webnovel

Alexa's Dream And Love

Tentang perjuangan Alexa untuk meraih impian dan juga cintanya. Alexa terjebak diantara ambisi sang Papa yang merupakan pengusaha sukses sekaligus bos mafia yang ingin menjadikan Alexa sebagai pewaris tunggalnya. Di sisi lain, Alexa juga terjebak dalam rencana balas dendam Daniel Ayden. Daniel berusaha menghancurkan perusahaan papa Alexa dengan segala cara. Termasuk menggunakan Alexa sebagai alat untuk membalaskan dendamnya. Mampukah Alexa meraih impian dan juga cintanya tanpa harus memilih salah satu diantara kedua pilihan itu?. Hai semua!! Ini adalah Novel pertama saya. Tentang Romansa, perjuangan meraih impian yang sedikit di bumbui thriller. Semoga kalian suka dengan cerita saya. Mohon dukungannya, agar saya bisa terus bersemangat membuat karya yang bisa menghibur kalian semua. Jangan lupa vote, collection, review dan power stonenya, ya. Terima kasih banyak kepada kalian yang sudah support. Follow my Ig @feny032.

Fenie_Anjilina · perkotaan
Peringkat tidak cukup
264 Chs

Bab 9. Impian dan Cinta hanya bisa di dapatkan dengan perjuangan.

"Minggir!! Jangan halangi jalanku!" teriak Alexa.

Alexa menerobos masuk ke ruang kerja Indra di saat Indra dan Daniel sedang sibuk berdiskusi tentang masalah bisnis. Tentu saja hal ini membuat Indra meradang mengingat ia sedang membicarakan proyek bisnis yang nilainya tidak main-main.

"Kalian pengawal tidak becus! Kalian disuruh menjaga seorang anak kecil saja tidak bisa! Dan kamu Alexa! Tidak bisakah kamu sedikit patuh?! Kenapa kamu selalu saja membuat keributan?" teriak Indra marah.

"Maafkan kami, Tuan. Kami sudah berusaha mencegahnya tapi nona Alexa bersikeras ingin bertemu dengan tuan," jelas salah seorang pengawal.

Indra mendengkus kesal. "Ya sudah! Kalian pergi saja!" perintahnya.

"Kamu! Sekarang katakan apa yang kamu inginkan?! Setelah itu jangan pernah lagi membuat keributan di rumah," ucap Indra kesal.

"Alexa mau pulang ke rumah oma!" ucapnya.

"Rumah yang mana? Ini adalah rumahmu! Dan aku adalah papamu!" ucap Indra.

Alexa tersenyum getir. "Rumah? Ini yang anda sebut sebagai rumah? Bagiku ini adalah penjara bukan rumah! Rumah adalah tempat untuk keluarga berkumpul dimana ada tawa keceriaan, kehangatan dan kasih sayang. Dan saya tidak bisa merasakan itu semua disini!" ucapnya.

"Hentikan omong kosongmu! Cepat kembali ke kamarmu dan tidurlah! Atau kau ingin papamu sendiri yang menyeretmu kembali ke ka–"

Alexa memotong pembicaraan Indra. "Oma sedang membutuhkanku! Alexa mau bertemu dengan Oma sekali saja. Alexa mohon! Atau setidaknya biarkan Alexa berbicara dengan Oma, sekali saja!" Alexa mengiba matanya berkaca-kaca.

Indra menghela napas panjang. Pria menatap Alexa dan tanpa mengatakan sepatah kata pria itu mengangkat gagang telepon dan memberikannya kepada Alexa.

Alexa segera meraih gagang telepon dan segera memencet nomer telepon rumah Erna. Suasana berubah hening, Indra dan Daniel hanya memperhatikan Alexa dari tempatnya masing-masing.

Alexa mencoba menelepon berkali-kali namun tidak ada yang mengangkat. Gadis itu lalu mencoba menelepon hp Erna berkali-kali tapi tetap tidak diangkat.

Mata dan hidung Alexa terlihat memerah karena menahan tangis. Gadis itu mengambil inisiatif dengan menelepon nomer Hendra–papa Eric.

Tersambung .... Hendra mengangkat teleponnya.

"Halo ..." terdengar suara Hendra mengangkat telepon.

"Ha–halo om Hendra, ini Alexa .... Maaf mengganggu waktu om Hendra. Karena dari tadi Alexa telepon ke rumah tapi tidak ada jawaban," jelasnya.

