webnovel

Lomba Sains Yang Gagal

Prestasi gemilang dan otak diatas rata-rata membuat Genta sering dijuluki bocah alien. Hampir seluruh mata pelajaran ia kuasai terutama di bidang IT. Mulai dari pemrogaman sampai membuat aplikasi penunjang di sekolahnya, berkat itu juga ia selalu mendapatkan beasiswa penuh dan selalu menjadi garda terdepan setiap perlombaan.

"Nta, gile kali yak semua lomba lu babat habis ngga tersisa, ngga cape apa?" Tanya Kinan dengan heran dengan sahabatnya itu.

"Ya enggalah, inimah hobi gua nan, bisa dapat duit juga kan ya lumayan buat tabungan beli mobil hahah" Sahut Genta sembari tertawa lepas.

"Dih, masih bocil lu dah begaya aja beli mobil" goda Kinan padanya.

"Ngga apa kali nan, selagi masih muda kan ya, bisa asah kemampuan semaksimal mungkin biar ngga jadi pengangguran kaya yang tipi tipi tu" jawab yakin Genta.

"Iya deh, iya si bocah alien udah mulai bersabda ngga bisa mengelak lagi gua hahah" jawab Kinan sambil beranjak dari tempat duduknya. Dibalik senyumnnya tiap hari, Genta merupakan seseorang dari keluarga bawah. Ayahnya bekerja sebagai supir angkot, sedangkan Ibu nya sebagai Ibu rumah tangga. Ia memiliki satu saudara yang bernama Anggi, namun naas, dia sedari kecil terkena penyakit yang tidak disembuhkan, yakni Thalasemia. Penyakit ini tergolong langka dan bertahan seumur hidup selama perawatan. Dalam pengobatannya, ia diharuskan untuk selalu melakukan transfusi darah agar kondisinya stabil. Penderita selalu merasa kelelahan, dan pucat pasi, maka dari itu Genta ingin sekali cepat beranjak dewasa dan segera menghasilkan uang yang banyak agar adiknya bisa dirawat sampai ia sukses nanti.

Jam sudah menunjukkan pukul 4 sore, bel sekolah mulai berdenging, para siswa sudah mulai berhamburan di tempat parkir untuk melangkah pulang ke rumah masing-masing. Genta dan Kinan selalu berboncengan karena kebetulan rumah mereka berdekatan, maka dari itu mereka selalu dekat dan bersama, sampai-sampai digosipkan berpacaran. Akan tetapi mereka tidak menggubris gosip tersebut karena mereka tau, hal itu bukan prioritas mereka ketika sedang menempuh pendidik. Dengan badan nan kecil mereka memiliki pola pikir yang hampir dewasa, yang mana sudah menyaring apa yang menjadi hal baik dan yang tidak baik bagi mereka.

"Nan, misalnya lu udah gede mau ngapain?" Tanya Genta sembari fokus mengendarai motornya.

"Daridulu gua pengen jadi pemain sepak bola si nta, minimal bisa keluar negri dah biar bisa bawa nama negara gua" jawab Kinan spontan.

"Heleh, futsal aja sering kalah sama gua, mana ada bisa ke luar negri" ejek Genta padanya.

"Ngadi-ngadi lu. Lu nya aja bejo dapet tim jago, kalo engga mah gua bantai kalian" jawab Kinan dengan sedikit emosi.

"Hahaha, ngledek lu gampang kali dah nan, gua makin gemes" goda Genta padanya.

"Anjirrr, jijik kali dengernya dari lu, cewe mah hayu, kalo cowo najiss" jawab Kinan kegelian.

Sesampainya dirumah, Genta segera bergegas mandi dan menemui adiknya yang masih berbaring diranjangnya untuk beristirahat. Ia bergerak hanya sebatas mengambil beberapa makanan seperti buah yang sudah dikupas oleh Ibunya yang sedang menyetrika baju beberapa tetangganya. Selain sebatas Ibu rumah tangga, beliau juga mencari cara untuk bisa menabung, menurutnya dengan hanya mengandalkan uang hasil angkutan dan beberapa hadiah lomba Genta, masih tergolong sedikit dibandingkan kebutuhan rumah dan lainnya. Maka dari itu beliau menekuni apa yang ia bisa dengan harap bisa mengurangi beban yang mereka punya.

"Nggi, gimana kabarmu hari ini? Ini tadi mas beli makanan kesukaan kamu, biar kamu berselera makan" sahut Genta dengan pelan sambal membawakan makanan yang sudah tertata rapi beserta obat yang tiap hari harus diminum oleh Anggi.

