webnovel

Melody in My Heart

Aku melihat ke arah termometer yang berada di tanganku. 40 derajat Celcius. Pantas saja semalam aku tidak bisa tidur nyenyak, ternyata badanku panas. Apa kemarin karena aku makan es buah saat cuaca dingin? Tapi seharusnya tidak separah ini.

Ngomong-ngomong soal es buah, sekarang jam berapa, ya?

Aku melihat jam di dinding. 9.20?! Aku segera menaruh termometer di atas meja rias lalu mengambil kamera di atas nakas.

Battery low ....

Oh, ya, semalam aku lupa charge. Ah, itu bisa kuatur nanti. Aku mengambil kabel mikro USB lalu memasukkannya ke dalam tas.

--------

Dengan masih dalam keadaan sedikit pusing dikepalaku, aku paksakan untuk tetap berangkat kuliah, teringat dengan tugas yang diberikan Pak Noel. Aku nemasuki ruangan dengan mahasiswa yang sudah hampir memenuhi ruangan itu.

"Maaf, pak, saya terlambat," ucapku sambil memberikan kamera kepada Pak Noel.

"Ya, sudah, duduk sana." Pak Noel mempersilakanku duduk sambil menyambungkan kamera ke laptop dengan kabel USB.

Aku pun duduk di samping Tania yang berada di paling depan.

"Kenapa kamu bisa terlambat?" tanya Tania dengan nada sedikit berbisik.

"Kesiangan," jawabku singkat yang disertai anggukan Tania.

Para mahasiswa yang melihat foto yang di tembakkan oleh proyektor tersebut langsung terkejut.

"Itu, 'kan Visio Milano!"

"Wah, hebat sekali bisa berfoto dengannya!"

"Aduh, aku iri sekali!"

Seisi ruangan menjadi heboh. Benar kata orang itu, para fans langsung iri.

"Marveolus!" sahut Pak Noel kagum. "Kedua sorot mata yang sempurna dan bersinar, seperti menyimpan rasa."

Rasa? Aku tidak ada rasa pada Visio. Apa maksud Pak Noel, ya?

"Nilaimu A+ dan saya akan pajang ini di mading ...." Pak Noel menoleh ke arah proyektor yang tiba-tiba mati. "Setelah kamu men-charge kameranya."

"Iya, pak," jawabku.

Para mahasiswa mulai membicarakan tentang foto yang berada di proyektor tadi.

Karena Visio, aku mendapat nilai A+ dalam fotografi untuk yang pertama kalinya. Aku akan berterima kasih padanya nanti.

--------

"Hatsyii." Sesuatu menggelitik di bulu hidungku.

Sepertinya demam ini semakin memburuk.

Aku menyambungkan kamera ke komputer dengan kabel mikro USB. Kamera menyala berwarna orange.

"Wow, Lyn, aku benar-benar tidak menyangka, loh." Tania tampak kagum.

Aku tersenyum kecil. "Itu kemarin Visio yang membantuku saat kamu sudah pulang," ceritaku.

Tania menggeleng-gelengkan kepalanya. "Ternyata bad boy itu punya sifat penolong juga, ya."

"Kamu benar tidak apa-apa? Itu mukamu pucat sekali," ucap Tania khawatir.

Aku menggeleng. "Cuman lelah saja," ucapku tanpa ingin membuat Tania semakin khawatir.

"Kamu yang namanya Lyn?"

Aku menoleh ke arah suara dan disusul Tania juga.

"I ... iya, kamu siapa?" tanyaku.

"Kenalkan." Gadis tersebut mengulurkan tangannnya. "Kaila Danilova Verlyza."

"Lyn," ucapku.

Aku dan Kaila pun bersalaman.

"Tania," ucap Tania sambil menerima jabatan tangan Kaila.

"Aku harap kamu bsia menjauhi Visio," ucap Kaila langsung ke intinya kepadaku.

"Menjauhi? Memang aku sedekat apa dengannya?" Aku melihat ke arah Kaila bingung.

