Saat ini aku tengah berada di Bandara Internasional. Aku adalah seorang pebisnis sukses yang meluluhlantahkan dunia. Aku kaya, tampan dan banyak dipuja kaum hawa maupun kaum para uke. Ini adalah kisahku untuk menaklukkan ayah bangsatku yang selalu kabur ketika aku ingin menjamahnya dan mungkin jika kami bertemu kembali dia akan langsung takut dan kabur dariku, itu adalah bagian yang paling kusuka tentangnya.
Nah, mengabaikan tentangku aku begitu tidak sabar berjumpa dengan kedua orang tuaku. Sekarang aku akan menceritakan tentang mereka, terutama ibuku yang seorang pemabuk semenjak perusahaannya bangkrut oleh hutang yang kubuat dan untungnya sampai sekarang ibuku masih tidak menyadarinya. Sementara ayahku yang manis selalu saja membuatku tak tahan untuk menggodanya.
Butuh sekitar empat jam hingga aku sampai ke rumah orang tuaku. Setelah membayar uang taksi yang kunaiki, aku segera berjalan memasuki rumah keduaku.
"Ibu, aku pulang",sapaku dengan seringai iblis begitu mendapati ayah dan ibuku ada di sana entah tengah membicarakan apa.
"Rama?",panggil ibuku menyadari kehadiranku dan jangan salahkan aku jika ingin memangsa ayahku sekarang juga begitu melihatnya yang gemetar ketakutan.
Menyambut uluran pelukan dari ibuku tersayang, aku tersenyum penuh arti pada ayahku disaat ibu ada di pelukanku.
"Rama, ibu pinjam uang ya?",ucap ibuku dengan tatapan menyedihkannya berharap aku mengasihaninya.
"Ibu",gumamku.
"Huhuhu hiks, semenjak kau pergi ibu rasanya semakin menderita ditambah lagi keuangan kita yang semakin menipis. Ibu tahu jika kau bekerja selama di Amerika agar tidak membuat kami kesulitan, tapi perusahaan yang sudah susah payah ibu bangun bangkrut dan ibu tidak tahu lagi harus meminta pada siapa jika bukan kepadamu",ucap ibuku menangis tersedu-sedu.
'Hm? Heh? Aku tahu jika kau menghabiskan uang kerja keras ayah dengan minum minuman berakohol setiap hari bahkan seakan-akan tak puas dengan itu kau juga berjudi dan uangmu habis dibawa rentenir. Dasar ibuku tersayang',pikirku melihat ibuku yang berpura-pura bersedih padahal ia berharap dapat uang untuk dapat melanjutkan minum-minum dan berjudi dengan memanfaatkanku.
"Berapa yang ibu perlukan?",tanyaku pura-pura polos dan kasihan begitu melihatnya menangis.
"Benarkah? ibu tidak perlu banyak kok, cuma tiga miliar saja",ucap ibuku menyeringai kesenangan dengan senyum palsunya.
'Sudah kuduga',pikirku tahu tabiat busuk ibuku.
"Maaf Bu, aku tidak punya uang sebanyak itu. Tapi aku bisa memberikan ibu dua ratus juta uang yang kupunya",ucapku pura-pura sedih karena tidak bisa membantunya banyak.
"Tidak apa Rama. Mana uangnya?",pinta ibuku tidak sabar dan aku memberikan sekoper uang yang kugenggam.
"Kalau begitu ibu pergi dulu ya mau beli makanan",ucap ibuku dan buru-buru pergi keluar, tepatnya membeli perhiasan karena uang tanah yang digadainya sudah tak dapat lagi menyanggupi keinginannya.
Begitu ibu pergi, aku langsung berjalan mendekat ke arah ayahku yang nampak ketakutan dan ingin lari dariku.
"Sayang",ucapku memeluk erat tubuh ayahku yang gemetar ketakutan.
"R-rama",ucap ayahku terbata-bata.
'Manisnya',pikirku setelah mendengar suara ayah yang gemetar ketakutan.
"Tenanglah sayang, sekarang kau sudah aman. Kita bisa segera pergi dari sini",ucapku mencoba menenangkan ayahku yang ketakutan.
"Tidak Rama, sadarlah aku ayahmu",ucap ayahku melepaskan paksa pelukanku dari pinggangnya yang kelewat ramping jika dibandingkan dengan tubuhku.
Dapat kulihat wajah ayahku yang nampak meneteskan air mata ketakutan dan ku kecup lalu kujilat air mata ayahku yang menetes indah dimataku. Lalu ku angkat tubuh ayahku layaknya mengendong pasangan pengantin dan tanpa sadar ayahku melingkarkan kedua tangannya ke leherku.
Aku mengendong ayahku dalam dekapanku lembut sebelum memasuki taksi yang sebelumnya sudah kupesan dan tujuannya adalah ke tempat pesawat pribadiku berada.
