webnovel

Ai No Koe (Suara Cinta)

Ai No Koe "Voice of Love" Okino Kaito, remaja yang kehilangan seseorang yang sangat berharga baginya. Ame (hujan) gadis yang ia temui di musim panas hari itu lenyap dari dunia ini. Walau hanya satu bulan mereka bersama, tapi cinta bisa tumbuh kapan saja. Sampai saat Ame meninggalkan dunia ini. Kaito seakan kehilangan hujan semangat nya. Dua tahun kemudian ia bertemu dengan gadis misterius yang tak mau berbicara sama sekali. Entah kenapa takdir membuat Kaito tertarik pada gadis itu. Hari demi hari Kaito lalui, mimpi mimpi aneh mulai menghantui nya. Potongan potongan mimpi itu memberi sebuah petunjuk pada Kaito. Kenapa Kaito selalu bermimpi aneh?

OkinoKazura · Masa Muda
Peringkat tidak cukup
114 Chs

Chapter 50

Kaito

Kesadaran ku semakin menghilang, aku hanya bisa merasakan sakit di sekujur tubuh ku. Semakin lama hanya dingin yang bisa ku rasakan. Mataku menutup dengan sendiri nya. Semua menjadi sangat gelap.

Apa aku mati?

Apa Tuhan benar benar menukar nyawa ku?

Kalau begitu, setidaknya aku berbuat baik di saat terakhir hidup ku ...

"Senpai? kok ada di sini?"

Entah bagaimana cara nya, tiba tiba aku berdiri di sebuah taman bunga matahari dengan langit malam yang penuh bintang. Tentu nya dengan Ame yang memakai Yukata kuning bermotif bunga di sisi ku.

"Cerita nya panjang Ame ...", jawab ku.

Suasana ini, jauh berbeda dengan suasana yang biasa ku rasakan saat bermimpi bertemu dengan Ame di perpustakaan kota. Kali ini rasanya tenang, tak terpikir kan di kepalaku aku akan kembali ke dunia nyata ku.

Apakah aku benar benar mati?

"Senpai? ... apa senpai percaya reinkarnasi?", tanya Ame sembari memetik salah satu bunga matahari dari taman bunga ini.

Pertanyaan nya itu mengejutkan ku. Jangan jangan aku benar benar mati dan bertemu dengan roh Ame.

"Emm ... etto ... gimana ya?", gumam ku tak tau harus berkata apa.

"Haha ... aku suka saat melihat wajah mu yang bingung itu senpai", ujar nya dengan sedikit tawa.

"Eh?!, cih ... ternyata kau bercanda", ucap ku kesal.

"Jodanjanai senpai",(aku gak bercanda senpai) kata Ame tiba tiba menggunakan bahasa jepang.

"Eh?! Kenapa?! ..."

"Kotaete kudasai!!", (jawab saja!) sela Ame.

"Shinjiru",(percaya) jawab ku.

"Kenapa senpai percaya?", lanjut Ame bertanya padaku sembari mendekatkan bunga matahari yang ada di tangan nya ke hidung nya.

"Aku tak sepenuh nya percaya ... tapi aku sangat berharap aku bahwa itu nyata", jelas ku.

"Kenapa senpai berharap pada sesuatu yang tak pasti?", tanya Ame seraya melangkah maju perlahan.

"Anata ni aitakara ... Ame",(karena aku ingin bertemu denganmu ... Ame) ucap ku menahan air mata ku yang ingin mengalir keluar.

Senang, rindu, takut, percaya, dan tak percaya. Semua itu menjadi satu perasaan ku sekarang. Kali ini aku yakin ini bukan mimpi.

"Senpai ... Sore ga watashi o anata ni koi ni sa seta riyūdesu",(senpai ... itulah yang membuat ku jatuh cinta padamu) ucap nya dengan senyuman manis.

"Apa itu?", tanya ku.

"Kebaikan mu ... ketololan mu ... dan wajah malas yang selalu kau tunjukan pada ku ... semua tentang mu, itulah yang membuat ku jatuh cinta pada mu", jelas Ame.

"Kau bahkan tidak mengatakan apapun saat bertemu dengan ku saat ini, padahal kau tau aku sudah mati", timpal Ame.

"Gomen ne", (maaf ya) ucap ku sembari menahan rasa sakit di hati ku.

Hati ku seperti ditusuk pisau tajam, air mata ku hampir keluar. Tapi aku tetap berusaha menahan nya.

"Sayang nya senpai belum bisa ikut dengan ku ...", ucap nya menghentikan langkah nya dan berbalik badan ke arah ku.

"Kenapa? Apa aku belum mati?", tanya ku bingung.

"Senpai masih punya tugas di dunia ... ini terimalah bunga matahari ini", ucap nya mengulurkan tangan nya yang memegang bunga matahari itu.

"Aku masih ingin disini ... dengan mu ...", ucap ku menolak.

"Īe, darekaga anata o matteimasu",(tidak, seseorang menunggu mu) kata Ame.

"Ini, ambilah bunga ini senpai", tambah Ame.

Aku melangkah maju perlahan. Saat tepat berada di depan nya. Aku segera mengambil bunga matahari yang ada di tangan Ame.

"Hana ga hakai sa renai yō ni, himawari wa ai no shōchōdesu", (jangan sampai bunga ini hancur, bunga matahari ini adalah lambang cinta) tutur Ame.

Setelah mengatakan itu, tubuh nya perlahan pudar. Aku tau ini artinya dia akan menghilang secepat nya.

"Apa aku boleh mengatakan sesuatu?", tanya ku meneteskan air mata ku yang tak tertahan kan.

"Cepat lah ... aku tak punya banyak waktu", ucap nya juga meneteskan air mata nya.

"Suki da yo",(aku menyukai mu) ucap ku berusaha meraih tangan nya yang mulai memudar.

"Watashi mou ...",(aku juga) ucap Ame menerima genggaman tangan ku.

"Kienaide ... Ame ... Onegai", (jangan menghilang Ame ... kumohon) ucap ku memohon dengan air nata yang terus mengalir.

"Jaga bunga itu ya senpai?", ujar nya dengan senyum manis nya.

"Terima kasih Ame ... terima kasih", ucap ku tetap menjaga genggaman tangan ku.

Tak lama kemudian Ame menghilang. aku hanya bisa memandangi bunga matahari yang barusan ia berikan pada ku dengan air mata yang terus keluar.