Rama fokus bekerja sembari memijat pelipisnya. Konsentrasinya hanya tertuju pada layar computer yang menampilkan grafik neraca. Jenuh dan lelah menguasai tubuhnya. Sebagai pemimpin perusahaan tentu kesibukan bekerja tak terelakkan lagi baginya. Namun begitu tetap ia hadapi dengan sabar karena cita-citanya sedari kecil adalah menjadi seorang pengusaha.
Kalau ingat itu, kenangannya bersama Alice di waktu kecil terlintas di kepala.
Rama mengalihkan perhatiannya, membuka laci meja kemudian diambilnya figura kecil. "Kamu duniaku, Alice. Lama berpisah, nyatanya kita bisa bertemu kembali. Jodoh tidak ada yang tahu." tangan Rama mengusap foto pernikahannya dengan Alice, bersanding dengannya memakai kebaya putih yang nampak cantik dan anggun. Perasaan menghangat seketika mengusir rasa lelahnya.
Flashback
Tepat diusia 11 tahun Rama menikmati waktu kebersamaannya dengan bermain bersama Alice di sekitar kompleks. Mereka tinggal di komplek yang sama dengan jarak yang tidak terlalu jauh tentunya. Itu membuat hubungan kedua anak itu semakin akrab.
"Lho Kak Rama, pagi-pagi udah kesini." Alice membukakan pintu menyambut Rama bertandang ke rumahnya.
"Ya. Aku mau mengajak kamu keliling kompleks naik sepeda." Rama sudah rapi menatap Alice yang masih khas orang bangun tidur, memakai piyama berwarna pink dengan rambut sedikit berantakan.
"Siapa Alice?" suara keras muncul dari belakang Alice yang tidak lain adalah Zubaidah dan Salim.
Alice menoleh ke belakang,"Kak Rama, mah pah. Mau ngajak Alice naik sepeda. Padahal Alice nggak bisa naik sepeda."
"Aku yang ajarin nanti. Kalau kamu nggak bisa. Bahkan aku siap boncengin kamu sampai puas." Rama meyakinkan Alice yang nampak ragu. Alice memang tidak bisa naik sepeda, pernah diajari sang ayah, Salim namun tak mampu membuat anak kecil itu bisa menaklukan sepeda.
Alice bersungut kesal,"Nggak. Aku nggak percaya. Yang ada nanti kamu ngerjain aku hingga jatuh."
"Kamu nggak percaya sama aku yang kuat ini?"
"Idih, kuat darimana? Kakak kurus, lemah mana bisa lindungi aku."
Rama berdecak kesal mendengar ucapan Alice yang menyinggung perasaannya. Walau dia sadar memang apa yang diucapkan Alice itu ada benarnya. Tubuhnya yang kecil dan kurus itu tentu sulit untuk dijadikan pelindung Alice. Namun tidak dengan hatinya yang selalu ingin melindungi dan menjaga Alice dimanapun dan kapanpun berada.
"Nggak boleh begitu, Alice. Kak Rama kan memang selalu jagain Alice selama ini." Bela Zubaidah kala melihat perselisihan antara Alice dan Rama.
Alice terdiam membenarkan ucapan mamahnya."Maafin aku ya Kak Rama." Zubaidah mengelus surai rambut panjang Alice kala terlihat menggemaskan meminta maaf pada Rama.
Rama mengangguk, wajahnya yang tadi sempat menekuk kembali sumringah."Ya nggak papa. Gimana, ayo naik sepeda bareng aku. Aku janji ajarin sampai bisa." Alice mengangguk antusias. Tidak ada salahnya juga diajarin Rama mengingat ayahnya belum bisa mengajarinya hingga bisa.
Rama memboncengkan Alice berkeliling di area kompleks perumahan mereka. Percakapan hangat menyertai laju sepeda yang mereka tumpangi.
