Kaito
"Berpikir lah ... pikirkan sesuatu payah!!!", teriak ku bingung sembari memegang kepala ku dengan ke dua tangan ku.
Disaat yang sama aku melihat jendela yang terbuka. Tanpa pikir panjang aku segera melompat masuk ke gedung sekolah dan segera berlari menaiki tangga.
"Aku mohon ... pasti sempat!!!", teriak ku sembari berlari menyusuri lorong sekolah menuju tangga.
Beberapa anak tangga ku pijak, akhir nya aku sampai di lantai dua. Aku segera berlari menuju tangga menuju atap sekolah yang terletak di samping toilet. Setelah menaiki tangga menuju atap sekolah, langkah ku dihalangi oleh pintu yang terkunci.
Bruak ...
"Sial!!! pake kekunci ... padahal ini satu satu nya jalan ...", umpat ku sembari memukul pintu kayu itu.
Tanpa pikir panjang aku segera menendang pintu kayu itu dengan sekuat tenaga.
Duar ...
Suara pintu itu terbuka setelah ku tendang.
Aku segera berlari ke arah Ai yang masih berdiri di atas pagar pembatas atap sekolah. Tanpa basa basi aku segera menarik tangan nya hingga kami berdua terjatuh. Aku memeluk nya dengan erat dengan posisi nya menindih ku.
"Ai?! kau kenapa?!", ucap ku panik dengan nafas yang terengah engah.
Dia hanya menangis dan membasahi jaket ku dengan air mata nya.
"Ai?! apa yang kau pikir kan?! kenapa kau mau bunuh diri?!!", teriak ku.
Sesaat setelah itu dia melepas pelukan ku dan kembali berdiri membelakangi ku sembari mengusap air mata nya. Aku pun bangkit berdiri dan membersihkan celana ku dari debu yang menempel.
"Ai?", panggil ku seraya menepuk pundak nya.
Dia malah menepis tangan ku lalu membalik badan nya dan menampar pipi kanan ku.
Plak ...
"Ai? ada apa?", ucap ku setelah menerima tamparan nya.
Dia tersungkur dan menutup wajah nya yang penuh air mata. Aku pun duduk di depan nya.
"Ai ... jika kau merasa lebih baik setelah menampar ku ... maka lakukan lagi ... aku tak masalah dengan itu ...", ucap ku menunjuk ke pipi kiri ku.
Setelah mendengar perkataan ku Ai memukul dada ku berkali kali dengan pukulan lembut nya. Setelah lelah memukul ku dia terjatuh di pelukan ku.
"Ai ... apa kau merasa lebih baik?", tanya ku memeluk nya dengan erat.
Dengan air mata yang masih mengalir di pipi nya dia mengangguk perlahan.
"Ai ... apa yang sebenar nya terjadi pada mu?, tolong beritahu aku ... aku mohon. Jika kau tak mau bicara ... tulis saja di sebuah surat ... jika kau tak mau, berikan aku petunjuk ... sekecil apapun itu ... pasti akan ku temukan arti nya", ucap ku.
"Jangan kau tinggalkan aku di dunia yang buruk ini ... aku sudah berjanji padamu ... aku sudah berjanji untuk membuat mu bahagia. Tapi apa?!, aku tak melakukan apa pun untuk mu. Maaf kan diri ku yang payah ini", lanjut ku.
"Apa kau kesepian?, apa kau marah padaku?, apa kau putus asa?, apa kau punya masalah?, apa kau lelah?, apa kau haus?, apa kau lapar?, apa kau sakit?, apa kau terluka?, apa hati mu terluka?, apa kau sedih?, apa kau senang?, apa kau bingung?", ucap ku mengeluarkan semua pertanyaan yang ada di dalam hati ku.
"Aku tau kau tak akan menjawab ku sekarang ... jawab lah satu per satu setiap hari ... agar kau punya tujuan untuk hidup di hari esok ...", tambah ku.
"Watashi wa anata ga sukidakara", (karena aku menyukaimu) ucap ku tanpa sadar menyatakan perasaan ku.
"Hanarenai de ... Nakanai de ... onegai ... Ai-chan ... Anata wa watashi ni jinsei no mokuteki o ataeta, dakara ... onegai ...", (jangan tinggalkan aku, jangan menangis, kau telah memberi ku tujuan hidup, jadi ... kumohon ...) ucap ku dengan air mata yang mulai menetes.
Tanpa sadar Ai mengusap air mata yang ada di pipi ku.
"Maaf kan aku ... aku hanya laki laki payah yang berusaha sok keren ... aku tak bisa berbuat apa apa", ucap ku melepas pelukan ku pada nya.
Ai mengambil smartphone dari saku nya dan mengetikan sesuatu.
"Maaf membuat mu menangis ... maaf membuat mu khawatir ... maaf membuat mu celaka ... maaf kan aku yang selalu merepotkan mu ...", kalimat yang ia tunjukan padaku dari layar smartphone nya.
"Kata kata itu lagi ... aku tak butuh kata maaf mu ... aku hanya butuh senyum mu yang biasa kau berikan padaku ku itu", ucap ku.
Setelah mendengar perkataan ku, Ai segera mengusap air mta nya dan berusaha tersenyum padaku. Tapi senyuman nya kali ini terlihat terlalu dipaksakan.
Tapi tapi aku bersyukur telah melihat nya tersenyum kembali.