"Nang, uangmu buat ditabung aja, jangan kamu sering beli makanan diluar" tegur Ibu nya dengan nada rendah.

"Ibu ngga perlu cemas ya, Genta pengen nyenengin Anggi aja biar tetap semangat makannya" jawab Genta dengan senyumnya.

"Tapi lain kali jangan keseringan ya, biar Ibu aja yang beli kalau Anggi ingin makan makanan kesukaannya, ya. Ibu mohon". Sembari mengusap muka Genta yang mungil itu. Beliau selalu sedih ketika melihat kedua anaknya yang masih kecil mempunyai beban yang sudah sangat berat itu. Tiap malam selalu menangis diantara sujud shalat tahajud, taubat, dan witirnya. Beliau selalu berdoa agar keluarganya diberikan kesehatan, kesabaran, dan kelancaran ditiap langkah mereka. Karena beliau tau hanya pada diri-Nya lah dia mampu mengutarakan keluh kesahnya.

Kokok ayam jago sudah berbunyi nyaring di pagi itu, bekas embun sudah menempel lekat dengan beberapa pohon mangga dan pohon lainnya. Masa panen sebentar lagi tiba, ketika saat itu tiba Ibu dan Genta selalu berkeliling menjajakan mangganya di alun-alun kabupaten, karena lokasi rumah mereka cenderung dekat dengan selisih beberapa rumah dengan masuk gang. Mangga yang manis dan segar membuat mangga mereka menjadi salah satu favorit warga sekitar, dengan harga 20 ribu per kilo nya membuat langsung habis dalam beberapa jam, dan berkat itu pula kebutuhan untuk beberapa minggu dan berobat Anggi terpenuhi.

"Bu, bentar lagi panen dan mungkin aja bakalan lebih, misal bikin olahan dari mangga terus tak jual online boleh ngga ya?" tanya Genta dengan Antusias.

"Boleh, tapi jangan sendirian ya, nanti Ibu bantu kamu" jawab Ibu dengan nada khawatir. Pasalnya musim sedang tidak baik-baik saja. Covid-19 masih menjamur diwilayah mereka, disusul musim yang tak menentu, terkadang panas terkadang hujan, yang dikhawatirkan membuat imun tubuh Genta menurun.

"Tenang aja bu, nanti aku juga minta tolong Kinan buat bantu juga, nanti penghasilan kalo laku dibagi 2 aja, betul kan?"

"Boleh, ajak dia aja biar nambah rame, dia kan jago ya nang buat promosi" sahut Ibunya dengan antusias.

Genta mulai bersiap untuk berangkat sekolah, ia melihat Kinan sedang menunggu dibalik pagar rumahnya. Pakaian rapid an helm ciamik membuatnya terlihat trendy dan berkelas, pantas saja semua perempuan jatuh hati padanya, namun semua itu tak ia gubris sama sekali. Baginya pacaran itu melelahkan dan buat dirinya pusing tujuh keliling cuma karena karakter perempuan. Dulu mempunyai seorang pacar yang bisa dibilang dia salah satu dewi di sekolahnya, oleh karena itu Kinan diincar olehnya dan didapatilah dia. Seluruh sekolah sempat heboh waktu itu, mulai dari di sekolah itu sendiri maupun dunia maya. Namun diwaktu tertentu, Kinan memergoki dia ketika sedang bercengkrama dengan teman-temannya.

"Wih, makin banyak kali followers lu may, jadi selebgram dong ya" sahut temannya Maya.

"Jelas lah, gua kan cantik, tajir, seksi dan punya pacar yang ganteng" Jawab Maya dengan sombong.

"Iri kali aku sama kau, hidupmu macam paket komplit aja ngga ada minusnya" ujar temannya sambil cemberut.

"Kalian kan tau, kalo ngga ada Kinan, gua mah ngga bakalan seterkenal ini, minta apa aja sama dia juga bakal dikasih, jadi ngga usah sungkan kalau kalian ingin sesuatu, kalian tinggal bilang aja nanti gua yang bayarin pake duit Kinan. Simple kan" Jawab Maya dengan pedenya.

Medengar pernyataan tersebut, Kinan memutar balik dan kembali ke kelas bersama Genta. Genta yang tidak menahu hal tersebut hanya bingung melihat sahabatnya sedang marah dalam diamnya. Raut wajahnya memerah sedang memendam gejolak hatinya, Gentapun berinisiatif ke kantin untuk membeli beberapa es krim kesukaannya. Karena dengan makanan inilah Kinan bisa mereda seperti es yang mencair.

