webnovel

Memilih Gaun

Aku begitu terkejut saat tiba di rumah. Kini terjawab sudah pertanyaanku, Mas Kai menjemputku pulang karena ibu mertua berada di rumah. Boro-boro dijemput, sms aja jarang dibalas.

"Kenapa gak bilang mama datang, mas?" Aku menatap mas Kai dengan sedikit kesal. Pria ini selalu bertindak sesuka hatinya.

Dia dengan santai menjawab, "Sekarang sudah tahu kan," ucapnya segera keluar meninggalkanku yang amat kesal. Segera ku kesampingkan rasa kesal dan menyusuli Mas Kai.

"Mama kapan datang?" ucapku segera berlalu dan mencium tangan mertuaku, begitu juga Mas Kai.

Seperti biasa aku akan cipika-cipiki dengan mertuaku itu. Sudah lama tak bertemu rasanya kangen. Kami juga berpelukan cukup lama. Kai yang malas dengan drama kami memilih masuk ke dalam meninggalan kami berdua.

"Mama kangen sekali sama kamu. Kalian sih jarang berkunjung ke rumah."

Aku hanya diam mendengar keluhan mertuaku. Dibanding ke rumah ibu papanya, Kai lebih suka aku berdiam diri di rumah karena tak ingat aku mengeluh dan menceritakan hubungan kami kepada kedua orang tuanya. Padahal aku tak penah berniat melakukan itu.

Memang pada dasarnya dia tak pernah percaya padaku.

"Kok gak bilang? Kan El akan kembali lebih awal. Mama sendiri? Papa mana?"

"Papanya Kai lagi keluar kota. Terpaksa mama sendiri."

Aku mengangguk paham. Biasanya mertuaku ini selalu kemana-mana bersama suaminya. Itu karena ayah mertuaku adalah tipe suami penyayang istri. Andai Kai seperti ayahnya. Aku pasti akan menjadi wanita terbahagia.

"Tumben mama datang ada apa?" Tanyaku namun mama mertuaku menuntutku ke dalam.

Aku menurut saja dan duduk di sofa ruang tamu. Kami terlibat obrolan sesama wanita hingga orang yang ditunggu-tunggu datang.

Ku tatap Mas Kai yang menggunakan pakaian rumahan tak seperti biasanya. Satu kata yang tepat untuknya, Pria tampan dan keren.

Kesadaranku baru kembali setelah Mas Kai duduk di hadapan kami.

"Mama ada maksud apa kesini?" ucap Mas Kai seperti biasa tak suka basa-basi.

"Cara bicaramu ini, Kai. Seakan-akan mama orang asing," cibir mertuaku mengeluh.

Aku menggaruk tengkuk tak gatal dan memberi peringatan dengan mataku. Namun apakah Mas Kai peduli?

"Mama memiliki hadiah untuk kalian berdua," ucap mama membuatku dan Mas Kai saling menatap.

"Hadiah apa, mah?" tanyaku penasaran. Seingatku tidak ada yang berulang tahun hari ini.

"Nanti deh pada waktunya akan mama beritahu. Bukan sekarang ya anak-anak," ucap mama membuatku tersenyum sumbang. Berbeda dengan Mas Kai yang menghembus nafas berat yang sepertinya jengkel.

Aku terkesiap ketika mama menyentuh tangan dan wajahku serta menatapku dengan intens dan ibah.

"Apa kau tidak menjaga istrimu dengan baik? Kenapa dia menjadi semakin kurus?!" Serang Mama kepada Mas Kai.

Mas Kai menjadi gelagapan karena tatapan mamanya. "Perasaan mama saja," jawabnya membela diri.

"Ck, kamu ini ya Kai, Istri yang baik dan secantik ini masih kau sia-siakan. Jangan terlalu melukainya atau tidak dia akan meninggalkanmu dan kau menyesal nanti," ucap Mama seperti peringatan.

Ku lirik Mas Kai yang senyap dan terdiam oleh perkataan mertuaku ini.

