"Melisa! Melisa, kamu dimana." Teriak Rama baru masuk ke dalam rumah.
"Mas jangan teriak-teriak kayak begitu. Ada papah sama mamah." Alice menarik tangan Rama yang sudah emosi ada masalah apalagi pada suaminya itu hingga masih marah.
Mendengar suara rama yang menggelegar nyaring menggema di dalam rumah membuat orang di dalam terusik untuk menuju sumber suara. Pak Bambang dan Bu Amira bergegas menuju ruang tamu menghampiri Rama dengan penuh tanda tanya. Ada masalah apa sehingga puteranya itu marah-marah, pikir orangtua Rama.
"Kamu kenapa Rama pulang-pulang langsung teriak tidak jelas?" Bambang menatap bingung Rama.
"Alice? Itu kamu sayang? Aduh menantu mamah cantik sekali." Amira menghampiri Alice dengan tatapan terpesona.
Alice yang berdiri di samping Rama langsung bersemu merah di pipinya karena dipuji. Penampilannya yang sempat mendapatkan amukan Rama karena terlalu terbuka kini dipuji ibu mertuanya.
"Mah ini bukan waktunya untuk memuji. Dimana Melisa …"
"Apaan sih kak. Pulang-pulang nggak jelas teriakin aku. Mau marah …" dengan tidak bersalahya si biang kerok, Melisa sumber dari amarah Rama baru muncul sambil nyemil makanan.
"Apa maksud kamu memoles istri kakak berlibahn seperti itu?"
"Apa sih yang berlebihan. Aku lihat kak Alice cantik sekali dengan penampilan seperti itu. Mamah aja suka lihatnya. Dan aku yakin kakak juga suka, sampai-sampai nyium …"
"Melisa …" geram Rama menjambak rambut hitam legamnya dengan frustasi. Andai itu bukan adiknya sudah dipastikan tak berdaya kena bogemannya.
"Jadi Melisa yang buat Alice begitu." Bambang menatap penampilan Alice yang memang terlihat cantik dan seksi.
Rama langsung menghadang berdiri di depan tubuh Alice untuk melindungi istrinya agar tidak mendapatkan tatapan lapar sang ayah. Sungguh sikap Rama terlalu berlebihan, namun itulah kenyataannya yang bersembunyi di dalam dirinya. Rama orangnya posesif tidak mau kepemilikannya di usik orang lain sekalpun keluarganya sendiri.
"Sudah nak jangan terlalu posesif begitu. Kita tahu Alice istri kamu, jangan terlalu berlebihan. Nanti Alice malah nggak nyaman dengan kamu."
Rama menoleh keaah Alice yang masih diam memperhatikan setiap gerak gerik Rama. jujur Alice baru tahu kalau Rama menyimpan sikap arrogan. Alice kaget karena dulu Rama tidak seperti itu.
"Alice, aku mencintaimu … sangat." Rama langsung menarik Alice kedalam pelukannya dengan erat. Alice tanpa meronta membiarkan Rama melampiaskan perasaannya padanya. keduanya menjadi perhatian semua orang disana.
Alice duduk di kursi meja riasnya menatap pantulan bayangannya yang tengah membersihkan sisa make up yang menempel di wajahnya. Sungguh menyebalkan betapa tebal dan lamanya menghapus make up di wajahnya hingga menghabiskan banyak kapas. Kotoran kapas memenuhi tempat sampah kecil di bawahnya.
"Makanya aku tidak suka dandan berlebihan kayak begini. Jadi susah kalau bersihin." Gerutu Alice.
Ceklek
Alice menoleh tepat pintu kamar mandi terbuka menampilkan seorang laki-laki bertubuh tinggi bak dewa Yunani dengan pahatan sempurna melekat di wajah tak kurang apapun tampak tampan dan rupawan. Netra Alice reflek turun menatap lekuk tubuh Rama yang begitu menggoda iman. Tubuh setengah telanjang dengan selembar handuk putih saja melingkar di pinggang menutupi kepemilikan Rama sebatas lutut.
Glek
Alice menelan salivanya susah payah kala melihat buliran air jatuh di kulit liat nan seksi Rama yang berbentuk kotak-kota itu. Ini kali pertamanya dia mendapati pemandangan seperti itu dari laki-laki termasuk Rama.
Rama tersenyum tipis puas melihat Alice menatapnya lekat tergambar jelas akan keterpukauan tentunya. Dia sadar wanita mana yang bisa menolak ketampanannya hingga banyak wanita mengidolakannya.