"Lyn dan Visio hanya teman," sahut Tania ikut menjelaskan.

"Terserah," ucap Kaila. "Dia itu calon suamiku."

Tania terkejut begitu juga denganku.

"Calon suami?!" sahut Tania terkejut.

Kaila mengangguk. "Aku harap kamu jangan mendekati Visio lagi." Setelah itu ia berjalan pergi meninggalkan kami yang masih terkejut.

"Bad boy punya calon istri? Siapa yang sangka, iya, 'kan?" ucap Tania.

Aku mengangguk. Kalau Visio sudah mempunyai calon istri, kenapa kemarin dia mau membantuku?

"Ingat, pulang kuliah jangan lupa minum obatnya." Tania mengingatkan.

Aku tertawa. "Iya, Tania," kataku. "Hati-hati."

Tania mengangguk lalu berjalan pergi meninggalkanku.

Oh, iya, aku harus memberikan hasil foto kepada Pak Noel. Aku rapikan perlengkapanku dan kulangkahkan kaki ke ruang dosen.

--------

Setelah aku mengumpulkan tugas dari Pak Noel, kepalaku terasa pusing sekali dan tubuhku sangat lelah, rasanya ingin segera pulang untuk istirahat.

Namun, entah kenapa kaki ini malah membawaku ke ruang musik. Bagaimana tidak, seseorang di sana dengan merdunya memainkan gitar. Karena penasaran aku pun mengintip dari luar jendela.

Di dalam ruangan itu aku bisa menemukan Aro dengan gitar dipangkuannya, jemarinya dengan lihai memainkan dawai-dawai gitar tersebut. Sesekali ia pun bernyanyi mengikuti petikan gitarnya. Aku kurang tahu persis lagu apa yang sedang ia mainkan, yang pasti perhatianku langsung tertuju kepada wajahnya.

Entah kenapa aku merasa dia sangat ... sangat keren. Sepertinya ia merasa diperhatikan, karena ia pun tiba-tiba menoleh ke arahku.

Oh, tidak! Apa aku ketahuan? Apa dia akan marah? Kurasa tidak.

Sejenak kuperhatikan sorot matanya begitu teduh, aku bisa merasakan ada kehangatan terpancar dari matanya.

Tanpa kuduga, segaris bibir tipisnya melengkung, ia tersenyum samar, bahkan hampir tidak terlihat sama sekali.

Apa ia tersenyum kepadaku? Entah iya atau tidak, aku menyukainya.

Sedetik kemudian, aku merasakan degup jantungku berirama dengan tempo lebih cepat.

Deg, perasaan apa ini?

Seketika aku merasakan pipiku mulai memanas, apa yang terjadi, ya.

Aku pun melangkahkan kakiku pergi sebelum Aro memergokiku. Tapi sayang, Aro terlanjur keluar dari ruang musik.

"Tunggu." Aku menoleh ke arah sumber suara.

"Sedang apa kamu di sini?" tanya Aro.

"Aku ...."

Aduh, kepalaku tiba-tiba terasa pusing. Pandanganku kabur dan mendadak semua berubah gelap.

"Hei ...."

--------

Perlahan kubuka mataku. Kulihat sekelilingku, ruangan berwarna putih dan banyak peralatan dokter.

Aku memegangi kepalaku. Sebuah saputangan berwarna biru berada di kepalaku. Kuposisikan diriku menjadi duduk dan kutaruh saputangan di dalam baskom yang berada di atas nakas.

Kulihat seorang pria sedang tertidur dengan kepala di atas brankar.

Pasti Aro yang menolongku. Tanganku perlahan menyentuh tangannya. Siapa sangka ia bisa terbangun begitu cepat. Dengan cepat, aku langsung menarik tanganku.

"Bagaimana kepalamu? Masih sakit?" Aro menatap kearahku. "Tadi suhu badanmu panas sekali."

--------

Have some idea about my story? Comment it and let me know.

grace_kosugacreators' thoughts