Dua tahun lalu ...
Musim panas, musim dimana banyak festival diadakan. Saat yang paling dinantikan untuk sebagian orang. Tapi itu tidak berlaku bagi Kaito.
Musim panas tahun ini tak akan pernah ia nantikan. Udara panas dan suara serangga yang berisik itu selalu mengingatkan nya pada Ame. Kaito masih belum menerima kenyataan bahwa Ame telah meninggalkan dunia ini.
Kaito tak lagi bisa menggerakkan tangan nya untuk menulis cerita. Kaito terus saja mengingat Ame dan berbagai kenangan indah bersama nya. Kaito bahkan sering bolos sekolah setelah ia kehilangan hujan semangat nya itu.
Walau setahun sudah berselang. Kaito tak kunjung melupakan satu bulan di musim panas bersama gadis yang bernama Ame itu. Kaito sangat beruntung, sahabat nya, Mina selalu memperhatikan nya sedari dulu.
Kaito hanya mengenal dua sahabat lama nya itu selama duduk di kelas 3 SMP. Kaito tak pernah berbicara pada teman teman sekelas nya yang lain selain Raku dan Mina.
Bukan nya Kaito tak peduli. Kaito hanya takut kehilangan orang yang ia sayangi lagi. Itu sebab nya ia memilih hidup sebagai bayangan dan membiarkan diri nya tak terlalu di pedulikan orang lain.
"Kutukan", gumam Kaito saat sedang sendirian di kelas sewaktu jam istirahat.
Kaito hanya duduk di bangku nya dan melihat keluar jendela kelas nya. Kaito selalu melihat awan yang melintas tanpa arah dan seakan tak terikat dengan masa lalu. Awan terus berubah bentuk seiring berjalan nya waktu.
Hanya terdengar suara jam dinding berdetak di dalam kelas. Suara keributan di luar hanya terdengar samar samar. Kaito selalu menyendiri dan mengubah sifat nya secara drastis sejak kejadian setahun lalu.
Greek ...
"Oh?! ... Kaito? ... ngapain kamu sendirian di sini?", Mina masuk ke kelas dan melangkah mendekati Kaito.
"Hmm ... cuma liat awan ...", jawab Kaito lesu tanpa melihat Mina.
Mina pun membalik kursi tempat duduk Raku yang ada di depan meja Kaito agar dia bisa duduk berhadapan dengan sahabat nya itu.
"Ngapain di sini?", tanya Kaito tetap melihat ke arah luar jendela yang ada tepat di samping kiri mya itu.
"Menemani mu", jawab Mina dengan santai.
"He? ... terserah", ujar Kaito dengan nada datar nya dan tetap memandang ke langit biru.
"Nee ... apa kau mau permen?", Mina mengeluarkan sebungkus permen dari saku seragam nya.
"Kau pikir aku bocah?", Kaito tetap menunjukan sikap dingin nya itu.
"Ya udah", Mina membuka bungkus permen nya lalu memasukan permen manis itu ke dalam mulut nya.
"Hmm",
Mina merasa sahabat nya itu sudah berubah seratus delapan puluh derajat dari sifat asli nya. Kekejaman takdir berhasil merubah Kaito menjadi anak yang dingin seperti ini.
"Ano ... Kaito? ... kenapa kamu suka liatin awan?", tanya Mina.
"Karena mereka bisa melakukan apa yang mereka mau tanpa terikat dengan apapun", jawab Kaito tetap tak menatap mata Mina.
"Ooh ... eh?! liat itu?!", Mina menarik telinga Kaito dan menunjuk ke arah luar jendela.
"Oi oi ... telinga ku sakit", Kaito terpaksa harus mempeehatikan apa yang sahabat nya inginkan.
"Itu loh ... awan nya bentuk nya kaya sapi", jari telunjuk Mina menunjuk ke arah awan yang memang hampir terlihat seperti sapi itu.
"Hmm ... aku tau ... lepasin dulu telinga ku", Kaito menepis tangan kiri Mina yang menarik telinga nya itu.
"Eh?!", wajah Mina yang penuh senyum itu menghilang.
Mina hanya bisa terdiam sembari memegang tangan kiri nya yang barusan di tepis oleh Kaito. Mina tak mengeluarkan sepatah kata pun dan keadaan kembali sunyi.
Ketika Kaito melirik sahabat nya itu. Mina meneteskan air mata nya di meja Kaito.
"Mi-mina? ... Maaf", Kaito merasa bersalah karena ia terlalu keras menepis tangan sahabat nya itu.
"Bukan tangan ku ... tapi hatiku ...", ucap Mina sembari menahan air mata nya untuk keluar.
"Mi-mina ... aku gak ada maksud buat ...",
"Kenapa kamu berubah?! ... Kau bukan Kaito yang ku kenal ...", sela Mina dengan tangisan nya.
"Ma-maaf ...", Kaito hanya bisa tertunduk diam.
"Tak apa kau tak peduli dengan ku ... tapi tolong kembali lah seperti dulu!!", Mina meremas ujung rok nya dan terus mengeluarkan air mata.
"Aku ... aku tak bisa", jawab Kaito tetap tertunduk.
"Jika kau tak bisa ... setidak nya ...", Mina kehabisan kata kata nya dan terus meneteskan air mata nya.