"Alexa?! Syukurlah kamu menelepon, Om tidak tahu lagi harus mencarimu kemana?!" jawab Hendra lega.

"Ke–kenapa om Hendra bicara begitu? Alexa cuma mau berbicara dengan Oma. Om Hendra tolong berikan teleponnya kepada Oma! Alexa mau bicara," pintanya.

"Oma kamu tidak ada di rumah, Alexa! Oma kamu .... Oma kamu sedang sekarat di rumah sakit." nada suara Hendra terdengar sedih.

"A–apa?" Alexa syok.

"Lex .... Kata dokter, nenekmu sudah tidak ada harapan hidup lagi. Cepatlah datang dan temui nenekmu," pinta Hendra.

Mata Alexa melebar, air matanya terjatuh. Gagang telepon yang ia pegang merosot dari tangannya dan membentur meja. Tubuh Alexa bergetar hebat dan tubuhnya terjatuh ke lantai.

Indra dan Daniel terkejut dan sontak berjalan menghampiri Alexa. Indra langsung mengambil gagang telepon yang terjatuh dan berbicara dengan Hendra.

Ekspresi wajah Indra berubah setelah mendengar penjelasan dari Hendra. lelaki itu terlihat kuat.

"O–Omaa ..." Alexa terlihat menahan tangisnya dan tubuhnya bergetar hebat.

Indra berjongkok menatap wajah putrinya yang terlihat begitu syok. "Papa antar kamu ke rumah sakit, bangunlah," ucapnya.

Indra merangkul pundak Alexa, ia juga membantu Alexa berdiri dan memapah tubuh Alexa.

"Daniel, kau juga ikut. Tolong temani Om dan Alexa," pinta Indra

Daniel mengangguk. "Baik, Om." Daniel mengiyakan permintaan Indra dan ia tidak mempunyai pilihan lain selain mengikuti semua keinginan dan juga perintah dari Indra.

Karena Daniel ingin mendapat kepercayaan penuh dari Indra agar rencananya bisa berjalan dengan mulus.

Indra memutuskan untuk mengantar putrinya ke rumah sakit. Karena bagaimanapun juga Erna adalah ibu mertuanya.

***

2,5 jam kemudian ....

Hendra terlihat mondar-mandir di depan pintu masuk rumah sakit. Pria berperawakan kurus dan berkumis itu terlihat begitu cemas menanti kedatangan Alexa.

Beberapa menit kemudian 2 mobil sedan berwarna hitam terlihat memasuki gerbang rumah sakit. Mobil belum sepenuhnya berhenti tapi Alexa langsung membuka pintu mobil dan berlari keluar begitu melihat sosok Hendra yang berada di depan pintu.

"Alexa ... syukurlah kau datang tepat waktu," ujar Hendra sambil memegang pundak Alexa.

"Oma .... Oma dimana, Om?" tanya Alexa panik

"Ayo! Om Hendra antar," jawab Hendra.

Hendra bergegas mengantar Alexa menuju ke ruang rawat inap Erna diikuti Indra dan Daniel dari arah belakang. Setelah melewati lorong dan menaiki tangga mereka akhirnya tiba di depan ruang rawat inap Erna.

"Masuklah! Temui nenekmu," ujar Hendra sambil menatap wajah Alexa yang terlihat pucat.

Alexa terlihat ragu. Tangis Alexa pecah seketika, gadis itu menutup mulutnya dan menundukkan kepalanya. Gadis itu mencoba meredam suara tangisnya. Hendra mencoba menenangkan Alexa dengan memeluknya.

"Kamu adalah anak yang kuat, Lex. Om yakin kalau kamu bisa melewati ini semua," ucap Hendra mencoba menguatkan Alexa.

Alexa mengangguk pelan, gadis itu mengusap air matanya. Ia berusaha untuk menahan tangisnya lalu perlahan berjalan masuk ke kamar Erna dengan langkah kaki yang gontai. Diikuti Indra dan Daniel dari belakang.

Alexa berjalan mendekat ke arah neneknya. Hatinya terasa sangat sakit melihat kondisi sang nenek yang terlihat sangat memprihatinkan. Tubuh Erna terlihat kurus, mukanya pucat dan wanita itu terus memanggil nama Alexa.

Alexa mengusap air matanya, ia berpura-pura tegar di depan neneknya. "Oma ... Alexa sudah datang," bisiknya seraya mengelus pucuk rambut Erna dengan lembut dan menggenggam tangan Erna.

