webnovel

AGARTHA : Dua Cinta dan Putri Mahkota dari Barat

Rayana Victhoria Agartha dan Jonathan Andrean Aghanta adalah sepasang kekasih yang bekerja sebagai PCA (Police Case of Agent). Suatu hari, terdapat kasus pembunuhan berantai yang menyebabkan kegencaran di tengah perkotaan. Rayana dan Jonathan pun turun tangan untuk mencari pelaku menuju pinggiran kota di suatu daerah pedalaman yang tak terbaca oleh Maps. Hingga dimana mereka membuat suatu kesalahan yang membuat Rayana tersesat seorang diri di alam bak negeri dongeng. Ia berusaha keras mencari jalan keluar dan satu-satunya cara untuk mengetahuinya yaitu dengan membaca buku pedoman dunia dua jalur yang berada di dalam istana. Banyaknya tragedy yang menunda Rayana untuk bisa kembali hingga beberapa kali hampir kehilangan nyawanya. Namun, kenyataan terkait hidupnya lah yang ternyata selama ini menyebabkan kekacauan antar dua lapisan bumi yang membuatnya sangat tertekan dan tak dapat kembali.

Hilya_lia · Fantasi
Peringkat tidak cukup
8 Chs

KILAP GULITA

Rayana terus berlari menuju tempat yang lebih aman. Memecah pandang guna memastikan tempat untuk bisa menghubungi pusat. Melewati luasnya hamparan rerumputan seukuran paruh badan dengan rindangnya pepohonan yang menutupi sinar sang rembulan. Gadis itu benar-benar kesulitan harus melewati jalan berakar, namun tetap harus melaksanakan tugas dari sang inspektur. Kemudian tatapnya pun tertuju pada sebuah terowongan gelap dipenuhi tanaman liar serta lumut lembab yang menutupi ambang mulut. Awalnya, ia ragu untuk masuk, karena terlihat lusuh yang pastinya akan ada banyak hewan liar di dalam. Namun, sepertinya tidak ada pilihan lain, setidaknya ia mendapatkan ruang yang menutupinya dari tangkap pandang para pelaku ganas tersebut.

Dengan perasaan yang bercampur aduk, Rayana segera berlari masuk ke dalam terowongan tanpa banyak berpikir lagi. Baru saja hendak melangkah memasuki ruang gelap itu, tiba-tiba ia merasakan seseorang telah menahan tubuhnya dengan begitu kuat. Spontan menoleh ke arah belakang dan mendapati sosok bertubuh besar nan kekar sedang menatap tajam tepat pada obsidian. Demi lilitan akar pohon yang menabrak bidai tulang tibia, kali ini gadis itu benar-benar membelalak penuh kejut. Pelaku yang tak terlihat sejak tertarik mengikuti langkah Jonathan, kini sudah begitu dekat dengannya. Rayana terdiam bak terkena hipnotis, masih belum sadar untuk melakukan sebuah perlawanan, hingga ia mendengar sebuah panggilan yang membuatnya segera berpaling.

"Rayana. Cepat pergi" teriak Jonathan yang juga terlihat menyusul ke arah terowongan. Berlari sekuat tenaga dengan sisa pelaku yang mengekori, siap mengudarakan berbagai benda tajam pada pribadi gagah di depan. Sedangkan Rayana benar-benar tidak mengerti mengapa mereka semua malah berbelok ke arahnya. Bahkan ia dapat memastikan kala langkah orang-orang disekitarnya ini menghalau dengan jalur berbeda. Namun, saat ini bukan waktu yang tepat untuk memikirkan itu semua. Gadis cantik itu pun mencoba memberi perlawanan dengan bekal seni bela diri yang ia miliki. Benar, dia memang sosok gadis yang tangguh, mandiri, dan cerdas, tak dapat diragukan lagi mengapa ia bisa bergabung dengan anggota PCA dalam hitungan minggu, bahkan ia menggenggam jabatan yang tak dapat diberikan kepada sembarang orang.