Rama mendekat perlahan dengan tubuh seksinya yang masih basah terutama rambutnya hingga acak-acakan namun nampak menggoda. Nafas Alice tercekat seolah ingin pergi begitu saja.
"sekarang kamu mandilah. Jangan melamun terus. Mau menyentuhnya?" Alice menunduk kemudian menggeleng.
"A … akum au mandi dulu Mas. Lengket badanku." Alice berlalu cepat dari hadapan Rama sebelum hasratnya semakin menjadi-jadi. Rama menyeringai senang tentunya,"Akan kupastikan kamu menjadi milikku seutuhnya nanti. Bahkan kupastikan nanti tinggal di rumah baru kita, cintamu akan kudapatkan."
Alice menarik nafas lega di dalam kamar mandi. Sungguh nafasnya berpacu cepat meresapi pemandangan yang menguji iman itu. "Aduh mataku sudah ternodai. Astaga, kenapa ternodai. Dia itu suami aku. Jadi nggak papa." Alice tak mau berlaru-larut akan bayang-bayang Rama memilih untuk berdiri di bawah shoer dan mulai mandi.
Aroma harumnya bunga sakura semerbak menguar di rendaman air merendam tubuhnya. hidungnya terus menciuminya hingga menenangkan akal pikirannya yang sedari tadi kacau.
"Astaga kenapa tadi aku lupa bawa baju ganti. Apa Mas Rama masih di luar?"
Alice mengintip sedikit dari pintu kamar mandi, terlihat kamarnya sepi dan hening tidak ada pergerakan manusia disana. Itu berarti Rama taka da disana. Alice tak mau membuang waktu lama untuk keluar guna mengambil pakaian seraya mengenakan handuk saja.
Alice berjalan cepat dengan ce[at-cepat menghampiri almari. Tanpa sadar langkah kakinya telah mengusi seorang laki-laki tengah berdiri di ambang pintu hendak keluar.
Glek
Alice tidak tahu kalau Rama sedang berada di ambang pintu. Rama terkejut mendapati tubuh menggoda Alice yang hanya tertutupi selembar handuk putih. Rambut basah dan kulit putih mulus Alice mampu memabngkitkan gairahnya. Jakun Rama bergerak naik turun dengan cepat.
Grep
Alice menegang di tempat, jemari tangan mungilnya yang sedari tadi sibuk memilih pakaian mendadak diam kala sesuatu mendekap tubuhnya dari belakang. Aroma maskulin mulai tercium masuk ke hidungnya, menyadarkannya akan berasal dari mana aroma yang berasal dari belakang tubuhnya.
Tubuh Alice menegang kala merasakan sapuan hangat menerpa tengkuk merambat ke bahu terbukanya. Alice reflek memejamkan mata berusaha menetralkan kesadarannya agar tidak terbuai namun sayang tubuhnya berkata lain. Seperti ada sengatan listri menjalar dalam tubuhnya yang tak bisa ia ungkapkan dengan kata-kata mulai membuat pikirannya melayang menikmati sentuhan itu.
"Alice kamu sungguh cantik." Suara serak dan parau terdengar dari telinga kanannya.
Alice berusaha susah payah tidak terlena, menarik kesadarannya kembali. Namun sayang belum apa-apa dirinya melawan, tiba-tiba tangan kekar yang berada di pinggangnya merembet naik keatas mendarat tepat di bukit kembarnya kemudian meremasnya bersamaan.
Alice melenguh membuka mulutnya pasrah menerima sentuhan di area sensitivnya itu. Dadanya menjadi sasaran empuk tangan itu. Hingga tak bersalang lama, salah satu tangan itu turun ke bawah mencari inti tubuhnya.
"Jahhngan." Alice berusaha menahan keagresifan tangan Rama sebelum merajalela kemana-mana.
"Ahhh." Desahan merdu keluar dari bibir Alice kala merasakan sapuan tangan Rama pada intinya.
Alice merasakan tubuhnya seperti jelly, kedua kakinya serasa tidak bisa menyangga dengan baik tubuhnya. Untungnya Rama menarik tubuhnya untuk memberikan sandaran agar tidak terjauh.
"Mashhh … hmppt." Rama membungkam bibir Alice menghadiahi dengan cumbuan panas dengan tangan yang satunya masih bermain di salah satu bukit kembar Alice. Suara desahan Alice teredam dengan kenikmatan akan sapuan dan lumatan bibir Rama di dalam mulutnya.
Tok tok
"Ayo kak sarapan. Semua sudah menunggu kakak di meja makan." teriak Melisa dari luar mengejutkan kedua insan yang tengah di mabuk kenikmatan yang belum selesai.