"Alexa ... Alexaa." Erna terus memanggil nama cucunya.

"Alexa sudah datang .... Oma bangun dan lihat Alexa!" ucap Alexa.

Mendengar suara Alexa, Erna perlahan-lahan membuka matanya. Mata Erna bergerak mencari sosok Alexa, tapi pandangannya mengabur dan tidak bisa melihat wajah cucunya dengan jelas.

"Alexa ...." suara Erna parau. "Kamu benar Alexa, 'kan?" tanya Erna memastikan.

Alexa mengangguk cepat, air matanya tidak berhenti mengalir. "Iya .... Ini Alexa, cucu Oma," jawab Alexa sambil mencium punggung tangan Erna.

"Maafin Oma ... karena Oma telah berbuat jahat kepadamu. Oma bukanlah nenek yang baik," ucap Erna lemah.

"Ssstt .... Oma jangan berbicara seperti itu! Alexa yakin, Oma melakukan itu semua demi kebaikan Alexa, bukan?"

"O–oma sudah lelah .... Oma ingin segera pulang dan berkumpul bersama dengan Ayana, oma ingin pulang," ucap Erna.

Alexa menggeleng sambil mencium punggung tangan Erna. "Enggak! Gak boleh! Oma pasti sembuh! Alexa akan melakukan apapun supaya oma bisa sembuh!"

"Lex .... Kamu masih ingat 'kan permintaan oma waktu itu?" ucap Erna lemah. ''Tolong penuhi semua permintaan Oma ...." lanjutnya.

"Tidak mau! Alexa tidak mau!" tolak Alexa berurai air mata.

Alexa melihat ke arah Indra yang tengah berdiri di ujung ranjang. "Tolong selamatkan oma! Lakukan apa saja agar oma bisa selamat! Alexa janji akan melakukan semua yang papa minta, Alexa mohon! Selamatkan oma!" Alexa mengiba memohon kepada Indra.

Napas Erna tersengal, wanita itu mencoba mengumpulkan sisa-sisa tenaga yang dimilikinya untuk berbicara dengan cucunya.

"Alexa, ingat pesan Oma baik-baik .... Kamu harus bisa mewujudkan semua mimpimu! Dengan atau tanpa oma. Cinta dan mimpi, keduanya bisa kamu dapatkan hanya dengan perjuangan. Oma bersyukur dan bangga bisa memiliki cucu seperti Alexa," ucap Erna.

Napas Erna tersengal dan memberat. Air matanya mengalir, mata Erna perlahan-lahan terpejam.

"Omaaa!! Omaa!! Panggil Dokter!! Cepat!!" teriaknya sambil memencet tombol emergency.

Hendra segera berlari keluar kamar dan mencari pertolongan.

"Omaa!! Jangan pergi tinggalin Alexa!! Omaa!!" teriaknya histeris. "Dokter!! Panggilkan dokter!! Omaa!! Jangan tinggalin Alexa, Oma!!" teriaknya histeris.

Indra berjalan mendekat ke arah Erna, pria itu menempelkan jarinya ke leher Erna untuk memeriksa denyut nadinya.

Indra tidak merasakan sama sekali adanya tanda-tanda kehidupan pada tubuh Erna. Dari situ, Indra sudah bisa memastikan kalau Erna telah meninggal.

Dokter dan para perawat terlihat berlarian memasuki kamar perawatan Erna, mereka langsung mengecek keadaan Erna.

"Maafkan kami .... Ibu Erna telah pergi dengan tenang, beliau sudah meninggal," ucap Dokter.

"Tidak! Tidak, Dokter! Lakukan sesuatu! Selamatkan oma! Selamatkan oma!" Alexa menangis histeris.

"Oma bangun! Maafin Alexa! Oma! jangan tinggalin Alexa! Oma!"

"Bangun! Jangan tinggalin Alexa sendirian! Omaaa!!" Alexa menggoyang-goyang tubuh Erna sambil menangis memanggil neneknya.

"Omaaa! Jangan ambil oma, Tuhan! Ambil saja aku tapi jangan oma! Omaa!!"

Alexa menangis histeris dan tubuhnya terjatuh di lantai.

Indra memeluk tubuh putrinya erat-erat. Pria itu membiarkan Alexa menangis di pelukannya.

"Jangan pergi, Oma!! Jangan tinggalin Alexa! Omaa!! Omaa!!"

To be continued