"Sepertinya aku tidak perlu lelah mencari. Kau datang sendiri untuk menjadi kandidat selanjutnya" ucap pria berotot seram menarik kerah belakang milik Rayana kasar.

"Coba saja jika kau bisa" tantang Rayana sebelum menarik sudut bibirnya remeh. Kaki panjangnya terangkat tanpa aba, memutar arah tubuh hingga sepatu long boots tebal pekat itu menabrak lengan kekar melepas jari jemari pada genggaman kerah miliknya. Sontak tapakan sosok kekar mundur mengikuti arus. Tak dapat memaku diri pada tumpuan usai kaki Rayana bermain kasar mendorong kuat tubuhnya.

Tentu dengan permainan yang Rayana anggap sebagai satu pertanda kemenangan awal, membuat amarah menyeramkan tercipta pada wajah pelaku. Mengeratkan rahang sebelum kepalan tangan mengait kuat satu sama lain. Mendekat cepat dengan ancang-ancang cengkraman yang menggeram kuat disana. Dengan gesit Rayana dalam berbagai persiapan menghalau serangan yang diberikan secara beruntun oleh pelaku gila. Menendang dan melempar tinju masih bisa Rayana tangani dengan energy tubuhnya, namun kali ini kekuatan super bak hiro movie sedang berputar melempar tubuh kecil itu hingga menabrak dinding terowongan yang berbahan dasar batu. Tentu kekuatan tubuh seorang wanita tidak sekuat itu untuk menahan kerasnya batu yang menggerogoti tulang punggung hingga terjatuh ke dasar. Mengerang kesakitan, pun nafasnya pun sudah tidak menderu normal, tersangkut tak ingin lolos dari kerongkongan. Sungguh, jika dibandingkan dengan serangan yang diberikan selama pengalamannya menjadi seorang detektif, baru kali ini ia merasakan serangan yang begitu kuat hingga tak dapat berkutik.

Dibalik itu, Jonathan masih berusaha mencari cara untuk menghindari gadisnya dari serangan gila penjahat. Hingga sudut matanya tak sengaja menangkap beberapa batuan yang tergeletak pada tanah lembab di depan sana. Berlari secepat kilat, meraih dengan eratan rahang keras tidak terima gadis cantiknya diserang dengan begitu mengenaskan. Ketika batu seukuran lebih besar dari telapak tangannya yang lebar sudah berada pada genggaman, dengan kekuatan penuh ia terbangkan menuju punggung sosok kekar yang sedang perlahan menghampiri kekasihnya tak berdaya di ujung terowongan. Seketika rangsangan yang diterima membuat sosok tersebut spontan berbalik arah menyalurkan tatapan tajam penuh amarah pada Jonathan yang sudah meringkuk tertangkap oleh pelaku lainnya.

"Rayana. Cepat pergi. Aku akan mengurusnnya disini, cepat" teriak Jonathan dalam sisa kekuatan yang ia miliki. Tubuhnya sudah dikuasai oleh berbagai hantaman keras dari para pelaku berbadan kekar, tanpa ampun, tidak memberikan lelaki tampan itu bergerak lebih leluasa. Dicengkram tertatih pada tanah hingga Jonathan hanya dapat menggerakkan bola matanya, masih memantau sang kekasih merajam mara bahaya. Terus-terusan berteriak agar Rayana cepat pergi dari tempat itu.

Rayana yang masih berada pada kecaman pedih sekujur tubuhnya, berusaha keras bangkit. Rungu nya tentu tidak tertutup sakit untuk menangkap bagaimana kekuatan volume suara sang kekasih menyuruhnya menyelematkan diri, bahkan suara rentetan siksa yang diterima Jonathan.