"Kak Rama, Alice mau tanya. Kak Rama cita-citanya pengen jadi apa?"
"Jadi orang terpenting kamu."
"Ish kak Rama itu suka bercanda aja. Aku serius tahu. Soalnya aku punya cita-cita jadi dokter."
"Dokter? Kenapa memang harus dokter, kenapa nggak guru atau pengusaha…"
"Pengusaha?"
"Ya pengusaha. Suatu saat nanti aku ingin menjadi pengusaha. Melebihi ayahku. Pengusaha itu keren lho."
"Wah keren tuh. Aku nggak sabar melihat kak Rama jadi pengusaha sukses nanti."
"Pasti. Aku akan buktikan pada kamu, Alice. Aku sayang sama kamu." ucap Rama saat itu sembari menoleh ke samping menatap wajah Alice menempel di punggungnya. Alice mendengar ucapan Rama hanya bagai angin yang berlalu saja.
"Sekarang aku sudah membuktikannya. Kamu menjadi saksi bisunya. Tanpa kutahu juga, impianku menjadi pengusaha terwujud disaat kamu telah menjadi istriku."
"Woi! Melamun aja."
Rama tersentak kaget buru-buru meletakkan figura, tangannya reflek mengelus dada. Nafasnya memburu karena terkejut.
"Sial. Reza sialan." Rama melempar benda apapun termasuk map berwarna merah mengenai tubuh Reza.
"Ashh." Reza merintih sakit dadanya terkena sambaran map tebal.
"Mau apa kamu kesini. Rusak pemandangan!" ketus Rama tidak suka kehadiran Reza di waktu yang tidak tepat.
Reza terkekah mengambil map di lantai kemudian diletakkan kmbali di atas meja. "Maklum. Pasutri baru, pasti lagi hangat-hangatnya memadu kasih. Gimana udah gol belum …"
"Sialan!" Rama melemparkan bolpoint di mengenai dahi Reza hingga memekik kesakitan. Ia tahu maksud ucapan Reza barusan.
"Apaan sih bro. Marah-marah bae dari tadi." Reza mengelus dahinya yang terkenal bolpoint entah sampai meninggalkan bekas memerah disana atau tidak, memilih duduk di kursi menghadap Rama.
Rama menghela nafas mengatur emosinya yang dibangkitkan Reza. Kesal saja rasanya hubungannya dengan Alice yang belum mencapai hangat-hangatnya rumah tangga pada umumnya apalagi diawal pernikahan membuatnya kesal. Mengingat Alice yang masih dibawah bayang-bayang masa lalu bersama sang pujaan hati.
Miris, itulah perasaan Rama saat ini. Dibalik wajah tegas dan tampannya yang seolah tak menyimpan masalah namun kenyataannya salah. Bahkan masih banyak barisan wanita yang menunggu dan mengidolakannya untuk dijadikan sebagai suami tapi ternyata laki-laki itu sudah bulat memilih untuk melabuhkan hatinya pada Alice.
"Terlihat jelas, kamu sedang ada masalah. Cerita, bro."
Rama menatap Reza lekat,"Sebenarnya aku bahagia menikah dengan Alice. Tapi sayangnya, ada orang yang mengusik rumah tangga kita."
"Siapa?"
"Kekasih istriku."
"Mantan kali …"
"Mereka belum putus."
"What! Jangan bilang …"
"Ya. Aku merebut Alice dari kekasihnya."
"Gila! Secinta itu kamu pada Alice. Aku jadi heran. Secinta apa dan sejak kapan kamu cinta sama Alice, bukannya kamu baru putus dari Intan. Lagian menurutku, Alice terlihat jauh dari tipemu, mantan-mantamu cantik, seksi dan manja. Nah sedangkan Alice?"
Rama beranjak dari kursi, melangkah menjauh sembari menarik nafas dalam. Rasanya berat bila membahas hubungan Alice dengan sang kekasih yang belum sempat putus itu.