"Nih makan, ceritanya nanti aja kalo lu ngrasa udah enakan" ketus Genta sambil menyerahkan beberapa es krim yang dibelinya.

Suasana menjadi hening, hiruk pikuk siswa seolah tidak ada artinya di telinga mereka, dengan lamunan kosong di koridor aula sekolah membuat seolah suasana sedang menyaksikan kedua pemuda saling tenggelam dalam dunianya sendiri. Mata kosong dengan sepotong es krim yang selalu dimasukkan ke mulutnya, tak menyisakan bekas setetespun. 5 bungkus sudah dilahapnya, perasaan gejolak yang awalnya memuncak kini berubah menjadi sejuk kembali seperti sedia kala. Kinanpun langsung mengajak Genta untuk kembali ke kelas, untuk melanjutkan pelajaran berikutnya.

"Genta, nanti setelah bel berakhir nanti ke kantor sebentar ya, nanti ada sesuatu hal yang Bapak mau bicarakan sama kamu" ujar Pak Danu walikelas Genta ketika selesai mengajar.

"Baik pak, nanti saya segera kesana" jawab Genta sembari merapikan buku-bukunya.

"Nta, nanti gua tungguin lo diwarung depan ya" ucap Kinan sambil bergegas keluar setelah kelas telah selesai.

Gentapun segera beranjak dari kursinya dan menuju ke ruang guru untuk menemui wali kelasnya. Dilihatnya beberapa siswa yang sudah hadir di hadapan pak Danu. Hal ini sudah lumrah dihadapi oleh Genta, apabila seperti ini akan ada perlombaan yang nantinya akan diikuti oleh mereka. Namun perhatian Genta teralihkan ke murid baru yang hadir bersamanya. Pasalnya ia baru kali ini hadir dan ikut bersama dengan mereka. Mahesa namanya, seorang laki-laki dengan tubuh tegap tinggi berkacamata. Ternyata ia baru dipindahkan beberapa minggu lalu karena orang tuanya pindah dinas. Ia dikelompokkan dengan Genta di mata pelajaran Matematika bulan depan, dengan harapan dia mampu beradaptasi dengan kemampuan Genta selama pelatihan nantinya.

"Lama kali kau ni, tumben banget. Biasanya cuma 15 menitan udah kelar" tanya Kinan kesal.

"Ini tadi ada murid baru yang sekelompok sama gua, jadi ya tadi belajar sekalian biar tau seberapa besar ia paham materi yang dikuasaiin, tapi hebat juga loh dia bisa hampir nyalip gua" jawab Genta antusias. Mendengar pernyataan tersebut, Kinan sedikit khawatir akan hal tersebut, pasalnya mungkin hal tersebut membuat Genta digantikan oleh dirinya, dan tergeser mulai dari pergantian peserta lomba sampai beasiswa yang nanti dialihkan ke Mahesa.

Hari perlombaan pun tiba. Pecah, riuh suara sontakan para penonton distadium mulai bergema. Para juri, pembimbing dan peserta sudah terkumpul disatu titik. Untuk sesi pertama, perlombaan diawali dengan lomba cerdas cermat. Genta, Mahesa dan timnya menang telak di lomba ini, soal yang muncul sesuai dengan pelatihan yang ada disekolah mereka. Babak ke dua bertemakan pertanyaan team, lomba ini berbentuk rantai ulat dimana peserta diberi waktu untuk memecahkan soal yang disediakan, apabila waktu habis, peserta lain akan diberikan kesempatan dengan waktu yang sama sampai soal yang ada diselesaikan secara cepat dan tepat.

"Ayo semangat, kita bisa" teriak Genta untuk menyemangati timnya. Mahesa yang sedari awal kurang senang dengan perlakuan khusus dari pembimbing ke Genta, membuatnya risih dan ingin segera mengalahkannya. Ia hanya mendengus kecil sembari menuju ke tempat sesi berikutnya ketika Genta bersorak. "Cari muka amat lu" gumamnya dalam hati.

Perlombaan segera dimulai, tim SMA Pancasila dan SMA Sanksekerta memimpin dengan cepat, keduanya tidak mau kalah dalam hal kecepatan. Satu persatu soal mulai dibabat habis oleh mereka, papan skor mulai berganti dengan perlahan. Tanda waktu habis segera mendekat, Genta yang dalam kondisi sakit masih betahan dengan nafasnya yang terengah-engah. Pandangan kabur mengganggunya disaat-saat terakhir. Mahesa berinisiatif maju melangkah dan menggeser paksa Genta. Pasalnya soal yang dikerjakannya ada beberapa bagian yang kurang tepat sehingga poin tidak bertambah sama sekali.

