejar Vero yang sudah berjalan terlebih dahulu menuju lapangan

sambil berjalan di belakang Vero, Vanya memakai jaket Vero. wangi khas Vero yang sempat ia hirup disaat ia menaiki motor bersama Vero kembali tercium. entah mengapa aromanya membuat Vanya lebih tenang

Vero mulai berlari dalam diamnya, diikuti Vanya tanpa mengeluarkan sepatah katapun. baru setengah lapangan mereka berlari, ia sudah melihat Vero sudah keluar dari jalur lari dan mengambil duduknya di pinggiran

"kenapa kau berhenti?" Vanya mengkerutkan keningnya, bukan kah dia yang seharusnya bertanya pada Vero, Mrs.Smith menyuruhnya lari 3 lap!

"aku yang harusnya bertanya, Mrs.Smith menyuruh ti-"

"dia hanya meminta ku lari, bedanya kau bertanya dan dia memberi mu minimal lap" ucap Vero sambil memainkan handphonenya. sialan, Vanya tidak berfikiran seperti itu megapa ia dengan bodohnya bertanya. pantas saja Vero tadi langsung meninggalkannya dan menuruti ucapan Mrs.Smith tanpa bertanya

"jadi.." Vero berhenti sebentar memasukan handphonenya kedalam kantung celananya dan memberikan senyuman miringnya pada Vanya "selamat berlari"

"bangsat" gumam Vanya dengan senyumannya sebelum malanjutkan larinya meninggalkan Vero yang terkekeh tanpa ia lihat. lapangan lari yang di mengelilingan lapangan football American yang sangat besar membuat Vanya kewalahan untuk mencapai satu lap

"Ver" Vero menangkap botol minuman yang di lepar Dylan tanpa mengalihkan pandangannya, Dylan lah yang ia kirimkan pesan untuk membelikan botol minuman dan kunci motornya. Dylan mengikuti pandangan Vero yang menatap lapangan

"apa yang kau lakukan? ada Vanya? kalau tidak, lebih baik kita pergi" nama Vanya yang keluar dari mulut Dylan membuat alis Vero berkedut.

"kenapa kau tanya Vanya? kau menyukainya?" tanya Vero sembari membuka botol air minum dan meminumnya.

"tentu" kali ini Vero mangalihkan pandangannya cepat menatap Dylan "she is Thomas and mad fine. jangankan satu sekolah. semua orang menyukai Vanya karena kecantikannya dan lagi semuanya sedang membicarakannya semenjak dia sekolah disini"

Vero memutar bola matanya malas, merebut kunci motornya dan mengambil botol minuman yang baru sebelum beranjak dari duduknya meninggalkan Dylan. ia berlari mengejar Vanya, ia benar benar tidak percaya Vanya benar benar mengikuti ucapan Karen. lagi pula Karen tidak sedang memperhatikan

"minum?" tanya Vero saat ia sudah bisa menyetarakan larinya pada Vanya. Vanya terlihat bingun namun ia berhenti dan mengambil minuman yang Vero tawarkan "masih tersegel, jangan khawatir"

"thanks" ucap Vanya setelah meminum minumannya, ia memalingkan pandangannya disaat minum karena Vero masih menatapnya secara terang terangan. setelah selesai minum, Vanya pun bersiap kembali untuk berlari.

mata Vanya melirik ke arah seseorang yang ia kenal. Reyhan dan Revi sedang berbincang dengan teman temannya menatap ke arah lapangan. walaupun sangat jauh tetapi matanya sempat bertemu dengan Reyhan namun Reyhan lebih cepat memutuskan pandangan mereka.

"sumpah butuh banget eskrim" keluh Vanya membuat Vero mangangkat alisnya, wajar saja, dia pasti bingung dengan apa yang Vanya bicarakan.

Vero terdiam sebentar "Ayo pergi dari sini, aku bosan"

Setelah mengucapkan kalimatnya yang belum sempat Vanya cerna, Vero sudah menarik tangannya membuatnya terkejut "Vero aku belum menyutujuinya, mau kemana kita?"

"Bolos"