webnovel

Aku dan Kawan-Kawan

Aku Aleysha Tachibana, kalian bisa memanggilku Aley. Aku memiliki tiga sahabat karib yaitu si kembar Shifa dan Shafa, serta satu lagu yang paling penakut, Ajo. Keempat cewrk dalam satu klub yang kami berinama '4-Ever' ini sangat akrab. Eh maaf, tiga cewek dan satu cowok, maaf Ajo. Lagi pula Ajo memang cowok, hanya saja ia sangat penakut. Kami mulai bersahabat sejak kelas satu SD dan sekarang kamu sudah kelas 6. Kami akan melanjutkan sekolah kami di SMP yang sama, yaitu SMP Banesa. Aku dan Ajo sudah tenang, karena kami sudah dinyatakan diterima di sekolah itu melalui jalur undangan. Sedangkan Shafa dan Shifa masih harus mengikuti tes hari ini dan pengumumannya besok.

"Gimana Shaf soalnya?" tanyaku ketika Shafa dan Shifa keluar dari ruang tes.

"Cuma Shafa yang ditanyain?" Shifa cemberut.

"Aduh, adiknya ini. Gimana soalnya adik Shifa?" tanya Ajo sedikit menyindir

"Ajo! Aku cuma selisih lima menit sama Shafa!" Shifa tambah cemberut.

"Ah, sudahlah jangan cemberut terus nanti meter kecantikannya berkurang. Sekarang ke rumahku yuk," ajakku.

"Nggak ah, mau pulang" balas Shafa dan Shifa hampir bersamaan.

"Jangan gitu dong! Aku dan Ajo udah nungguin kalian dua jam tau! Masa kalian gak mau ke rumahku. Ayolah Shifa dan Shafa cantik deh," rengekku. Akhirnya mereka mau ke rumahku. Di rumah, sebenarnya kami sedang belajar kelompok karena sebentar lagi Ujian Nasional. Ujian Nasional adalah hal yang dianggap menakutkan oleh hampir semua siswa. Cara belajar kami sangat menyenangkan. Kami tidak terus-terusan belajar tapi kami juga berbagi cerita, tertawa bersama hingga membuat suasana belajar terasa lebih menyenangkan.

***

Malamnya, saat aku belajar ayah masuk ke kamarku.

"Aley Sayang, lagi belajar ya?" tanya ayah. Aku hanya mengangguk. Ayah memandangku dari samping meja belajar.

"Aley, sesudah UN nanti dan setelah kelulusan Aley, kita pindah ke Sumatera ya?" ucap Ayah, aku terdiam.

"Ayah, Aley tetap pengen di sini. Aley gak mau pindah," ucapku mulai bergeming.

"Kalo ke Sumatera, Aley bakal sering ketemu sama Bunda," Ayah menciba meyakinkanku.

"Ayah, sudah cukup! Jangan memperalat Bunda. Kalaupun Aley di Sumatera, Aley gak bakal ketemu Bunda lagi! Aley cuman bisa liat makam Bunda dan itu yang membuat Aley makin sedih. Kalau ayah mau pergi, pergi aha! Aley di sini bareng Shifa, Shafa, dan Ajo," ucapku mulai menitikkan air mata.

"Maafin Ayah Aley. Ayah akan tetap bersamu di sini," balasnya seraya mendekapku.

***

Esoknya, aku segera menjemput Shifa, Shafa dan Ajo untuk ke sekolah bersama. Ya seperti biasa. Setelah pulang sekolah nanti, aku, Shifa, Shafa dan Ajo masih harus ke SMP Banesa untuk melihat pengumuman hasil tes Shifa dan Shafa kemarin.

Sesampainya di SMP Banesa, kami segera mencari papan pengumuman dan kami menemukannya di deoan ruang guru. Kami segera mencari nama Ashafa Syakira dan Ashifa Saykira

"Nah, ketemu! Shifa nomor tiga dan Shafa nomor 4," seruku.

"Emang kalian ini gak bisa jauh-jauh ya? Eh ternyata lebih pinter adiknya ding. Hahahah," sindir Ajo. Shafa hanya melotot ke arahnya.

"Udahlah, gak berenti dari kemaren! Kemaren Shifa, sekarang Shafa. Pinter banget Ajo kali disuruh nyindir. Tuh lihat di belakangmu ada apa warna putih," ucapku sedikit menakut-nakuit Ajo.

"Waaaa.. " teriak Ajo histeris. Aku, Shafa, dan Shifa tertawa melihat tingkah Ajo.

"Aduh Ajo, siang bolong begini kamu masih takut? Ya Almpun Ajo, kamu itu cowok apa cewek sih?" Shifa balas menyindir.