"Pergi dari sini" teriak Jonathan sekali lagi setelah Rayana benar-benar sudah berdiri tegak dengan kedua kakinya yang mencoba menjaga keseimbangan. Namun, bagaimana bisa ia tega meninggalkan pria yang dicintainya mendapatkan pukulan mengerikan terus-menerus seorang diri. Tak tahan, jiwa nya meronta tak mampu jika berlenggak begitu saja, ia harus memastikan untuk membawa kekasihnya pergi bersama. Datang berdua, maka pulang pun harus berdua- prinsipnya. Keputusan sudah bulat dengan tekad penuh berani hendak mendekat, baru saja kakinya mengambil dua langkah lebih maju, sosok berbadan kekar itu berbalik. Tanpa aba mencengkram leher Rayana tanpa ampun. Menekan setiap jari jemari dengan otot yang berpartisipasi, tentu membuat Rayana tidak mendapatkan pasokan udara ke jantung dengan bebas. Sesak semakin menjadi di kala cairan bening berkumpul di sudut mata.

"Awalnya aku ingin membuatmu mati tanpa merasakan sakit, namun kalian membuatku berubah pikiran. Akan ku pastikan tubuh lemah kalian berdua akan melebur di tanganku malam ini"

Mendengar ucapan terlewat percaya diri dari penjahat gila itu, tawanya mencoba lolos dari rongga yang tercengkram sempit. Menciptakan kerutan pada dahi ekstensi di depannya.

"Entah bagaimana kau bisa mendapatkan kepercayaan diri seperti itu" di tengah sosok yang ia alihkan dengan wajah mengesalkan, sisi tangannya perlahan masuk merogoh bagian saku jaket kulit pekatnya. Meraih sebuah pistol yang sebelumnya diberikan Jonathan untuk menjaga diri. Mengaitkan benda berpeluru pada jari jemari lentiknya sebelum menodongkan ujung benda tepat pada rangkap kepala penjahat gila.

"Bagaimana dengan ini?" tanya bangga meminta pendapat pada sosok yang terlihat melempar tatap tajam ke arahnya. Cengkramannya semakin mengeras di kala jari telunjuk Rayana mulai menarik trigger pistol. "Kau pun memaksa ku untuk melakukan ini" dengan cepat ia menarik trigger, memicu firing pin menekan pangkal peluru memunculkan suara tembakan yang begitu keras memenuhi antero.

Dengan tembakan yang ia lepaskan, entah layak memberikan sebuah ketenangan. Memejam di kala cengkraman mulai melemah di lingkaran lehernya, kini yang perlu ia pikirkan adalah cara untuk mengusir sisa dari mereka. Perlahan kedua tangannya menggenggam pada lengan kekar sosok guna membebaskan diri. Namun, baru saja hendak menarik tangan tersebut untuk menjauh dari lehernya, tiba-tiba cengkraman malah semakin mengeratkan dari sebelumnya. Ia begitu yakin jika sudah mengarahkan tepat pada tempurung kepala sosok mengerikan itu, namun mengapa bisa seperti ini?

Tatap mereka bertemu, betapa terkejutnya Rayana mendapatkan sosok di depannya masih berdiri teguh tanpa adanya luka sama sekali, bahkan tidak ada tanda-tanda peluru menabrak dahi mengerut itu.

"Tidak. Ini tidak mungkin terjadi" ucap Rayana begitu tidak percaya. Menggeleng dengan mata membelalak hebat. Sungguh, ini di luar nalar jika otaknya mampu masih berpikir lebih dalam. Dalam perhitungan jarak yang begitu dekat, bahkan tidak sampai jika menggunakan tolak ukur satu jengkal, pastinya peluru akan menembus keluar dari otaknya sekeras apapun. Kali ini mulutnya bahkan bergetar, tak mampu melahirkan sebuah ucap kelewat mustahil.

Lantas dengan kekuatan yang meningkat, sosok tersebut melempar tubuh Rayana pada perbatasan jarak terowongan dengan tempat kekasihnya. Melayang jauh bak terdorong hunusan api roket bersamaan gesekan-gesekan bebatuan tajam pada pemberhentian terakhir. Kini ia mengerang untuk kesekian kali, begitu menyakitkan hingga dapat ia rasakan ototnya merenggang pada daerah tertentu. Mengkoyak setiap lapisan kulit menembus dari lapisan kain tipisnya.

