webnovel

Bab 18 Sang mantan

Namun kini Edi menyesal telah melakukan hal itu pada Marisa. Ia baru menyadari bahwa Marisa adalah orang yang benar-benar ia cintai selama ini. Dan tak ada yang bisa menggantikannya.

"Aku nyesel udah menyia-nyiakan kamu dulu Sa," sesal Edi.

Ini sudah ketiga kalinya Edi berkata seperti itu kepada Marisa, semenjak Edi menjadi rekan bisnis Marisa. Hingga Marisa sendiri sudah bosan bercampur muak mendengarnya.

Dulu saat awal-awal Edi mengutarakan penyesalannya. Marisa masih bersedia menjawab. Dengan mengatakan, "Semua itu sudah berlalu. Lagi pula aku sudah mempunyai suami."

Namun sepertinya Marisa kini sudah bosan, jika harus mengulangi ucapannya tersebut. Sehingga ia hanya bisa mengacuhkannya, dengan cara menyibukkan diri. Karena setelah itu Edi akan menanggapi ucapan Marisa dengan mengatakan.

"Tapi aku sudah tidak punya istri sekarang."

Itukan bukan urusan Marisa. Edi bisa cari wanita lain untuk menjadi istrinya. Bukan malah seakan berharap pada Marisa. Yang jelas-jelas telah bersuami.

Lalu muncullah seseorang yang sudah Marisa tunggu sejak tadi. Yaitu Rina. Lega sekali rasanya hati Marisa.

Rina langsung masuk ke ruangan Marisa, ketika melihat pintunya tidak ditutup. Ia lalu menyapa Marisa.

Namun langkahnya terhenti, seperti rem cakram otomatis. Saat melihat Edi sudah duduk berhadapan dengan Marisa di sana.

"Hai Sa," sapa Rina. Ia kemudian menoleh ke arah Edi. Mengerutkan keningnya, sambil menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinganya.

Saat Edi menoleh. Marisa dengan cepat memberi kode mata kepada Rina, agar mencari cara melepaskan ketidaknyamanan ini.

Rina yang paham kode mata dari Marisa langsung memutar otak, mencari cara menyelamatkan Marisa dari situasi tidak menyenangkan ini.

Rina melirik ke arah jam tangan miliknya. Lalu berkata, "Udah jam segini Sa. Kita harus ke tempat supplier bunga nih. Sorry ya aku telat datangnya."

"Oke. Ayo kita berangkat," sahut Marisa. Ia lalu tersenyum penuh semangat. Seakan mendapat angin segar.

Namun sepertinya usaha Rina dan Marisa sia-sia. Karena Edi dengan tidak tahu diri ingin ikut. Seperti kurang kerjaan saja.

"Aku ikut ya?" tawar Edi.

Senyum di bibir Marisa seketika memudar, ketika mendengarnya. Kemudian Rina dan Marisa saling memandang. Seakan bertanya satu sama lain. "Bagaimana ini?"

"Enak aja. Nanti kalau kamu tau tempatnya, terus buka florist sendiri lagi," ucap Rina. Ia sengaja mengatakan hal itu, agar Edi menjadi sungkan.

Edi mungkin mengira ucapan Rina adalah sebuah lelucon, sehingga ia jadi tertawa geli. "Emang aku ada tampang tukang nyerobot usaha teman?" tanya Edi.

Edi lalu mengibaskan tangannya. "Enggak Lah. Aku ikut karena lagi nggak ada kerjaan aja," imbuh Edi.

"Tampang nyerobot usaha teman nggak ada. Tapi kalo tebal muka sih iya," bisik Marisa, yang tidak bisa didengar oleh Edi.

"Aku ikut ya? Please…" Edi memohon sambil menangkupkan kedua telapak tangannya di depan dada.

Marisa sudah tidak tahu harus bagaimana lagi menghadapi pria keras kepala ini. Ia lalu menyambar tas miliknya. Bangkit dari tempat duduknya tanpa menanggapi permohonan Edi tadi.

Marisa kemudian meraih tangan Rina. "Ayo Rin!" ajak Marisa.

Edi yang tidak mendapatkan jawaban iya ataupun tidak nekat tetap mengekor di belakang Marisa dan Rina.

Di dalam mobil Marisa kini ada empat orang. Yaitu sopir Marisa, Edi yang duduk di kursi depan. Dan Rina dan Marisa yang duduk berdua di kursi barisan kedua.

Marisa berpura-pura tidur untuk menghindari obrolan dengan Edi. Sementara Rina menyibukkan diri dengan ponselnya.

"Rina," panggil Edi.