"Udah minggir lu, biar gua aja!!" Bentak Mahesa dengan nada kesal. Gentapun mengiyakan perintah Mahesa. Kepala nan pusing dan perut mulai menyeruak mengahmpiri tubuhnya dengan perlahan. Sambil menunggu sampai pertandingan selesai ia menahannya dengan sekuat tenaga.

*Prittt*

Suara tanda pertandingan selesai telah berbunyi. SMA Pancasakti yang dibawakan oleh Mahesa dan timnya berhasil mendapatkan tropi kemenangannya. Tubuh yang sudah sedari tadi menahan rasa pusingnya perlahan-lahan ambruk. Melihat sahabatnya jatuh, Kinan bergegas menghampiri dan petugas P3K segera membawa Genta menuju ke ruangan kesehatan. Setelah melakukan pemeriksaan, Genta didiagnosis terkena infeksi saluran pernafasan. Penyebabnya pola makan yang tidak teratur, sering mengonsumsi MSG, makanan pedas dan minum air dingin. Satu bulan terkahir Genta memang dalam kondisi buruknya, karena antusias yang berlebihan membuatnya lupa dengan kesehatannya sendiri, sehingga berakibat buruk pada tubuhnya. Kinan sudah seringkali mengingatkan untuk selalu jaga kesehatannya, namun ia tak peduli apa yang dia utarakan. Setiap hari selalu bergadang demi memperoleh hasil yang sempurna, ayah dan ibunya hanya bisa melihatnya sedang belajar mati-matian, nasihat mereka pun tidak merubah sikap Genta. Setelah didiagnosis, Pak Danu menyerukan Mahesa dan yang lain untuk berkumpul diruang tunggu, dan Genta diserahkan sebentar ke Kinan.

Raut wajah teman-teman Genta meredup gelap seiring waktu, Mahesa yang melihatnya terbawa emosi dan kesal.

"Heh kalian!! Ngga usah banyak drama, kalau udah gini yaudah terima aja jangan malah buat suasana ruangan jadi pengap, ngerti ngga kalian hah!!" teriak Mahesa dengan memukul keras meja yang ada dirungan.

Mendengar hal tersebut dari jauh, Pak Doni segera bergegas menghampiri dan mencoba menangkan Mahesa. Kondisi yang dialami Genta memang membuat sekolah Pancasakti menjadi dilema, pasalnya setelah lomba ini berakhir, mereka akan mengikuti lomba kembali dilusa besok. Mereka akan bertanding melawan sekolah bergengsi yang selalu menjadi rival mereka. Salip menyalip sudah hal lumrah bagi sejarah keduanya. Namun untuk lusa nanti, akan menjadi penentuan sepuluh tahun terkahir bagi kedua sekolah tersebut. Apabila salah satu menang dan memperoleh skor dengan sempurna, mereka akan mendapatkan golden ticket yang mana berisi beasiswa keluar negri selama pendidikan sampai lulus beserta biaya hidupnya. Mendengar hal ini Mahesa sangat tertantang dan ingin segera meraih impiannya ke luar negri.

"Setelah bapak melakukan diskusi dengan pihak sekolah terkait lomba yang akan datang, Genta digantikan oleh Mahesa sebagai pemimpin tim. Dengan kondisi demikian, pihak sekolah tidak mau mengambil keputusan salah dengan masih mengikutsertakan Genta mengikuti lomba tersebut. Jadi dengan berat hati Genta akan digantikan oleh Mahesa untuk seterusnya".

Suasana ruangan mendadak kaget diiringi rasa senang yang amat luar biasa oleh Mahesa. Halangan dan hambatan yang selama ini incar untuk disigkirkan hilang dengan sendiri karena kesalahannya. Pak Danu menyuruh salah satu muridnya untuk memberi kabar ini kepada Genta apabila sudah bangun. Bergegaslah dia menuju ke ruangan Genta.

"Nta, bangun napa! Gua kesepian anjir! Gara-gara lo ngga dengerin nasihat ibu bapak lo jadi gini kan!" teriak kecil Kinan dalam ruangan itu.

Melihat sahabatnya sendiri berbaring dan tak sadarkan diri membuat Kinan merasa khawatir, ia ingin segera menghubungi orang tua Genta, namun mereka hanya memiliki handphone jadul dan sering mati sehingga Kinan bingung dibuatnya.Ketuk pintu dan seretan pintu ruangan mulai terbuka, seorang anak membawa kabar buruk untuk Genta. Kabar buruk yang nantinya akan merubah kehidupannya kedepan.