Kini tubuhnya benar-benar tak kuasa menahan getir dari serangan. Bergetar penuh rasa akibat bebatuan kecil tajam mulai menusuk bagian kulitnya yang tersingkap dari kain ketika menyapa tanah. Pedihnya bahkan membuat kelopak mata gadis itu tak siap untuk sigap pandang akan wanti serangan berlanjut. Tengah menahan rasa kecamuk yang menguasai diri, sayup-sayup ia mendengar sang kekasih menyebut namanya berulang kali, menyuruhnya untuk bangkit dan segera pergi.

"Rayana dengarkan aku. Ku mohon bangkit sekarang dan cepat pergi dari sini. Aku tahu kau kuat. Kau dengar itu? Kau gadis yang begitu tangguh, tentu kau bisa bangkit. Jangan menahan diri disini. Jangan pikirkan hal lain, pikirkan dirimu terlebih dahulu" ucap Jonathan di kala semua sudah berada di ambang ketidakmampuan nya sebagai seorang kekasih.

Sungguh demi apapun, hatinya lebih perih dibanding tekanan kuat yang diberikan para pelaku ganas ini. Marah, sedih, kecewa bercampur aduk menjadi satu kesatuan, hal terburuk dari segala sisi dunia ada pada tuju malam ini. Titik dimana ia bahkan merasa sangat tidak berguna untuk Rayana. Apalah guna dirinya menduduki jabatan sang inspektur, jika orang terkasihnya saja tak mampu ia lindungi.

Pun Rayana yang masih terkapar lemah, hanya menggeleng tak menurut pada perintah Jonathan. Bukan karena tidak kuat untuk bangkit, namun bagaimanapun ia tak ingin selamat seorang diri. Mati berdua tidaklah terlalu buruk jika dipikirnya kembali. Rayana tak dapat membayangkan jika pada akhirnya ia pergi, namun Jonathan lenyap tersiksa para pelaku gila ini. Mungkin pilihan untuk mengakhiri hidup dengan menggantung diri adalah satu-satunya pilihan yang terbaik.

"Rayana. Aku akan menghadiahi mu segala hal yang aku punya di dunia ini. Aku berjanji asal kau mendengar semua perintah dariku. Bahkan akan ku berikan setiap kemeja yang gemar kau gunakan ketika aku melarang di lemari apartemen. Kau menginginkan itu bukan? Akan ku berikan semuanya tanpa sisa. Tapi ku mohon. Pergilah dari sini" begitu terasa suara itu bergetar. Kelopak mata pun sudah tak mampu menampung bendungan cairan bening yang memaksa keluar sedari menangkap gadisnya tersiksa di depan.

Namun, Rayana dengan pendirian teguh, tawaran se menggiurkan itu pun sudah tak menarik lagi baginya. Bahkan jika memberikan seisi dunia akan tertolak mentah-mentah apabila resikonya harus bertukar nyawa dengan sang kekasih. Cinta memang bukan segalanya, pun tak mampu diperjual belikan untuk mendapati hukum alam yang lebih adil, namun masalah hati tak dapat diampuhi obat manapun, seorang dokter tentu akan melambaikan tangan ke kamera saking tak mampu. Hingga tetiba suara dari handy talky yang diselipkan pada saku celana tersambung pada team di titik lokasi pencarian awal.

"Pak Inspektur Jonathan. Kami tidak menemukan pelaku di lokasi. Ganti" suara itu sontak memberi harap pada Rayana. Ini adalah kesempatan bagus sementara para pelaku masih berada jauh di ujung sana. Tak ingin menunda lagi, tangannya dengan cepat merogoh saku di kala energi hanya sebatas ujung kuku. Menekan tombol bicara ketika benda itu sudah berada di dalam genggaman.

