webnovel

Empat Belas

Julyan sedang bersama Tyo saat ini, dan hanya berdua.

Marisa tengah mengurus tokonya karna Putri adiknya masih disekolah, sementara yang lain Tyan masih dikantornya, Bryan& Mahen masih di kampus, Johnny di kantor polisi karna seorang polisi, Donny dirumah sakit karna ia seorang dokter sementara Yuta seorang guru les dance, dan Hendra di adik bungsu masih disekolah.

Kecuali Tyo, pria itu telah menyelesaikan pekerjaannya dan memutuskan untuk kerumah sakit karna ia tau Marisa pasti masih di toko.

"Kak.." panggil Julyan pelan.

Tyo menutup laptopnya lalu menoleh menatap adiknya.

"Berapa lama aku koma?"

Pertanyaan itu membuat Tyo sedikit terkejut sekaligus bingung, kenapa Julyan menanyakan hal itu.

Ia beranjak mendekati adiknya lalu duduk disamping bankar Julyan.

"Kenapa bertanya seperti itu?" tanya Tyo.

"Marisa pasti menderita kan?" ujar Julyan.

"Apa yang terjadi ketika aku koma Kak?" lanjutnya lagi.

Tyo menghela pelan lalu mengusak pelan surai Julyan.

"Di antara kami mungkin benar Marisa lebih menderita.." jelas Tyo mulai bercerita.

"Istrimu terus terusan menyalahi dirinya padahal itu bukan salahnya.."

"Marisa tidak tidur seharian setelah operasi kamu..."

"Dan dia.. Benar benar hilang selera makan.."

"Kakak tau.. Marisa wanita yang kuat, dia bahkan masih menjalani kewajibannya meskipun kamu terbaring koma.."

"Dia selalu pulang pergi, pagi kerumah untuk memasak dan mencuci, siang ke toko dan sore sampai malam disini.. Seakan tak ingin menjauh dari kamu.."

"Marisa selalu menangis dan kakak tau itu... Ia selalu bilang baik baik saja sampai sampai... Ia sendiri tidak sadari kalau dia sedang hamil.."

"Dia meminta kakak untuk tidak memberitahu kehamilannya setelah kamu sadar... Dan saat itu juga.. "

"Kenapa kak?" sela Julyan.

"Saat dokter memutuskan untuk mencabut semua alat ditubuh kamu, Marisa marah... Ia memberontak dan tidak boleh ada yang menyentuh kamu..."

"Saat itu kami sudah pasrah dan menerima kalau kamu akan pergi jauh, tapi istrimu ia memberontak dan merasa yakin kalau kamu akan sadar... Setelah itu dia pingsan, karna terlalu stess dan bahaya buat kandungannya..."

"Jadi dia wanita yang kuat... Marisa bahkan tidak pernah mengeluh walaupun ia tau ia sendiri tidak sanggup.. Tapi dia benar benar selalu berkata ia baik baik saja padahal tidak.."

Tyo tersenyum menatap Julyan yang mendengarkan ceritanya dengan serius.

Mendengar itu membuat Julyan terus menyesali dirinya sendiri, ia bahkan membiarkan istrinya menahan derita sendirian tanpa dia dampingi, Julyan ingin memeluk istrinya saat ini, namun ia tidak ada dan mungkin nanti malam.

"Julyan... Kamu harus benar benar menjaga dia.. Sekuat apapun istrimu dia juga butuh tempat untuk mengeluh... Kakak merasa bersyukur tuhan mempersatukan kamu dengan Marisa, gadis sederhana dan selalu ceria.." saran Tyo, Julyan mengangguk.

"Aku benar benar merasa bersalah padanya karna membiarkan dia sendirian menahan derita..." ujar Julyan pelan.

"Maaf kakak masih belum bisa mengijinkan kamu untuk pisah rumah.." ucap Tyo.

"Tidak apa Kak.. Lagipula Marisa bilang ia merasa nyaman karna tidak terlalu sepi..."

"Ah iya.. kakak lupa beritahu.. Kamu bisa pulang besok, dokter tadi mengatakan ini setelah memeriksa kondisi kamu.. Tapi kamu harus rajin rehab kaki kamu agar bisa cepat jalan.."

.

Marisa barusaja mempersiapkan makan malam bersama suaminya, ia meletakan beberapa makanan yang suaminya sukai.

"Selamat makan!" ucap Marisa yang lalu hanya dibalas senyuman oleh suaminya.

Sejak memakai kursi roda Julyan lebih sering memakai kursi roda, alasannya berbaring membuat punggungnya semakin terasa nyeri. Lebih lagi ia harus perbanyak menggerakkan kakinya untuk peregangan otot.

"Kamu pasti lelah.." ujar Julyan.

Marisa menatap Julyan sembari menyuap makanan kedalam mulutnya.

"Aku sudah biasa seperti ini, jadi tidak kenal lelah.." kekeh Marisa.

"Bagaimana tokonya?"

"Hmm.. Baik, Jae.. Aku berencana membuka cabang, tapi masih ragu.."

"Kenapa?"

"Aku tidak yakin.."

"Biaya kurang?"

"tidak.. Bukan itu.."

"Marisa.. Aku suamimu jadi katakan saja.. Aku akan menuruti permintaanmu.."

"Nak.. Kamu bisa dengar Ayah mu? hm?" kekeh Marisa sembari mengelus perutnya pelan.

"Nak... Kamu harus lahir.. Ayah janji akan jaga kamu sampai bisa melihat dunia.. mengerti?!"

Lalu keduanya terkekeh pelan sembari tertawa kecil.

Setelah selesai makan malam, keduanya kini tengah berada di ranjang.. Lebih tepatnya Marisa tengah duduk disamping Julyan.

"Marisa... Kamu pasti menderita kan? Selama aku koma.." ujar Julyan pelan sangat pelan, sembari mengelus pelan surai Marisa.

"Aku lebih lelah jika aku tidak bisa melakukan yang terbaik.."

"Mas... Jangan pernah merasa bersalah pada diri kamu... Kamu ingat bagaimana kita berjuang untuk menyatu?" lanjut Marisa.

"Aku benar benar bersyukur bisa memiliki kamu seutuhnya.." bisik Julyan.

Ia menarik Marisa untuk duduk di atas ranjangnya, lalu ia mengecup keningnya dan berakhir pada bibir sang istri.

"Sekali lagi terimakasih.. Sudah mau bersamaku.." bisiknya benar benar sangat pelan.

Julyan kembali mencium istrinya dengan pelan dan berakhir... Mereka berciuman, bahkan aku pun yang nulis tidak bisa menggambarkannya yorobun:v

Julyan melumat bibir sang istri dengan bergantian atas dan bawah, sementara Marisa terlihat diam membiarkan sang suami melumat habis bibirnya, membiarkan sang suami membuka pakaiannya dan bra nya, Julyan tidak bisa berbalik, jadi mereka masih dalam posisi yang sama namun dirasa semakin panas.

Cukup!