***

Hari berjalan begitu cepat, UN telah kami lewati. Bahkan, pengumuman sudah kamu dapatkan dan hasilnya kami lulus dengan nilau yang memuaskan. Hari inu adalah hari pertama libur dari 21 hari. Saat aku keluar dari kamar untuk sarapan, aku melihat Ayah sedang menarik sebuah koper.

"Ayah? Ayah mau ke mana?" tanyaku keheranan.

"Ayah mau ke Sumatera," jawab Ayah.

"Bukannya Ayah akan tetap bersama Aley?" tanyaku dengan sebelah alis yang terangkat.

"Aley sayang, Ayah cuma beberapa hari di sana."

"Tapi Ayah, Aley sendirian." ucapku, tapi ayah tetap pergu. Aku hanya bisa melihat punggung ayah yang semakin menjauh. Aku terdiam sejenak menatap mobil ayah yang meninggalkan pekarangan rumah. Kemudian, aku memutuskan untuk pergi ke rumah Shifa dan Shafa tak lupa mengajak Ajo. Aku segera mengambil kunci mobil, mengunci semua pintu dan jendela dan pergi menaiki mobil merah hadiah bunda karena memenangkan lomba GoCar di umurku yang masih lima tahun. Namun kini, bunda meninggalkanku, meninggalkanku untuk selamanya. Aku harap, bunda tenang di alam sana. Tak lama, Ajo keluar dari rumahnya setelah kuhubunginya bahwa aku sudah ada di depan rumahnya.

"Pagi-pagi gini udah mau ke rumahnya Syakira bersaudara. Ada apa sih?" tanyanya masiih dengan mata mengantuk.

"Cerewet banget sih! Kayak cewek! Aku ditinggal ayah sendirian! Masa iya anak 12 tahun disuruh jaga rumah sendiri? Ih nggak!" ucapku penuh kesal.

Sesampainya di rumah Shafa dan Shifa, ternyata mereka sedang mempersiapkan peralatan melukis. Saat aku turun dari mobil, Shafa segera menghentikanku.

"Apa? Ada apa?" tanyaku yang paham akan apa yang diinginkan Shafa.

"Aku mau menjadikanmu model dalam lukisanku. Cepet berpose di samping mobilmu!" suruh Shafa.

"Apa? Lalu Shifa?" aku mengelak, sedikit tidak terima akan apa yang dilakukan Shafa.

"Aku akan melukismu di bagian sisi lain," jelas Shifa.

"Ya ampun... Sejak kaoan aku jadi model dadakan? Ini bukan cita-citaky! Aku itu mau jadi astrofisika, bukan ini! Ajo aja tuh!" omelku. Ajo hanya terkekeh. Membuatku semakin kesal.

"Bawel, udah cepet pose!" titah Shiga. Akhirnya, mau tak mau aku harus menurutinya. Eh Ajo gimana? Ceritamu udah ada yang diterima?" tanyaku. Ajo hanya tersenyum kecut sambil menggeleng. Ya, Ajo sering menulis cerita, ia juga sering mengirim ceritanya ke penerbit tapi sayang, tak satu pun dapat di terbitkan. Sedangkan Syakira bersaudara ingin menjadi pelukis seperti Leonardo da Vinci. Sedangkan aku sendiri? Hanya ingin menjadi seorang astrofisika.

***

Liburan aku jalani sendiri. Belanja keperluan sekolah sendiri, walau terkadang bersama Shifa, Shafa, dan Ajo, tanpa Ayah. Hari ini hari liburku yang terakhir, tapi ayah belum juga datang. Untuk menghabiskan waktu, aku membereskan keperluan untuk besok pergi sekolah. Kemudian, aku memasak untuk makan malam walaupun hanya menggoreng telur, memasak nasi dan membuat sayur. Setidaknya hal itu sudah cukup baik untuk anak berumur 12 tahun. Ya kan?

Saat aku menyiapkan makanan di meja makan, aku mendengar ketukan pintu. Aku segera membukakan pintu dan ternyata itu Ayah. Aku segera memeluknya dengan erat. Kemudian mengajaknya untuk makan malam bersama.

"Ayah lama banget sih di Sumatera?"

"Kenapa? Kamu kangen ayah atau kamu takut sendirian?" tanya Ayah, membuatku tersenyum kecut.

"Siapa bilang Aley takut? Aley juga gak kangen ayah kok," sergahku.

"Ya udah Ayah mau ke Sumatera lagi," ujarnta seraya beranjak dari kursi.

"Ah,,, jangan Ayah," rengekku. Ayah hanya tertawa. Setelah makan malam, aku segera ke kamar untuk tidur karena besok adalah hari pertamaku masuk sekolah di SMP Banesa.

.

.

.

.

.