"Cepat kemari. Di tengah padang rumput dalam keadaan darurat…" belum usai Rayana menuntaskan ucap, kaki yang seukuran ranting pohon besar menendang keras tangan kecilnya hingga handy talky melambung jauh dari tempat. Rayana hanya dapat menatap serpihan harapan yang sudah menghalau jauh dari pandangan, entah terjatuh di titik mana, tak dapat terlihat lagi karena tertutup oleh rerumputan yang sudah meninggi, hanya saja ia sedikit merasa lega karena sudah memberikan informasi lokasi mereka pada team di daerah setempat.

Tengah sibuk memantau keberadaan handy talky memastikan berada pada jangkauan hanya untuk sekedar mendengar pembaharuan team yang menerima laporan, sosok itu melayangkan tendangan maut pada sisi wajah Rayana hingga terpental menuju sisi kanan. Tak terasa, cairan merah segar mengalir dari ujung bibir mungilnya. Denyutan pada wajahnya menimbulkan pening yang begitu menusuk di kepala. Entah karena tendangan yang terlewat kasar atau lelah berputar demi menyelamatkan diri dan sang kekasih dari kecaman perkumpulan manusia buas ini.

"Di dunia ini, orang lemah seperti kalian harusnya memasrahkan diri. Bukankah melawan hanya akan semakin merugikan?" ketus gila tidak tahu diri, kembali menaikkan satu kaki pada punggung yang sudah tak mampu bahkan untuk sekedar menjadi tempat tumpuan tubuh. Menekannya seenak hati, seolah-olah tubuh Rayana hanya sebuah keset yang ia bisa injak dan gesek ketika hendak menyapu bersih debu yang membatasi indera perasa.

Begitu Rayana yang masih belum sembuh dari rasa sakit sebelumnya, kini meringis perih tak kuat menahan sakit. Udara yang hendak masuk melalui tenggorokan pun ia tahan, tak ingin sakit semakin merambat terbawa oleh aliran darah yang terus berjalan. Pun dengan kurang ajarnya, sosok itu semakin menaik turunkan kaki kekarnya pada tubuh tak berdaya di bawahnya. Tidak perduli bagaimana seorang pria penuh luka di seberang meneriaki atau memasang ancaman yang sama sekali tak di dengarnya. Seolah menulikan rungu dan hanya melakukan hal semaunya. Dengan energy yang sudah terkuras habis, Rayana berusaha berbalik guna melihat kali terakhir wajah kekasihnya sebelum meninggalkan dunia untuk selamanya. Otaknya tak dapat mencerna segala hal yang berbau perjuangan hidup, hanya kematian di bawah pimpinan sang pemberontak gila menyiksa tanpa ampun. Bukannya ingin memasrahkan diri, namun sepertinya tidak ada pilihan lain selain menanti kedatangan team. Harapan terakhir itu setidaknya membuat garis lengkung menghiasi wajah cantiknya, tersenyum penuh damai di kala tubuhnya sudah terpantul hebat karena tendangan tak henti.

Di ujung sana, obsidian nya terpenuhi oleh air muka sang kekasih dalam rangkupan kasar pelaku penuh luka. Menggeleng menumpahkan tangis tak kuasa seakan mengatakan jangan pergi pada gadisnya yang sudah meraup ambang kehidupan. Bahkan bibir Jonathan hanya bergetar mengeluarkan sorak sendu yang sudah tak kuasa keluar dari rongga mulutnya. Rayana beringsut merangkap dengan sisa tenaga mencoba meraih tubuh pria yang memberontak kuat di sana. Tentu sebesar apapun kekuatan pria itu, tak mampu berkutik di kala 7 pelaku berbadan monster meringkuk setiap titik tubuhnya.

"Aku baik-baik saja. Jangan khawatir" ucap Rayana terakhir kali sebelum pandangnya semakin memudar. Tertidur dengan senyuman damai yang ditinggalkan untuk sang kekasih yang masih meneriakinya, menawarkan semua hal yang bahkan sudah tidak bisa ditangkap oleh kedua rungu Rayana.

Selamat tinggal ternyata tidak seburuk itu untuk di ucapkan_benak Rayana.

***