Kaito
"He? ... maksud mu?", tanya ku bingung setelah mendengar kata kata nya tadi.
"Senpai ... datang dari masa depan kan?", kata kata Ame itu membuat mata ku langsung terbelalak setelah mendengar nya.
"Gimana bisa?! ..."
"Tolong kejar kakak ku!!, cepat!!!", teriak nya sembari meneteskan air mata nya lagi.
"Aku gak tau apa yang terjadi ... tapi aku akan bicara dengan mu nanti", ucap ku lalu segera berbalik dan berlari mengejar Ai.
Setelah keluar dari gedung rumah sakit, aku berhenti sejenak untuk beristirahat dan menoleh ke segala arah untuk menemukan Ai.
"Huh ... huh ... Ai, dimana kamu", gumam ku dengan nafas yang terengah engah.
Bruk ...
"Maaf"
"Ga papa kok ... lain kali hati hati ya?"
Suara yang ku dengar dari gerbang rumah sakit.
"Ai?!"
Ai ternyata menabrak seorang perawat yang sedang lewat di pintu gerbang rumah sakit. Aku bersyukur takdir tidak membiarkan Ai pergi meninggalkan ku. Tak lama kemudian Ai kembali melangkah keluar dari gerbang dan pergi entah kemana.
Setelah menghilangkan rasa lelah ku, aku kembali mengejar langkah Ai. Aku semakin dekat dengan nya seiring berjalan nya waktu. Tubuh ku yang sekarang membuat ku berlari lebih lambat karena kaki ku yang lebih pendek ini.
"Ai!! ... tunggu ...", teriak ku sembari terus berlari mengejar nya.
Ai pun menghentikan langkah nya dan menoleh ke arah ku. Seragam SMP yang ia pakai itu membuat nya terlihat sangat imut. Seandai nya aku satu sekolah dengan nya.
Cih ... buang jauh jauh harapan mu itu ...
Masa depan ada di depan mata ku sekarang. Aku menghentikan langkah ku di depan nya dan mengatur nafas ku yang berantakan karena berlari.
"Huh ... huh ... Ai ... bentar, aku mau ngomong sesuatu", ucap ku berusaha berdiri dengan tegak.
"Kamu ... siapa?"
Apa?! apa itu suara nya?!
Setelah sekian lama akhir nya aku bisa mendengarkan suara nya yang indah itu. Aku tak menyangka harus mendengar nya sekarang dan di saat ini juga.
Dan juga mata biru nya yang berkilauan itu terlihat sangat jelas sekarang. Tubuh ku kaku dan mulut ku terkunci rapat. Aku tak bisa berbuat apa apa selagi menatap nya.
"Kalo gak ada apa apa aku pergi loh", ucap nya lalu kembali melangkahkan kaki nya.
"Tunggu!!!", aku langsung menggenggam tangan kanan nya untuk menghentikan langkah nya.
"Aku ... aku temen nya Ame ... aku cuma bawa pesan dari Ame", kata ku dengan pipi ku yang mulai memerah karena gugup.
"Pesan?"
"Katanya ... ano ... gimana ya", aku pun bingung harus mengatakan apa.
Jika aku katakan Ame sudah memaafkan nya, bukanya ini terlalu cepat. Aku pun tak tahu harus berkata apa. Mana mungkin aku mengatakan semua nya. Itu hanya akan dianggap candaan bagi nya.
Sial!!! aku terjebak ...
Jika aku tak mengatakan apapun maka takdir tak akan berubah. Tapi jika aku mengatakan yang sebenar nya, mana mungkin dia percaya.
"Etto ... gini dulu ... nama ku ...",
"Aku gak punya waktu ... aku pergi dulu ya ...", ucap nya lalu meninggalkan ku sebelum aku menyelesaikan kalimat ku.
Sial!!!
"Ai ... adik mu tak punya banyak waktu lagi ... jika kau lari dan mengurung diri mu di rumah ... itu tak akan membuahkan hasil tau!!", aku pun mengatakan semua yang ingin hati ku katakan pada nya.
Ai menghentikan langkah nya. Aku berharap dia menoleh ke arah ku apapun reaksi nya. Tapi aku salah, kata kata ku sama sekali tak berpengaruh terhadap nya. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun Ai melanjutkan langkah nya meninggalkan ku.
"Ai?!", aku tetap berusaha mengejar langkah nya.
Dan karena tak tahu harus berbuat apa, aku hanya mengukuti nya dari belakang tanpa sepengetahuan nya. Aku terus mengikuti langkah nya diam diam. Semakin jauh aku mengikuti nya, aku tahu dia akan berjalan ke arah sungai yang ada di dekat rumah sakit.
Langit biru nan cerah. Sinar mentari yang sedikit menyengat. Suara kendaraan yang lalu lalang. Pejalan kaki lain yang aku lewati. Perasaan ku semakin aneh hari ini. Dan aku terus berpikir bagaimana cara mencegah Ai mendapat kutukan itu.
Beberapa saat kemudian Ai sampai ke sungai yang ia tuju. Suasana nya yang sunyi, bunyi aliran air sungai yang menenangkan Hati.
Suara kicauan burung yang bertengger di ranting pohon pohon yang rimbun. Suasana ini lah yang paling ia butuhkan untuk merenung. Dan juga saat yang tepat buat ku.