"Aku mencintai Alice sejak kecil. Namun saat itu aku dan dia masih kecil, jadi rasa cintaku itu aku anggap sebagai rasa sayang pada adik sendiri. Ya Alice telah aku anggap sebagai adik. Tapi nyatanya salah, ketika aku beranjak remaja cinta itu semakin bertambah besar. Hingga aku memilih menjauh mengingat kita sudah tidak satu sekolah dan punya kesibukan masing-masing."
"Terus kalian bisa bertemu kembali? Apalagi memutuskan menikah."
Rama menceritakan semua tanpa ada yang dikurangi dan ditambahi. Dia bertemu Alice tidak sengaja, disaat Alice sudah wisuda dan pulang ke bandung menjadi awal pertemuan mereka setelah berpisah bertahun-tahun lamanya. Hingga pada akhirnya Alice melamar kerja di salah satu cabang perusahaan Rama yang ada di Bandung. Diam-diam Rama memantau dari jauh Alice. Bahkan kesedihan, kegalauan dan kekecewaan yang ia rasakan akibat penkhianatan Intan di hatinya melebur tanpa sisa dengan hadirnya Alice. Keduanya larut dalam hubungan yang intens dengan menghabiskan waktu bersama namun tak ada hubungan yang mengikat keduanya. Hingga Rama tidak bisa memendam perasaan lagi yang telah lama hilang namun kembali lagi dengan perasaan jauh lebih besar, akhirnya mengungkapkan perasaan kepada Alice. Namun sayang Alice memberitahukannya kalau telah memiliki kekasih namun hubungannya kurang baik.
"Tapi aku nggak peduli. Aku memutuskan untuk bertamu di rumah orangtuanya mengutarakan niat baik untuk menikahi Alice. Apalagi orangtua Alice menghendaki ada laki-laki yang benar-benar serius menikahi Alice bukan memacari saja. Jadinya aku bergerak cepat."
Reza bertepuk tangan mengapresiasi langkah cepat sahabatnya yang akstrem namun tega juga. "Parah kamu. Kasihan juga lah sama Alice dan kekasihnya itu. Gimana perasaannya?"
Rama mengangkat kedua bahunya tidak tahu,"Nggak urusanku. Yang penting Alice udah milikku. Masalah perasaan itu urusan nanti, lagian wanita mana yang menolakku. Suatu saat nanti Alice akan jatuh cinta padaku."
"Kok bisa Alice menerimamu ?"
"Dia itu anak baik, penurut orangtua. Dia nggak mau mengecewakan orangtuanya yang saat itu sudah menerima niat baik dari laki-laki termasuk aku. Sedangkan kekasihnya itu, orangtuanya tidak percaya."
"Kalau begitu hati-hati kamu, kekasihnya bisa saja datang dan mereka bisa kembali."
Rama menatap tajam Reza,"Nggak akan kubiarkan."
"Makanya kamu harus bertindak cepat."
Rama mengernyit bingung. "Kamu sudah melakukan itu? Gimana dia masih perawan kan? Secara zaman sekarang pergaulan tahu lah. Takutnya Alice diapa-apain sama kekasihnya."
Rama membisu pasalnya dia belum menyentuh Alice, berciuman saja belum apalagi ke tahap itu. Tapi dia yakin Alice masih perawan. Tapi ada perasaan ragu juga menyelinap dalam benaknya.
"Ya walau kamu salah satu diantara mereka, tapi nyatanya kamu masih bisa menjaga diri. Tidak sampai melakukan diluar batas."
Rama memang dikenal gonta ganti wanita berkat ketampanan dan kemapanannya. Selama berpacaran dengan barisan mantannya, tidak pernah dia absen untuk menikmati kemesraan dengan mereka, namun satu Rama selalu menjaga diri untuk tidak menyentuh wanita lebih dalam dan jauh karena masih ingat akan batasannya.