Rina melirik sedikit ke arah Edi. "Apa?" tanya Rina.

Edi mengarahkan pandangannya kapada Marisa. "Marisa emang biasa ya tidur jam segini?" tanya Edi yang merasa penasaran.

"Kalau lagi nggak ada kerjaan emang suka tidur dia," jawab Rina.

Edi mengerutkan keningnya. "Masa' sih Marisa seperti itu? Dia dulu nggak gini," bantah Edi.

Marisa yang ia kenal sejak dulu adalah wanita yang penuh energi, seakan tenaganya tak pernah habis. Edi juga dulu mengetahui bahwa Marisa adalah orang yang susah tidur.

Apa iya seseorang bisa berubah secepat itu?

Saat ini Marisa sedang berpikir dengan mata terpejam. Ia tidak habis pikir mengapa Edi yang menjadi terobsesi dengan dirinya? Padahal dulu Marisa yang mengejar cinta Edi. Seorang pria pekerja keras, ulet dan mandiri.

Namun semua itu sudah berlalu. Hubungan antara Marisa dan Edi sudah berakhir lama. Dan Marisa sudah tidak mempunyai perasaan apapun kepada Edi. Karena saat ini hatinya hanya terisi nama satu pria, yaitu suaminya, kevin.

Sebenarnya dibanding harus mengejar cinta Marisa yang jelas-jelas tidak mungkin. Edi bisa saja memilih wanita yang lain. Yang lebih cantik dari Marisa pasti lebih banyak dan bisa didapat Edi dengan gelimang harta yang Edi miliki saat ini.

Rina akhirnya membuka percakapan dengan Edi. Mungkin lebih tepatnya agar Edi berpikir untuk menjauhi Marisa dan mengejar cinta wanita lajang lainnya.

"Kamu nggak ada rencana mau nikah lagi?" tanya Rina.

"Nggak Rin," jawab Edi dengan singkat.

"Kenapa? Masih mengharapkan Marisa?" tanya Rina tanpa tedeng aling-aling lagi.

Edi terdiam sejenak. Lalu menjawab, "Ya enggak dong. Dia kan udah punya suami."

Bohong. Edi menjawab seperti tadi hanya demi menjaga harga dirinya saja. Nyatanya ia masih saja terus mencari perhatian dari Marisa. Meski Marisa acuh.

"Syukurlah deh kalau gitu," sahut Rina. Ia mengatakannya dengan nada menyindir. Lalu kembali pada layar ponselnya.

**

Beberapa menit kemudian Marisa dan yang lainnya sampai di supplier bunga langganannya. Kesempatan baik itu tak disia-siakan begitu saja oleh Marisa. Ia Lalu turun dan menyibukkan diri dengan memilih sendiri beberapa bunga yang ia butuhkan.

Marisa bergerak lincah ke sana ke sini bersama Rina dan supplier bunga. Sementara Edi memilih duduk dan menunggu di dekat mobil, di bawah pohon yang rindang. Ia akhirnya lelah karena harus mengikuti gerakan Marisa yang aktif.

Saat Edi sudah merasa benar-benar bosan. Ponselnya berdering, sebuah panggilan dari nomor tak dikenal masuk. Edi lalu menggeser tombol hijau.

Setelah mengucapkan salam. Edi kemudian bertanya siapa penelepon tersebut.

"Selamat siang pak Edi. Perkenalkan saya Reni. Saya menghubungi Anda bermaksud mau menggunakan jasa wedding organizer Anda," jawab Reni di ujung telepon.

Mata Edi berbinar. Tentu ini kabar gembira. Selain akan mendapatkan Klien, ia bisa kembali menjalin kerjasama bisnis dengan Marisa.

"Oh, baik bu. Untuk pembahasan acaranya mau dibicarakan kapan?" tanya Edi.

Klien tersebut ternyata menginginkan untuk meeting siang ini juga. Ini kesempatan emas untuk mengajak Marisa makan siang bersama. Dan menghabiskan waktu lebih lama lagi dengan Marisa. Namun Edi juga tetap harus bertanya dulu dengan Marisa.

"Nanti saya akan hubungi lagi ya bu, bisa atau tidaknya untuk meeting hari ini," ucap Edi. Setelah itu sambungan telepon mereka berakhir.

Edi lalu bangkit dari tempat duduknya. Dan gegas mencari Marisa. Setelah cukup lama mencari akhirnya Edi menemukan Marisa juga.

"Marisa!" panggil Edi berteriak, karena jarak mereka yang jauh.

Marisa menoleh dengan hati yang menggerutu. Seakan mau bilang. "Ada apa sih dia panggil-panggil aku?"