Aku tersenyum sumbang. Disatu sisi senang mama membelaku dan di satu sisi lagi tak mau Mas Kai kena marah.

"Mama membela orang lain dibanding aku anak mama sendiri?"

"Kata siapa orang lain, dia istrimu, mama telah mengangap dia sebagai anak mama. Apa kau keberatan?" ucap mama membuat Mas Kai diam lebih tepatnya tak ingin berdebat.

Mas Kai bersunggut dan melipat tangan di dada.

Sedangkan Aku yang mendengar perkataan mama sudut mataku menjadi berair. Aku benar-benar terharu hingga ingin menangis.

Sudut mataku keluar air mata ketika mama memelukku. Segera seka air mataku agar mama dan Mas Kai tidak melihatnya.

Dibanding hubunganku dengan mama kandungku, sesungguhnya aku lebih nyaman dengan mertuaku. Beliau baik dan juga menyayangiku seperti anak kandungnya sendiri.

Aku senang bisa merasakan kasih sayang seorang ibu yang tak bisa ku dapatkan dari mama.

Mama mengajak aku dan Mas Kai ke jamuan keluarga Buhron yang selalu dirayakan setahun sekali. Setelah mengatakan tujuannya aku dan Mas Kai mengantar mama di halaman hingga beliau pergi.

***

Sudah berjam-jam memilih-milih gaun namun belum memutuskan gaun yang akan ku pakai. Jamuan keluarga Buhron adalah jamuan besar dan tentu saja mewah. Aku harus berdadan cantik dan modis agar tidak membuat Mas Kai malu. Namun aku tak memiliki gaun cantik untuk jamuan seperti itu.

Ku tatap Mas Kai keluar dari kamar mandi dengan tubuh yang sedikit basah. Sejenak dia memerhatikanku namun seperti biasa dia begitu cuek dan berlalu pergi begitu saja setelah diri ini membantunya berpakaian.

Aku berjalan lebih cepat menghampiri Mas Kai yang menunggu sejak tadi. Ku perhatian wajahnya yang terlihat kesal mungkin karena terlalu lama menunggu di mobil.

"Aku akan mengganti uang yang kau berikan untukku, Mas," ucapkku ketika duduk di sebelah Mas Kai.

Aku menggerutu melihat raut wajah Mas Kai terlihat berubah. Apa aku salah bicara.

"Dengan apa? Tubuhmu?" ucap Mas Kai seketika membuat diri ini membantu. Aku terdiam dan menatap Mas Kai yang kembali memainkan ponsel dan bersikap dingin lagi.

Hingga mobil mulai melambat. Ku perhatian gedung besar dan mewah tempat jamuan. Jujur Aku mulai merasa gugup. Apakah dengan ini seluruh dunia akan tau aku adalah istri sah Kai. Selama ini orang-orang hanya tahu bahwa Kai memiliki hubungan yang dekat dengan sektarisnya yaitu Mawar. Semua orang termasuk karyawan di kantornya mengetahui hal itu.

Diam memandang gedung aku terpenjat ketika mas Kai mengalungkan tangan di pinggangku seakan memelukku. Tak pernah sedekat ini, apalagi dengan inisiatif Mas Kai sendiri. Jantungku berdebar-debar.

"Kau akan terus berdiri seperti ini?" serunya membuatku membuyar dan hanya mengangguk.

"Perlihatkan senyummu," ucapnya yang lebih mirip perintah. Jarak sedekat itu membuatku dapat mencium bau parfum Mas Kai yang memabukkan. Ku tatap wajah suamiku dan segera mengalihkan pandangan ke arah lain. Ketampanan Mas Kai benar-benar membuatku gugup. Ku sentuh jantung yang berdetak cepat. Aku seperti abg yang sedang jatuh cinta.

"Malam ini Mawar juga datang. Aku tak mau mama sampai curiga karena wajahmu ini. Tenangkan dirimu dan tersenyumlah."

Seperti orang bodoh atau apalah itu. Mungkin istri penurut ku patuhi perkataan Mas Kai.