Di dalam perjalanan ku tatap wajah ayahku yang masih menutup matanya ketakutan,"sayang buka matamu, kita hampir sampai" ucapku berbisik lembut di telinganya.
"Nggh",desahnya tanpa sadar dan menyadari desahan anehnya, ayahku tanpa sadar membuka matanya kalut.
Melihat tingkah manis ayahku, membuatku semakin tak sabar ingin menyiksanya di ranjang.
Saat ini aku telah memindahkan ayahku ke pesawat pribadiku dan ayahku masih menatap takut-takut ke arahku.
"Sayang kau sungguh erotis",ucapku dan mulai mencium dan meraba-raba dada ayahku.
"Ah nggh ngh ah hah ahh",desah ayahku begitu aku mulai menciumnya dalam buaianku.
'Ketemu',pikirku menemukan dua tonjolan di dada ayahku.
'Akh',kaget ayahku begitu aku menyentuh dua tonjolan itu dan mulai menyentuh keduanya intens.
"Hah hahh engh ahh hahh",desah ayahku keenakan dengan apa yang kulakukan padanya tapi dengan nakalnya mencoba mendorongku menjauh dengan paksa.
"Sayang, apa yang kau lakukan? Jangan begitu, aku tidak bisa melakukannya setengah-setengah",ucapku seduktif dan menjilat telinganya yang sensitif.
"Jan-ahh akuh ma-masih ay-ahh",ucapnya di sela-sela desahannya yang tak karuan.
Aku begitu menikmati saat dirinya melawan dan tubuhnya begitu menikmati sentuhanku.
Setelah itu aku mulai mencium, menjilat dan meraba setiap jengkal tubuh ayahku yang begitu menggoda.
Aku juga mulai melonggarkan lubangnya yang begitu ketat karena sudah lama tak ku jamah hingga ayahku berakhir jatuh pingsan di bawahku padahal aku belum sempat memasukinya.
'Jangan pikir jika kau pingsan aku akan menyudahinya',pikirku lalu saat dirasa lubang ayahku sudah cukup muat untuk kumasuki, aku pun mulai memasukinya dengan perlahan dan menggenjotnya dengan kecepatan tercepatku.
Tiga jam kemudian akhirnya kami sampai ke kota kebanggaanku, Amerika.
"Lapor tuan, semua perintah tuan telah saya laksanakan. Keputusan tuan untuk meninggalkan kediaman kedua tuan sangat tepat karena beberapa jam setelahnya datanglah segerombolan bandit menghancurkan seluruh isi rumah orang tua tuan. Tak hanya itu, nampaknya ibu tuan telah menjual sertifikat rumah dan beberapa tanah milik ayah tuan",lapor seorang wanita berjas hitam malu-malu begitu melihat majikannya tengah kelelahan setelah memangsa kekasihnya.
"Tetap jaga ketat ibuku tersayang agar tidak dapat mendekati keluarganya lagi",perintahku pada Ane, sahabat sekaligus mantan kekasihku.
"Baik tuan. Saya mohon undur diri",ucap Ane tersenyum diam-diam jahil padaku sebelum melangkah pergi.
Aku pun mulai mengangkat dan membawa tubuh ayahku pergi menggunakan mobil lamborghini pribadiku menuju ke kediamanku.
"Tuan, apa setelah ini kita akan pergi ke kantor?",tanya supir pribadiku.
"Tidak, belum saatnya aku kesana dan memperlihatkan kepada publik tentang kepemilikanku",ucapku dengan seringai menakutkan ke arah luar jendela.
"Baik tuan",ucap supirku dan kembali menaruh fokusnya untuk menyetir.
Di dalam perjalanan, aku masih teringat dengan ibu kandungku yang dulu begitu menyayangiku meski harus selalu kerja lembur di kantornya. Semenjak itu, ayah juga selalu menaruh fokusnya padaku agar tidak bersedih dengan ketidakhadiran ibuku di rumah. Tapi itu dulu sebelum aku mengetahui jika ibuku mendapatkan posisinya sekarang karena hasil menggelapkan uang perusahaan dan berkhianat dari ayahku yang begitu setia menemaninya dalam suka dan duka. Tentu saja setelah aku mengetahuinya emosiku tak lagi dapat terkontrol dan melihat ayahku yang masih belum tahu kenyataan pahit yang disembunyikan ibuku. Aku teringat akan ayahku yang begitu menyayangi dan mencintai kami sebagai keluarganya, tapi semakin lama ibu semakin menjadi-jadi dan membuat ayahku terluka karenanya tapi masih juga tetap bertahan di sampingnya. Aku tak ingin ayahku semakin sengsara dan menderita karenanya, maka dari itu kuputuskan hubungan kekeluargaanku dengan ibu dan pergi melapak nasih di Amerika hingga sukses.
'Bertahanlah. Sebentar lagi kau akan dapat membawa ayahmu dari jurang kesedihan dan penghianatan itu',itulah pedomanku selama hidup di Amerika.