Hujan gerimis mengguyur kota. Eden baru saja tiba di sekolahnya. Untungnya dia datang lebih dulu sebelum hujan membuat bajunya basah.
Eden sibuk menyeka sisa air hujan yang membasahi tangan dan wajahnya dengan tisu tanpa ia sadari ada kaki yang sengaja dijulurkan untuk menjegal kakinya.
BRUK!
Eden jatuh ke lantai. Roknya terangkat sedikit. Memperlihatkan bagian dalam roknya.
"Ha ha ha!" Ketiga teman sekelasnya tertawa. Mereka adalah Nina, Lina, dan Bianca, gadis yang merasa superior di kelas dan selalu merundung gadis lemah seperti Eden.
"Apakah kamu mengambil gambarnya?" tanya Bianca, pemimpin geng.
"Tentu, lihat, dia memakai celana ketat hitam seperti nenek-nenek." Nina menunjukkan layar ponselnya kepada Bianca dan Lina. Mereka kemudian menertawakan pose Eden saat terjungkal.
Eden mengepalkan tinjunya karena marah, namun ia menahannya karena tak ingin kehilangan beasiswa. Dia bangkit perlahan dan membetulkan pakaiannya. Untunglah, kebiasaannya bersepeda membuat Eden harus salalu memakai celana pendek yang membuat celana dalamnya tidak terlihat.
Eden sudah terbiasa dibully sejak kecil karena warna matanya yang berbeda. Banyak teman sekelasnya menganggap itu hal yang aneh: Biru dan Hijau, perpaduan dua warna mata yang tidak biasa.
"Hei, Miskin!! Kerjakan pekerjaan rumah kami. Jika tidak, kami akan membagikan foto ini ke seluruh sekolah." Mereka mengancam. Eden memang anak yang cerdas. Dia sangat berprestasi. Jika tidak, bagaimana mungkin gadis malang seperti dia bersekolah di sekolah elit ini?!
"Oke," jawab Eden, acuh tak acuh. Dia malas melayani ketiganya karena tidak akan pernah ada habisnya. Jadi lebih baik menuruti mereka, nanti juga mereka bosan sendiri.
Pelajaran hari ini dimulai dengan sejarah. Mr. Timothy mengatakan bahwa minggu depan pelajaran sejarah akan pindah ke museum. Mereka akan mengadakan studi banding dan menulis esai tentang topik sejarah yang mereka minati sebagai nilai ujian semester.
"Kita kumpul di museum jam delapan pagi. Jangan telat!" Mr. Timothy menutup buku pelajaran di akhir kelasnya.
"Yes, Sir!" seru anak-anak kompak.
.
.
.
Saat istirahat sekolah.
Hujan semakin deras. Eden melihatnya dari jendela lantai dua. Kebetulan bangku Eden berada tepat di sebelah jendela. Waktu istirahat hampir habis, tapi Eden tidak beranjak dari tempat duduknya sama sekali. Tidak ada kotak makan siang untuk dimakan atau uang untuk makan di kantin. Jadi dia memilih untuk menikmati hujan.
"Huft… hujan. Menyebalkan. Aku tidak bisa bekerja saat hujan." Eden mengeluh, biasanya dia akan menjadi kurir pengiriman sepulang sekolah, tetapi tidak ada yang mau mengirim barang saat hujan deras.
Eden sedang mencari cara lain untuk menghasilkan uang hari ini. Apa yang bisa dia lakukan? Menjadi pelayan atau kasir? Namun tidak ada satu pun temannya yang mengambil cuti dan meminta Eden untuk menggantikan mereka bekerja.
*Ting*
Ponsel Eden berdering.
Ada Text masuk dari Arley. Tetangganya.
[Arley: Hei, E, hari ini kami akan menjual minuman isotonik di pertandingan basket antar SMA. Salah satu temanku terkilir kakinya. Apakah kamu bisa menggantikannya?]
"Menjadi SPG? Kelihatannya tidak buruk." Eden dengan cepat membalas pesan Arley.
[Eden: Tentu, Arley. Jam berapa? Di mana?]
[Arley: Pukul empat sore, di lapangan indoor sekolahmu, E!]
"Aduh, sial!!!" Eden mengutuk. Banyak anak akan mengenalinya di sana. Tapi, apakah Eden punya pilihan?!! Dia bahkan tidak punya uang hari ini karena Vica (Ibunya) dan Marvell (kakaknya) mengambil semua uangnya. Belum lagi, uang yang seharusnya digunakan untuk membayar studi wisata ke museum juga diambil. Ibunya suka minum, dan kakaknya suka berjudi. Sungguh kombinasi keluarga yang luar biasa.
[Arley: Bagaimana? Aku harus melapor ke manajer bila sudah menemukan penggantinya?]
[Eden: Oke. Apa aku punya pilihan?] Eden membalas pesan Arley dengan senyum masam.
[Arley: Oke, E, sampai jumpa.]
[Eden: Terima kasih, Ey.]
******
Tolong pilih dengan power stone
Silahkan berkomentar
Silakan tambahkan ke koleksi Anda
Terima kasih telah membaca ❤️